KIRANA (COMPLETED)

By bibibugu

10.6K 518 5

Kalo saja waktu itu Kirana tidak nembak ketua OSIS SMA Samudera. kalau saja waktu itu Kirana tidak mengiyakan... More

Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 16
Bab 17
Bab 18
Bab 19
Bab 20
Bab 21
Bab 22
Bab 23
Bab 24
Bab 25
Bab 26
Bab 27
Bab 28
Bab 29
Bab 30
Bab 31
Bab 32
Bab 33
Bab 34
Bab 35
Bab 36
Bab 37
Bab 38
Bab 39
Bab 40
Bab 42
Bab 43
sekali lagi
halo guys

Bab 41

224 8 0
By bibibugu

Oliv membuat janji dengan mama Adrian untuk bertemu di kantor mama Adrian.

"Halo Tante," Oliv membuka pintu.

"Halo sayang," mama Oliv bangun lalu cipika-cipiki.

"Sini duduk," Oliv duduk di sofa.

Mama Adrian menanyakan kabar Oliv dan begitu pun Oliv menanyakan apakah ia menganggu pekerjaannya atau tidak.

"Tumben banget kamu mau nyamperin tante kesini, biasanya kamu ngajaknya makan atau shopping, pasti ada sesuatu ya? Apa ada hubungannya sama Adrian? Ada apa dengan anak itu?" mama Adrian menyadari ada kejanggalan.

"Iya tante, ini soal Adrian, Oliv liat Adrian lagi Deket sama cewek lain," Oliv memasang wajah sedih. Mama Adrian menatap tidak percaya. "Oliv udah bilang sama cewek itu, tapi dia malah marah sama Oliv,"

"Kamu serius? Siapa namanya? Besok kita ketemu sama orang itu, biar mama yang bicara,"

"Jangan tante, nanti Adrian malah yang marahin Oliv, Oliv takut kalau Adrian udah marah-marah," Oliv merunduk seakan ia-lah sosok yang paling tersakit di hubungan ini.

Mama Adrian menggeser duduknya untuk lebih dekat, tangannya terulur mengelus pungung gadis itu.

"Kamu dimarahi Adrian? Dasar anak itu suka seenaknya, ia tidak bisa menilai mana wanita baik-baik dan mana wanita jahat," Perempuan paruh baya itu tidak terima Oliv menjadi korban. "Kamu tenang aja, nanti biar tante yang urus Adrian dan wanita itu, siapa nama wanita itu?"

Oliv berhasil membuat calon mertuanya memihaknya. Tak perlu usaha besar meminta bantuan untuk menyingkirkan Kirana. Seseimple itu. Playing Victim.

---

Keesokan harinya. Oliv sudah janjian dengan mama Adrian akan melabrak Kirana sebelum bel masuk. Tadi mama Adrian menjemputnya dirumah.

"Itu Tante orangnya," Oliv menunjuk seseorang yang baru turun dari mobil. Mama Adrian dengan cepat membuka pintu, sementara Oliv hanya memperhatikan oleh baik kaca mobil.

"Kirana," Kirana menoleh. Mama Adrian berjalan mendekat. "Saya mamanya Adrian, mau bicara sama kamu," kata mama Adrian dingin.

Deg

Mama Adrian berjalan menjauhi kerumunan.Kirana bisa memprediksi apa yang akan terjadi.

"Kamu tau kenapa saya mau ketemu kamu?" Diam. Jawabannya tau.

"Tolong, jauhi anak saya, Adrian akan tunangan dengan Oliv setelah lulus sekolah, saya tidak mau ada penganggu diantara mereka apalagi sampai pertunangan mereka tidak jadi," Kirana hanya menatap. "Saya tidak memperdulikan perasaan kalian, karena itu engga penting, Kamu mengerti?"

Sakit.

---

Seharian ini Kirana sangat tidak berenergi, ya tentu saja karena omongan mama Adrian yang sangat menyelekit.

Saya tidak memperdulikan perasaan kalian, karena itu engga penting

Berulang kali sepenggal kata itu terngiang, Apa tidak sepenting itu kah perasaan Kirana? Kirana pun mau perasaan ini tidak hadir, ia tidak ingin perasaan ini tubuh, tapi semakin ia bertekad untuk melupakan semakin melekat juga nama itu. Nama yang sangat ia rindukan setiap kali terdengar.

Kirana memang bukan siapa-siapanya, tapi ia ingin diperlakukan berbeda, bukan sekedar teman biasa atau adik kelas baru yang baru datang ke sekolahnya. Bukan, tapi lebih dari sekedar itu.

Dadanya terasa sesak, saking sesaknya, matanya pun sudah tidak bisa menahan. Di bawah langit jingga, iringi merdunya suara angin sore, Kirana mengakui bahwa ia membutuhkan lelaki itu, meskipun seiisi dunia pun menolak, ia ingin ada satu orang disisinya dan berkata 'Semua akan baik-baik saja' kemudian mengelus lembut punggungnya.

"Kirana," seseorang memanggil. Buru-buru Kirana menghapus semuanya bekas air yang berada di wajah, kemudian menoleh.

Ia melihat Eza mendekat, lelaki itu memperhatikannya duduk seorang diri. "Belom pulang?"

Kirana tidak menatap, pasti matanya sangat merah. "Nunggu jemputan," ia seperti melihat seseorang yang berbeda.

"Lo sendirian? Dela kemana?" Eza pun juga berucap dengan nada rendah, bukan seperti Eza yang biasa.

"Dela udah pulang," Eza mengangguk pelan,

"Gue mau minta maaf sama lo," Kirana menoleh, belum mengerti apa yang akan Eza katakana. "Karena gue, lo jadi kena masalah,"

Kirana tersenyum tipis, ia paham, memang Eza yang bersih keras untuk memasukannya OSIS dan membuatnya dekat dengan Adrian. Tapi, ini semua dilakukan bukan karena Eza ingin menyakiti, Eza hanya ingin sahabatnya bahagia dengan orang yang tepat.

"Lo engga salah ka," Kirana berusaha menenangkan Eza. "Hanya saja, gue dipertemukan di waktu yang engga salah," wanita itu tersenyum.

"Makasih karena engga membenci gue,"

---

Sepulang sekolah. Adrian menelpon Eza, ia ingin bercerita tentang perasaan nya. Ia tidak ingin hanyut dalam kegelisahan seorang diri tanpa ada solusi.

Tidak ada rapat. Adrian menunggu di rumah, karena di rumahnya seperti biasa, tidak ada orang tuanya, dan Adrian pun adalah anak tunggal. Kalaupun ada, mereka pun juga tidak peduli dengan kehadiran Adrian.

Adrian duduk di bangku kayu panjang bersender di tepi kolam renang. Tatapannya kosong tapi Pikirannya berkeliaran. Berulang kali menghela napas, dengan harap setidaknya bisa sedikit lega di dada.

Ini semua karena Eza. Kalau saja Eza tidak membawa Kirana masuk kedalam kehidupan Adrian pasti tidak akan seperti ini. Disatu sisi ia tidak mau menyalahkan, karena Eza hanya ingin sahabatnya bahagia. Ia sangat tau bagaimana Kehidupan Adrian-keluarga tidak harmonis, percintaan dipaksakan dan tanggungan menjadi ketua OSIS-

"Bro," Eza menepuk Adrian. Adrian menoleh. kemudian duduk disamping.

Baru beberapa detik Eza duduk, dan bahkan belum sempat Adrian mengutamakan. Tiba tiba mamanya datang, menghampiri.

"Adrian," Adrian melihat datar. Ini bukan jam mama pulang kerja, pasti ada yang dibicarakan.

"Kamu sama Oliv berantem?" Tanya mama marah.

Pasti Oliv cerita. "Engga," meskipun ia tau, ia percuma berbicara itu tapi setidaknya ia menolak untuk bercerita.

"Mama sudah bicara dengan wanita itu," Adrian mengerutkan alis. Wanita itu? Siapa? "Mama sudah bilang sama wanita itu untuk tidak macam macam sama kamu," Kirana. Pasti wanita itu yang dimaksud. "Kalau sampai kamu ketahuan berhubungan lagi, mama tidak akan tinggal diam," mama pergi menjauh dengan amarah tersisa.

"Kenapa si mama selalu mengambil semua kendali kehidupan Adrian? Adrian manusia, anak mama, bukan anak binatang," teriak Adrian, sudah tidak tahan. Mamanya tidak berhenti. Adrian harus mengecek keadaan Kirana.

---

Adrian sampai di sekolah. Berlari tergesa gesa. Kirana di depan ruang OSIS sedang mengobrol, matanya berlari menemukan Adrian,

"Vin," Vina menoleh, raut wajah Adrian seperti terburu-buru. "Gua mau bicara sama Kirana," Vina melirik Kirana sebentar lalu berdiri. Ia mengerti, pasti ada sesuatu diantara kedua orang ini.

"Yaudah, gue masuk ya," Vina masuk. Kirana berdiri ragu. Adrian melihatnya dengan tatapan intimidasi.

Tanpa meminta persetujuan, Adrian mengambil lengan kiri Kirana dan membawanya ke parkiran. Mata Kirana berkeliling, Ia tidak mau ada orang yang melihat mereka. Kirana mengibaskan tangannya. "Lu engga liat gua sibuk?" Tanya Kirana sinis. Adrian tidak peduli dengan pertanyaan itu.

"Kenapa engga bilang?" Kirana membuang muka.

"Bilang apa?" Adrian tau Kirana mencoba mengeles.

"Kalo mama nyamperin," Kirana menundukkan kepala.

Mengingat perkataan mamanya saja, Kirana belum bisa mencerna dengan baik. Lelaki itu memegang kedua lengan Kirana.

"Gua udah pernah bilang sama lu untuk percaya sama apapun yang terjadi,"

Kirana menatap teduh mata Adrian. "Gua engga bisa diam disaat mama lu yang minta,"

"Kirana," Adrian maju satu langkah. "Tugas lu hanya perlu berdiri di belakang gue, dan gua yang akan melewati rintangannya," Wanita itu menggeleng.

"Lu sayang kan sama gua?"

Sangat -Kirana

"Gua pun," Adrian tau tatapan itu adalah jawabanya. "Lu hanya perlu percaya, ya?" Kirana menemukan keyakinan di sana.

Tidak tau apa yang direncanakan, tapi ada sebuah keyakinan. Wanita itu mengangguk pelan. Meskipun Kirana ragu dengan Adrian dan ingin meninggalkan nya saja. Tapi disatu sisi, ia tidak mau menyesal.

"Jangan peduliin omongan mama, dan kalau mama atau Oliv datengin lo, bilang sama gue, jangan sampai engga," Kirana menunduk, ia hanya bisa mengangguk. "Gua pulang," Adrian meninggalkan Eza dirumahnya seorang diri. Adrian melepas pegangan dan melangkah pergi.

Haruskah Kirana percaya? Atau memang sudah waktunya Kirana melepaskan? Adrian berhenti, berbalik dan berjalan mendekat kembali. Mendekap wanita itu hangat. Membelai rambutnya dan merasakan dingin tubuh Kirana. Tidak. Kirana tidak boleh menangis. Ia harus selalu tegar didepan Adrian. Sudah sejauh ini, dan akan bisa sampai akhir. Adrian melepas, mengelus kedua pipi dan merapikan anak rambut yang sedikit berterbangan. Senyuman Adrian menular ke bibir Kirana. Bibirnya hinggap di kening Kirana. Kegelisahan Kirana terobati.

"Jangan lupa makan," Kirana mengangguk.

Lalu lelaki itu pergi. Meninggalkan air mata yang sudah tak terbendung. Kenapa cinta mesti datang di waktu yang tidak tepat? Kenapa Kirana diposisikan sebagai orang ketiga? Kenapa bukan peran utama? Apakah ini yang disebut terluka tapi tak berdarah?

---

Mama Adrian sudah bicara dengan Kirana, kini giliran Oliv.

"Hari ini jadi, liv?" tanya Yunita. Oliv mengangguk.

Bel istirahat berbunyi lima menit lalu, Oliv berdiri dan melangkah menuju tempat sasaran. Lidahnya sudah tidak tahan untuk mengumpat yang sudah disimpan lama.

Dulu awalnya ia baik kepada Kirana sebelum ia tahu bahwa wanita itu berniat akan mengambil Adrian darinya. Sekarang tidak, tidak ada kata maaf, atau toleransi kali ini. Oliv sudah mendengar kalau Kirana dan Adrian pernah jalan bareng, ditambah Oliv tahu bahwa seseorang yang memiliki suara indah itu milik Kirana.

Matanya tajam mencari sosok itu, ia tidak pedulikan lagi orang-orang yang menatap aneh, ia harus tuntaskan hari ini juga.

Disana. Kirana disana, diujung sana mengenakan celana panjang karena sehabis mata pelajaran olahraga.

Kaki Oliv melangkah cepat, diikuti kedua temannya. Kirana, Dela, Nadia, menatap sosok yang baru datang itu, seperti sedang melihat hantu. Menakutkan.

"Lo, ikut gue," mata Oliv melihat lurus Kirana.

"Engga mau," tolak Kirana cepat.

"Lo berani ngelawan gue?"

"Kenapa engga berani?" tatapan Kirana tidak melawan dan juga tidak takut. Ia tahu apa yang akan Oliv lakukan padanya jika ia mengikuti.

Oliv melangkah mendekat. "Lo mau gue sebarin semuanya disini? Biar temen-temen lo tau apa kebejatan lo itu?"

"Sebarin aja, engga ada yang perlu disebarin juga, ada juga gue yang sebar aib lo," Kirana terkekeh sarkas. Itu semakin membuat Oliv geram.

Tangannya mencengkram kuat dan menariknya. "Jangan macem-macem sama gue,"

"Jangan buat keributan di kelas orang," Dela tidak tahan melihat temannya diperlakukan semena-mena.

"Lo jangan ikut campur, bocah kecil," mata Oliv berlari ke Dela. Tangannya mendorong Dela, tapi tidak sampai jatuh.

Kirana tidak terima temannya menjadi ibas. Jemarinya meraih seragam Oliv. "Jangan libatin temen gue dalam urusan lo," matanya berganti menantang.

"Ikut gue, sekarang," Oliv menghempas kasar tangan Kirana lalu pergi dari ruang itu.

Ia tidak mau teman-temannya melibatkan diri membelanya. Ini masalah Kirana, apapun itu ia harus hadapi.

"Kirana, bahaya, kalau lo ikut mereka lo bakal terluka," Nadia menghadang.

"Itu lebih baik, dari pada kalian yang terluka," Mata Kirana berbalik ke Nadia, Dela.

"Kalau gitu, gue ikut,"

"Gue juga ikut," Dela ikut menimbrung. Teman-temannya sangat sayang pada Kirana. Ia tidak mau Kirana kenapa-kenapa.

"Kalian panggil guru aja," Kirana pergi.

---

Kedua teman Oliv menjaga toilet agar tidak ada yang masuk. Hanya Oliv dan Kirana disana. Badan Oliv berbalik lalu,

Plak...

Tepat menyentuh pipi putih Kirana. Oliv mengawalinya dengan sebuah tamparan. Kirana memegang wajahnya yang memerah. Bibirnya terbuka.

"Itu karena lo udah jalan sama cowok gue,"

Plak..

Kirana mendapatkannya lagi ke pipi kiri. Badan wanita itu melangkah mundur. Oliv tertawa puas melihat Kirana tersakiti.

"Itu karena buat Adrian ngejauh dari gue, dan,"

Set..

Sebelum tamparan ketiga itu mendarat, Kirana dengan sigap mengambil cengkramannya. Kirana tidak boleh melewatkannya lagi. Kirana menatap wanita itu dengan lantang.

Ia memang sudah masuk kedalam kehidupan Adrian, tapi ini bukan kesalahannya. Jika lelaki itu bilang dari awal dan membatasi diri, pasti tidak akan seperti ini.

Pasti tidak akan ada perasaaan yang tersimpan di keduanya dan pasti tidak akan ada harapan dari diri Kirana. Tapi kenapa, Oliv hanya menyalahkannya saja? ini tidak adil.

Mata Oliv melebar melihat ada tangan dipergelangannya. "Lepasin," wanita itu berusaha menarik diri. Kirana menghempas kasar.

"Yang jadi pacarnya itu lo bukan gue, gue sama ka Adrian engga ada hubungan apa-apa, ka Adrian bahkan engga bilang kalau lo pacarnya, jadi kenapa lo gangguin gue? seharusnya lo bilang pacar lo itu supaya stop untuk nyuruh-nyuruh gue, dan berhenti untuk gangguin gue," Oliv menggeram, kakinya mendekat dan dengan segap tangannya meraih kepala Kirana.

"Jadi menurut lo, Adrian yang gatel deketin lo? Gitu?" mata Oliv melotot kesal. Kirana meringis kesakitan karena cengkraman kuat di kepalanya.

"Pertunangan gue batal gara-gara lo, lo tau engga?"

---

Dela dan Nadia berlari ke ruang BK yang berada di lantai satu. Dengan cepat mengetok lalu masuk. Bu Ratna yang melihat kedua muridnya kebingungan ikut bingung.

"Ibu, ibu," panggil mereka berbarengan. Bu Ratna berdiri kemudian menghampiri.

"Ada apa ini? Kenapa kalian?"

"Ini ibu, ka Oliv ngelabrak Kirana," kata Nadia panik. Bu Ratna melotot kanget.

"Labrak?" Nadia dan Dela mengangguk cepat.

"Iya ibu, saya takut Kirana diapa-apain," sahut Dela.

"Dimana mereka?"

"Tadi saya lihat ke toilet perempuan yang di lantai dua deket kelas XI," kata Nadia

"Ayo kita kesana,"

Dengan cepat mereka berjalan sesuai apa yang Nadia katakan. Benar saja, disana ada dua orang yang sedang berjaga lalu langsung masuk kedalam toilet dengan panic.

Nadia, Dela dan bu Ratna mendapati Kirana sedang diserang oleh Oliv.

"Oliv, Kirana,"

Oliv terkejut, buru-buru ia melepas cengkraman itu dengan takut. Kirana mengusap kepalanya. Dela dan Nadia menghampiri.

"Kalian ini apa-apaan?" Oliv melirik Kirana sedikit. "Kalian pikir ini tempat tinju? Hah?" Bu Ratna berteriak.

Anak-anak SMA Samudera berbondong-bondong melihat kehebohan itu.

"Oliv, kamu pikir kamu preman?" bu Ratna berkacak pingang.

"Kirana duluan bu," Oliv melampar. Kirana menatap Oliv tidak percaya. Bahkan Kirana belum membalas perbuatannya sedikitpun.

"Engga bu, dia yang paksa saya buat datang kesini, dan nampar saya dua kali," Kirana membela diri.

"Oliv engga akan memulai kalau engga Kirana yang duluan," sahut Yunita.

"Enak aja ya, tadi yang dateng ke kelas duluan siapa," sambung Nadia. Mereka membela kubu masing-masing.

"Stop, stop, stop," Bu Ratna mengangkat tangan. "Kalian berdua, ikut saya ke ruan BK," Bu Ratna menujuk Kirana dan Oliv.

---

Eza berlari menghampiri dengan langkah buru-buru. "Adrian," panggilnya. Adrian sedang sering bermain game online. Eza menggoyangkan badan itu.

"Apaan si gangguin gue aja," Adrian menghempas bahunya.

"Ini penting," Eza mengambil paksa ponselnya.

"Ah, ilah, itu lagi seru itu, sini engga?" tangan Adrian meminta.

"Kirana sama Oliv berantem terus di panggil ke ruang BK,"

Deg

Kirana sama Oliv?

Ada apa dengan kedua wanita itu? Jangan-jangan ini ada kaitannya dengannya? Tatapan Adrian berubah.

"Gue liat kayaknya dipanggil orang tuanya, tapi gue bingung ada mama lo disana,"

Mama? –Adrian

Ah iya. Adrian ingat kalau kedua orang tua Oliv sedang dinas di luar kota. Pasti Oliv meminta mama Adrian untuk datang mewakili, dengan senang hati mama pasti mau untuk melakukan itu.

Langkah Adrian menuju ruang BK. Menemukan orang-orang berkerumun untuk mengintip keadaan yang berada di dalam ruangan itu.

Saat Adrian ingin menerobos masuk, pintu terbuka dan mendapati orang-orang yang dimaksud keluar. Adrian melihat Kirana dengan mama dan kakaknya, sementara Oliv dengan seseorang yang tadi Eza katakan.

Kirana menunduk, wajahnya hanya terlihat sedikit, Adrian tidak tau apa yang terjadi disana, tapi yang jelas ini semua karenanya, bisa dilihat dari tatapan mama Kirana yang memandang tidak seperti biasa dan ka Gilang yang melewatinya tanpa tegur sapa.

"Bubar-bubar," Bu Ratna meminta agar siswa untuk tidak berkumpul di depan ruang BK. Anak-anakpun berbondong-bondong berpencar.

Mama Adrian mendekat, dan "Ikut mama,"

---

Oliv balik ke kelasnya, dan tersisa hanya Adrian dan mama, kemudian.

Plak..

Mama menampar, lelaki itu hanya bisa menunduk.

"Anak kurang ngajar, bisanya nyusahin aja," Adrian menghela napas.

"Yang berantem Oliv bukan Adrian,"

"Tapi kamu alasan dibalik itu,"

Pantaskah semua ini hanya salahnya?

"Oliv di skors tiga hari karena perbuatan kamu," Adrian menatap mamanya.

"Kirana di skors juga?"

"Kamu masih mikirin dia? Wanita itu biang permasalahan kamu,"

"Kirana engga salah, Adrian yang salah," ia tidak mau orang-orang jadi menyalahkan Kirana seorang diri, padahal wanita itu tidak salah.

"Terus aja belain dia," mama semakin menjadi. "Apa kamu engga cukup udah ngebatalin pertunangan kamu dengan Oliv?" tatapan mama menajam.

Saat makan malam terakhir sebelum kedua orang tua Oliv pergi, Adrian meminta untuk mengundurkan tanggal pertunangan mereka dengan alasan Adrian belum ada waktu karena kesibukannya banyak.

"Kalau papa tahu kejadian hari ini, dia pasti bakal marah besar,"

Benar, Adrian pun tidak bisa membayangkannya seperti apa. Oliv datang membawa tas dan menghampiri mereka.

"Kita bicara di rumah, jangan keliaran hari ini,"

Oliv hanya eye-contact dengan Adrian tanpa kata. Adrian tidak mau berbicara dengan Oliv, wanita itu pun tahu pasti Adrian akan marah dengannya. Ia tidak peduli. Selama ada mama Adrian, ia aman.

Setelah mobil sedan hitam itu pergi. Seseorang yang ia cari datang dengan tas ranselnya dan dua orang disampingnya. Mereka melihat Adrian yang mendekat, Kirana menatap sekejap kemudian menunduk, ia tidak mau melihat orang itu. Kirana dan mama berbelok ke mobil mereka, sementara ka Gilang berhenti di depan Adrian.

"Kirana diskors?" tanya Adrian pelan. Ka Gilang melirik wanita itu sebentar kemudian mengangguk. Perasaan tak enak hati Adrian meluap, ia sangat amat merasa bersalah karena sudah menyusahkan wanita itu.

"Kirana perlu istirahat dan berpikir tentang yang terjadi hari ini," Adrian mengerti, ka Gilang tidak mau Adrian datang berkunjung ke rumah.

"Tapi Kirana engga ada yang terluka kan?" Adrian kawatir dengan keadaannya.

Ka Gilang mengangguk. "Kirana baik-baik aja," Adrian menghela napas lega.

"Maaf karena udah buat Kirana jadi kayak gini," lelaki itu menunduk, ia tidak punya muka untuk berhadapan dengan kakak Kirana. Ka Gilang tersenyum simpul.

"Makasih karena udah baik sama Kirana," Apa itu salam perpisahan dari kakaknya?

---

Continue Reading

You'll Also Like

MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.7M 62.4K 28
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
47.8K 3.8K 52
Series # 3 MauNinda Series #3 *** Cinta itu tidak seindah seperti taman bunga. Cinta itu rumit seperti sebuah labirin. Cinta itu memusingkan sepert...
238K 10.6K 32
"Jawab dengan jujur kenapa lo kayak gini." "Kak Dimas mau tau alasannya?"ucap Dara menarik napasnya dalam-dalam."Karna kak Syifa suka sama Kak Dimas...
11.7K 1.2K 40
Story 2 Cinta bertepuk sebelah tangan tengah dirasakan oleh Bintang Kejora, atau lebih sering di sapa Zeze itu memiliki kisah percintaan yang bisa...