Love and Death

By fleurpurkiss

13.7K 1.9K 403

Celine Abrianna Pevensie. Hidupnya dibayang-bayangi oleh kematian. Orang-orang yang ia cintai selalu meningga... More

[1] Not Alone
[2] Meet Mrs.Malfoy
[3] Harry is missing
[4] Amortentia
[5] Memories
[6] Reason
[7] Friend?
[8] Slug Klub
[9] Gryffindor's Victory
[10] Still Love Him
[11] Christmas Party
[12] Spend Time With Granger's
[13] Gift
[14] Ron Is Poisoned
[15] Hogsmeade
[16] Sink
[17] Sectumsempra
[18] Hermione Know's Everything
[19] Truth
[21] After
[22] Chance
[23] Be a Good Friend
[24] Other Side
[25] Do you get Déjà vu?
[26] Gift For Draco
[27] Not Found Her
[28] Go or Stay
[29] Finally
[30] Draco's Angry
[31] Boom!!
[32] We Meet Again
[33] Fake Death

[20] Dumbledore's Death

290 59 9
By fleurpurkiss

Langit Hogwarts mulai menggelap, badai dan petir terlihat dari langit. Semua murid Hogwarts diharapkan untuk masuk kembali ke dalam asrama. Sementara itu, Harry dan Profesor Dumbledore baru saja Ber-Apparate ke Menara Astronomi setelah dari pencarian Horcrux milik Voldemort.

"Kita harus ke Hospital Wings untuk menemui Madam Pomfrey," Ucap Harry khawatir yang sedang memapah Profesor Dumbledore yang kesakitan. Dumbledore mengarahkan Harry untuk duduk di sebuah bangku disana.

"Severus... Severus yang aku butuhkan," Ucap Dumbledore sambil menahan rasa sakitnya. "Bangunkan dia dan katakan apa yang terjadi."

"Jangan bicara pada orang lain... Severus, Harry."

Saat Harry mulai melangkahkan kakinya menuju tangga, terdengar suara langkah dari bawah membuatnya berhenti dan menatap Dumbledore dengan khawatir dan takut.

"Bersembunyi di bawah, Harry. Jangan ketahuan orang lain atau berbicara tanpa seizinku. Apapun yang terjadi tetap bersembunyi di bawah."

"Harry lakukan perintahku," Ucap Dumbledore. Harry masih diam menatap Dumbledore tapi cepat-cepat Dumbledore meyakinkan laki-laki itu. "Percayalah."

Harry langsung melangkahkan kakinya menuju bawah lantai menara Astronomi. Dan ia melihat Draco yang berjalan di tangga menuju Profesor Dumbledore sambil menodongkan tongkatnya dengan ketakutan yang sangat besar.

"Selamat malam,Draco," Sapa Profesor Dumbledore pada Draco dengan santai. "Apa yang membawamu kemari di malam musik semi ini?"

"Siapa lagi yang disini? Kudengar kau berbicara," Ucap Draco dengan tajam sambil terus berjalan dan menodongkan tongkatnya.

"Aku sering berbicara sendiri keras-keras dan itu sangat berguna."

Harry berjalan di bawah sana untuk melihat lebih jelas wajah Draco. Ia dapat melihat musuhnya sejak mereka menginjakkan kakinya di Hogwarts sedang ketakutan. Bahkan tubuhnya gemetaran.

"Apa kau pernah berbicara sendiri, Draco?"

Harry juga dapat melihat wajah Profesor Dumbledore. Kakek tua itu bahkan tidak terlihat takut sama sekali akan apa yang akan terjadi padanya nanti. Harry tetap waspada dengan tongkatnya yang ada di tangannya.

"Draco... Kau bukan pembunuh—"

"Bagaimana kau bisa tau aku? Aku bahkan sudah melakukan hal yang mengejutkanmu," kata Draco dengan suara yang bergetar ketakutan.

"Dengan memantrai Katie Bell dan berharap dia membawakan kalung itu padaku? Menggantikan sebotol mead dengan racun?" Tanya Dumbledore yang masih saja dengan kesantaiannya. "Maafkan aku, Draco. Menurutku itu tak berguna karena kau melakukannya tanpa keteguhan hati."

"Dia percaya padaku! Aku yang terpilih!" Draco menarik lengan kemejanya ke atas dan memperlihatkan tanda kegelapan pada Dumbledore.

Dumbledore dian tak merespon apapun selama beberapa saat, ia menatap Draco dengan tatapan seolah-olah mengerti isi pikiran anak laki-laki di depannya ini. Dumbledore tersenyum tipis, "Apakah 'dia' sudah tau tentang ini Draco?"

Draco mengerutkan keningnya, "Siapa 'dia' yang kau maksud?"

"Celine Pevensie."

Mendengar nama Celine disebutkan membuat Harry sedikit terkejut. Ia menatap Profesor Dumbledore dan Draco secara bergantian. Bagaimana bisa Dumbledore mengetahui sesuatu hal tentang Celine dan Draco?

Tubuh Draco tambah bergetar ketika mendengar nama Celine disebutkan. Gadis itu masih ia kurung dalam gudang kecil tak terpakai itu agar Pelahap Maut tak mengetahui keberadaannya.

"Masih ada harapan untukmu, kau membuktikan bahwa dirimu dapat melindunginya dengan baik."

Mata Draco memanas, ia ingin mengeluarkan semua air matanya saat ini juga jika ia tidak mengingat tugasnya sekarang. Ia mencoba untuk tak mempedulikan perkataan kakek tua di depannya. Ketakutan masih memenuhi dirinya saat ini.

Melihat Draco yang tak kuat membahas topik tentang Celine Dumbledore langsung merubah topiknya. "Kalau begitu akan ku mudahkan."

Profesor Dumbledore menarik tongkatnya dari jubahnya yang berkibaran karena angin yang kencang di menara. Dan dengan cepat Draco langsung melucuti tongkat Profesor Dumbledore.

"Expelliarmus!"

Harry mulai menodongkan tingkatnya dari bawah sana ke arah Draco setelah melihat tongkat milik Profesor Dumbledore terpental.

"Bagus sekali."

Ceklek

Suara pintu terbuka membuat Harry menolehkan kepalanya ke arah sumber suara begitu juga dengan dua orang di lantai atasnya. Harry melangkahkan kakinya mundur untuk bersembunyi di tempat yang tidak terlihat seperti yang dikatakan Profesor Dumbledore padanya sambil mengawasi dengan waspada.

Draco semakin mengeratkan genggaman pada tongkatnya dan semakin ketakutan. Ia tak bisa melakukan tugas ini. Ia tak akan bisa.

"Kau tak sendiri, ada yang lain." Dumbledore menoleh ke arah Draco lagi. Lalu bertanya, "How?"

Draco sedikit kebingungan kenapa Dumbledore malah mengajaknya berbicara lagi. Ia sempat ragu menjawabnya tapi ia tetap menjawab pertanyaan itu. " Vanishing Kabinet benda di Ruang Kebutuhan. Aku sudah perbaiki."

"Biar ku tebak. Lemari itu memiliki tiruannya, kembarannya."

"Di Borgin and Burkes, mereka membuat jalur perjalanan," Jelas Draco dengan terus menatap wajah Profesor Dumbledore.

"Genius," Profesor Dumbledore memberi jeda dalam ucapannya. "Draco, bertahun lalu aku kenal dengan seorang anak membuat pilihan yang salah. Biarkan aku membantumu—"

"Aku tidak butuh bantuanmu! Tidakkah kau mengerti? Aku harus melakukan ini! A-aku harus membunuhmu atau... dia akan membunuhku," Ucap Draco dengan lirih di bagian kalimat terakhir yang ia ucapkan.

Suara langkah banyak secara bersamaan terdengar dan mulai mendekat ke arah mereka. Draco menoleh sekilas dan saat melihat bibinya ia kembali menatap Profesor Dumbledore dan mengencangkan genggaman tongkatnya lagi.

Beberapa pelahap maut lainnya termasuk Bellatrix sampai di lantai menara itu dan menatap Dumbledore dengan wajah dibuat seolah-olah terkejut. Dumbledore juga menatap wajah satu persatu pelahap maut di sana.

"Lihat apa yang terjadi," Ucap Bellatrix dengan rambut yang berkibar karena angin yamg cukup kencang. Jangan lupakan senyum mengerikannya.

Bellatrix berjalan mendekati Draco diikuti pelahap maut lainnya. Ia meletakkan dagunya di atas pundak Draco. Laki-laki itu hanya melirik wajah bibinya sekilas lalu kembali menatap Profesor Dumbledore.

"Well done, Draco."

Bellatrix menurunkan kepalanya lalu berjalan lalu berdiri di samping Draco.

"Selamat malam, Bellatrix," sapa Profesor Dumbledore. "Kurasa pengenalannya berurutan bukan?"

"Kuharap begitu, Albus. Tapi jadwal kita ketat," Ucap Bellatrix dengan suara sedikit mendesis. Lalu ia menatap keponakannya dan berbisik dengan tajam. "Lakukan!"

"Dia tak punya nyali seperti ayahnya," ucap salah satu pelahap maut dengan nada meremehkan.

Dalam hati Draco ia sangat marah ketika mendengar ayahnya dihina seperti itu. Tapi saat ini bukan waktu yang pas untuk menunjuk kemarahan dan itu cukup sia-sia jika dilakukan pada para pelahap maut gila seperti mereka.

"Biar dia lakukan dengan caranya—"

"No! Keinginan Pangeran Kegelapan sudah jelas, dia yang melakukannya!"

Sementara itu dibawah, Snap tengah menodongkan tongkatnya ke arah Harry. Harry yang merasakan seperti ada seseorang di belakangnya pun berbalik. Ia sedikit menodongkan tongkatnya ke arah guru ramuannya itu.

Profesor Snape meletakkan jari telunjuknya di bibirnya mengisyaratkan Harry untuk diam tak bersuara. Kemudian ia berjalan menuju ke lantai atas.

"COME ONE, DRACO! NOW!!!" Teriak Bellatrix menggema di ruangan itu.

"No."

Suara tajam penuh penekanan dari Profesor Snape membuat Draco dan orang orang di sana menoleh. Harry semakin takut di bawah sana. Dan Profesor Dumbledore sedikit melirik Harry kemudian ia menatap Profesor Snape.

"Severus... Please," Ucap Profesor Dumbledore pelan tapi yakin. Lalu hening sejenak dan hal selanjutnya membuat semua orang di sana melotot.

"Avada Kedavra!"

Dumbledore terkena serangan kutukan kematian itu dari Severus Snape membuatnya terpental dan jatuh dari menara itu. Harry yang melihatnya dari bawah sana menatap tak percaya pada pria yang baru saja membunuh kepala sekolahnya.

Profesor Snape langsung menarik kerah Draco. Para pelahap maut mendekati pagar sejenak untuk melihat Dumbledore. Bellatrix juga membuat tanda kegelapan di langit disertai gemuruh petir.

Semua pelahap maut mulai menuruni tangga dan berjalan menuju Aula Besar untuk menghancurkan tempat itu terkecuali Draco dan Profesor Snape. Sementara para pelahap maut lain fokus menghancurkan tempat tempat disana Profesor Snape menarik Draco untuk keluar.

"Cari Pevensie dan bawa ia ke Mansionnya. Ibumu dan aku sudah mengatur semua dan jangan sampai ada yang melihatmu," Perintah Profesor Snape dan langsung diangguki oleh Draco. Draco berlari menuju ruangan dimana ia mengurung Celine.

"Hei, Severus. Mau kemana bocah pengecut itu?" Tanya salah satu pelahap maut.

"Melaksanakan tugasnya."

***

"Alohomora!"

Pintu gudang kecil tak terpakai itu terbuka. Draco menelusuri tempat itu untuk mencari Celine dan ia menemukan gadis itu tergeletak di sana. Dengan cemas Draco mendekat ke arah gadis itu dan memangku kepalanya. Ia menangkup pipi gadis itu lalu menepuknya pelan.

"Celine..." kata Draco.

Tubuhnya masih gemetaran karena tadi. Ia benar-benar takut, apalagi pikirannya selalu terfokus pada gadis ini. Takut para pelahap maut menemukannya ataupun semacamnya.

Celine tidak  terbangun ataupun membuka matanya dan Draco rasa gadis itu pingsan karena terus berteriak, menangis dan mencoba membuka pintu membuat tenaga gadis itu melemah.

Tanpa berfikir lama lagi ia mengangkat tubuh Celine. Ia membawanya keluar dan mencoba mencari jalan dimana tidak ada orang yang melihatnya ataupun pelahap maut yang akan mengejar Celine.

Draco terus berjalan dengan langkah panjangnya dan cepat. Ia ingin cepat pergi dari sini sekarang juga dan membawa gadis itu ke tempat yang aman. Para pelahap maut sudah mulai bepergian setelah membakar rumah Hagrid. Dan para murid mulai keluar dari asramanya. Draco semakin mempercepat langkahnya menuju luar Hogwarts dan segera ber-Apparate menuju Pevensie Mansion.

***

Semua orang-orang di Hogwarts sedang berduka saat ini. Semuanya sedang mengerubungi jasad kepala sekolah mereka. Mereka sangat sedih orang yang paling berjasa untuk dunia sihir mulai sekarang sudah tidak ada lagi. Tidak akan ada pidato sebelum makan malam setelah seleksi murid asrama.

Harry melewati beberapa orang-orang diaana yang berdiri di sana dan berjalan mendekat ke arah mayat Profesor Dumbledore. Ia berlutut di sampingnya dan merapikan rambut beruban milik kakek tua itu. Dan ia mulai menangis lalu mengambil sebuah kalung yang mana itu adalah Horcrux dan menggenggamnya erat.

Ginny mendekati Harry dan memeluknya mencoba memberi ketabahan pada laki-laki itu. Bagi Harry, Dumbledore adalah segalanya. Tanpanya ia tak akan pernah melewati semua masalah yang ada di hidupnya. Kakek itu sudah membantu banyak.

Profesor McGonagall mulai mengangkat tongkatnya dengan cahaya di ujung tongkatnya guna menghormati Profesor Dumbledore. Semua guru, staff sekolah, para murid dan lainnya ikut mengacungkan tongkatnya. Dan cahaya dari tongkat mereka semua dapat menghilangkan tanda kegelapan yang ada di langit sana. Kemudian mereka menurunkan tongkat mereka semua.

Hermione mengusap air matanya dan ia mulai mengingat sesuatu. Ada sesuatuyang kurang disini. Dia menolehkan kepalanya ke sekeliling mencoba mencari sesuatu. Seperti ada yang hilang, sosok yang selalu di sampingnya. Celine.

"Ron..." Ucap Hermione pelan. Ron menoleh ke arah Hermione dengan tatapan bertanya walaupun masih tersisa kesedihan disana. Hermione menatap khawatir sekitar sejenak. "Apa kau melihat Celine hari ini?"

Ron mengerutkan keningnya, "Bukannya kalian ada janji di perpustakaan siang tadi?"

"Dia tidak datang, aku tak tau kenapa." Hermione semakin khawatir karena tak menemukan Celine di sekitarnya.

"Di asrama?" Tanya Ron.

"Aku tak melihatnya setelah pelajaran selesai," jawab Hermione dengan kesal, detak jantungnya berdetak tak normal karena belum menemukan sahabatnya itu. Ia kembali menatap Ron dengan tatapan gelisah, "Ron... Apa kau pikir—"

"NO!"  Teriak Ron membuat semua atensi di sana menuju padanya. Tentu saja Ron tau maksud Hermione, hari ini para pelahap maut menyerang Hogwarts dan hal yang tak diinginkannya tak mungkin terjadi. "Itu tak akan terjadi!"

Ron kembali berkaca kaca, dirinya menjadi lebih panik dan menatap sekitar dengan frustasi. "Mereka tak mungkin mendapatkannya Hermione," lirih Ron.

Harry mulai mengangkat kepalanya dari pundak Ginny. Ia menatap Ron dengan pandangan bertanya karena laki-laki itu terlihat sangat panik, begitu juga orang-orang di sana mulai bertanya tanya apa yang terjadi pada salah satu Weasley tersebut.

Akhirnya Harry berdiri diikuti dengan Ginny di belakangnya, ia berjalan mendekat ke arah Ron dan Hermione. "Ada apa? Apa yang terjadi, Ron?"

Ron menatap Harry dengan frustasi, "Celine tak ada dimanapun."

Harry bergeming di tempatnya mendengar hal itu, "Dia—Bukannya dia bersamamu?"

Harry menatap Hermione dengan penuh harap, namun seketika tubuhnya melemas ketika Hermione menggelengkan kepalanya. Rasa takutnya kembali datang padanya.

Profesor McGonagall mendengar perbincangan anak muridnya cukup khawatir, akhirnya wanita tua tersebut bertanya dengan sedikit berteriak kepada orang-orang di sana. "Apakah ada yang melihat Celine Pevensie sebelum ini?"

Semua orang disana ikut mencari keberadaan gadis yang baru saja profesor mereka sebutkan dan saling berbisik-bisik.

"Potter!"

Semua orang sontak menoleh ke arah laki-laki dan di sampingnya ada sosok perempuan yang mungkin adalah temannya. Mereka berdua sepertinya berada di tahun ke empat atau ke limanya saat ini.

Laki-laki tadi mendekat diikuti oleh perempuan di sampingnya masih dengan wajah takutnya dan kesedihannya. Laki-laki itu melirik perempuan  di sebelahnya sekilas.

"A–aku melihat salah satu pelahap maut seperti membawa seorang perempuan yang sepertinya sedang pingsan."

Hermione dan Ron berjalan mendekat ke arah mereka berempat. Detak jantung Harry, Hermione,Ron dan Ginny mulai berdetak tidak normal.

"Dan kami rasa itu adalah... Pevensie."

Semua nafas orang-orang disana tercekat terutama Harry, Ron, Hermione dan Ginny. Tapi perempuan di sampingnya tadi menambahkan, "Kami tidak sempat mengejar mereka karena... bangunan di depan kami roboh membuat kita tak dapat mengejar mereka dan kami terlanjur ketakutan.

"Maafkan kami."

Tubuh Hermione hampir saja akan terjatuh jika saja Ron tidak menahannya. Kaki Harry benar-benar merasa lemas dan bahkan sebenarnya ia sudah tidak kuat menahan tubuhnya sendiri. Pelahap maut sudah mendapatkannya dan ia gagal menjaganya.

"Tidak mungkin—Celine, ia tak akan—mereka tak mungkin mendapatkannya," kata Harry dengan gelagapan. Air matanya kembali mengalir dan nafasnya naik urun dengan cepat.

Profesor McGonagall mendekat ke arah mereka dan berkata, "Apa kau yakin itu adalah Celine Pevensie Mr. Pattinson, Miss Mcready?"

"Kami yakin, Profesor. Kami selalu bertemu di perpustakaan dan kami mengenalnya," ucap Mcready dengan yakin dengan wajah yang bersalah dan mulai dibanjiri air mata lagi.

Semua orang disana diam dan tak tau ingin berkata apa-apa lagi. Mungkin tak banyak orang yang dekat ataupun kenal dengan Celine, tapi mereka pasti tau tentang keluarga Pevensie. Mereka baru saja kehilangan sosok kepala sekolahnya, jangan sampai salah satu muridnya juga menjadi korban Pelahap Maut selanjutnya.

Hermione kembali menangis tapi kali ini suara isakan terdengar lebih kencang di pelukan Ron. Ia sangat takut jika terjadi sesuatu pada Celine. Ron juga tak bisa menahan air matanya. Apa yang akan ia jelaskan pada ibunya nanti jika ternyata Celine sudah berada di tangan pelahap maut?

Dan Harry, wajahnya mulai dibasahi oleh air matanya lagi. Kakinya tak bisa menahan beban tubuhnya lagi, ia jatuh ke tanah dengan duduk berlutut. Ginny juga ikut berlutut guna menenangkan Harry kembali. Ia memeluk Harry yang tubuhnya benar-benar bergetar hebat.

Terakhir dia berbicara dengan Celine semuanya malah semakin memperburuk persahabatannya. Ia sudah tak bisa menahan kesedihannya lagi, dirinya telah dipenuhi oleh penyesalan saat ini.

"I'm so sorry, Celine."

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Hai, terimakasih buat yang udah mau baca cerita aku 👋

Tahun ajaran baru, tugas baru menanti. Baru aja sekolah udah disuruh bikin tugas vidio, agak mengkesal sebenarnya. Tapi sebagai murid yang teladan dan rajin udah kewajiban ye kan, ngeluh gapapa lah :v

Dan ya, akhir akhir ini aku sedikit kehilangan ide buat ngerangkai kalimat supaya kalian nggak bosan. Bahkan kadang aku lupa mau revisi cerita karena terlalu asik nonton film hehe, maaf ya.

Sekali lagi, terimakasih buat yang masih bertahan di cerita ini dan juga udah mau luangin waktu buat baca ceritaku 🤗♥️

Jangan lupa vote dan komen✨

Continue Reading

You'll Also Like

1M 83.8K 29
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
42.6K 3.6K 84
#taekook #GS #enkook "Huwaaaa,,,Sean ingin daddy mommy. Kenapa Sean tidak punya daddy??" Hampir setiap hari Jeon dibuat pusing oleh sang putra yang...
299K 22.9K 104
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
58.9K 6K 19
Romance story🤍 Ada moment ada cerita GxG