Karena kejadian dengan Adrian tadi, ia jadi tidak bersemangat dan mood nya turun. Malas sekali untuk rapat. Sekretaris hanya sibuk sebelum acara. Tugasnya Mengurus surat menyurat sudah selesai.
Tapi satu lagi. Ia belum meminta tanda tangan ketua OSIS. Sudah ia undur-undur. Karena tidak ingin bertemu apalagi mengobrol dengan lelaki itu.
"Del," Dela sedang memotong kertas origami. "Engga jadi," Tidak mungkin Kirana menyuruh, pasti Dela menolak.
"Del," Tapi ia malas sekali bertemu dengan Adrian, jujur.
"Apaan si?" Dela menoleh.
"Gua mau minta tolong," kata Kirana ragu.
"Apa?"
"Gua belum minta tanda tangan nya ka Adrian," Dela menaruh gunting. Ia mengerti maksud Kirana.
"Mau gua yang mintain?" Tanya Dela.
"Lu mau?" Tanya Kirana memastikan.
"Mana sini," tangannya meminta.
Kirana merogoh tas lalu memberikan laporan. Tapi. Kalau Dela yang meminta, pasti Adrian akan bertanya kenapa tidak Kirana yang melakukan tugasnya, kenapa mesti menumpahkannya kepada orang lain.
Kirana menahan benda itu. Dela menatap tanya. "Gua aja deh," kata Kirana.
"Beneran?" Kirana mengangguk.
Ia tidak mau di cap tidak profesional. Urusan pribadi dibawa ke urusan organisasi. Rasanya memalukan untuk didengar. Lagipula, tidak lama. Menyodorkan laporan lalu pergi. Sudah. Wanita itu bangun dan masuk ke ruang OSIS.
Sret..
Kirana membuka pintu. Adrian sedang mengobrol dengan Adam. Kirana menghela napas untuk mempersiapkan diri.
Langkah mendekat. "Ka Adrian," Lelaki itu menoleh.
Tidak perlu basa basi. Kirana langsung menyodorkan ke hadapan Adrian. "Mau minta tanda tangan," kata Kirana, ia berusaha tidak menatap.
"Bentar ya, dam," Adam mengangguk, Adrian berdiri dan menuju meja supaya lebih gampang untuk mencoret.
"Mana," Kirana membuka halaman untuk Adrian tandai dan meletakkan tepat di depan Adrian. Lelaki itu mengambil pulpen dari laci dan menandatangani.
"Makasih," Kirana kemudian beranjak.
"Tunggu," Adrian menghentikan langkah Kirana. Dengan ragu, Kirana menoleh perlahan. "Udah makan?"
Deg
Disaat seperti ini, lelaki itu masih sempat memikirkan Kirana.
"Udah tadi," Tenang Kirana. Adrian hanya ingin memastikan jika semua anggota nya makan dengan baik dan sehat jadi tidak akan menyusahkannya.
"Tadi lu engga abisin makannya," Kejadian di kantin tadi, Adrian tau Kirana tidak napsu. Makanannya tidak habis, tidak sampai separuh.
"Iya nanti abis ini makan lagi,"
"Kerjaan lu udah selesai kan? Makan sekarang, gua engga mau lu sakit," Kirana menunduk kan kepalanya.
Kenapa? Kenapa Adrian? Stop untuk memberi perhatian.
"Iya," Kirana tidak mau berdebat. Ia hanya ingin cepat-cepat untuk pergi dari ruangan itu.
"Atau mau gua temenin?" Tanya Adrian. Kirana menutup matanya. Menenangkan hati.
"Engga usah, nanti sama Dela ke kantin," kata Kirana.
Wanita itu langsung pergi, ke toilet. Air mata ini sudah tidak bisa dibendung.
---
"Temen-temen ngumpul dulu yuk," kata Adam di ujung, untuk memberikan perhatian. Seluruh anggota OSIS berkumpul di koridor. "Ada kendala engga buat persiapan kita?" Tanya Adam. Seseorang mengangkat tangan.
"Eskul Pramuka minta disediain speaker tapi speaker nya tiba-tiba rusak tadi pas dicoba," kata salah seorang dari divisi perlengkapan.
"Kemarin bisa,"
"Iya, tadi di coba lagi engga bisa,"
"Disini ada yang punya speaker engga?"
"Di rumah gua ada," sahut Adrian.
"Gue pinjem ya ka," Adrian mengangguk. "Nanti perwakilan dari divisi perlengkapan ke rumah ka Adrian buat ngambil speaker nya," Perintah Adam ke devisi perlengkapan.
"Oke ka,"
"Oiya, buat MC nya siapa yang bersedia untuk nemenin ka Eza?" Tanya Adam lagi.
MC adalah salah satu tugas yang paling penting. Sampai detik ini pun belum ada yang sekeren dan sesupel Eza membawakan acara. Diam. Tidak ada yang menunjuk.
"Kirana, lu udah engga kerja apa-apa lagi kan?" Tanya Dela pelan. Kirana menggeleng. Dela mengangkat tangan nya. Kirana melebarkan matanya. Astaga. Jangan-jangan sahabatnya ini..
"Dela mau?" Tanya Adam. Dela melambaikan tangan.
"Kirana ka," Dela menunjuk. Kirana menggeleng cepat.
Aihh... Menurunkan tangan Dela cepat.
"Oiya tugas sekretaris kan udah selesai ya, gimana Kirana, mau engga jadi MC dampingin Ka Eza?" kata Adam. Semua mata tertuju padanya.
"Engga pengalaman jadi MC ka," kata Kirana ngeles
"Tenang aja kan ada ka Eza, Biar sekalian juga belajar dari ahlinya langsung," Adam melirik Eza.
Eza mengangkat jempol memberikan jawaban kalau dirinya pasti mengajari. Kirana menyipitkan mata ke arah Dela. Gara-gara Dela, Kirana mendapat jackpot. Ia tidak punya pilih untuk menjawab. Sahabatnya itu terkekeh pelan.
"Gimana Kirana?" Tanya Adam memastikan.
"Iya deh ka, mau," kata Kirana pasrah.
---
Pukul 07.00 Kirana sedang merapihkan diri di depan cermin. Memastikan rambut nya tertata dan pakaian rapih. Dan ia men-touch-up make up nya sedikit. Satu lagi. Jangan lupa untuk senyum. Karena apalah daya jika semuanya sudah disiapkan tapi tak ada senyum yang terukir disana.
Ia keluar toilet. "Ka Eza," panggil Kirana. Eza menoleh.
"Wedeh, keren banget penampilan lu," Kirana meng-scaning dari ujung rambut hingga ujung kaki. Eza memutarkan badannya dengan percaya diri, mempertunjukkan fashion yang ia kenakan.
"Yoi, keren banget kan gua," kata Eza bangga.
"MC paling kece se SMA Samudra," Kirana bertepuk tangan dan memberikan dua jempol. "Tapi diliat liat kayak orang mau kondangan deh pakaian lu,"
"Enak aja lu, kondangan engga pake baju kaya gini kali," Kirana tertawa, ia hanya bercanda. "Kira-kira banyak yang naksir gua engga ya?" Tanya Eza bangga.
"Beh, banyak pasti, ribuan, kalah Rizky nazar, lu yang paling top pokoknya," jawab Kirana dengan penuh keyakinan yang hakiki.
"Jangan ngejek, gua seriusan ini,"
"Masa gua bohong, dosa tau, nanti masuk neraka, gua engga mau ketemu lu lagi disana, di dunia ketemu masa di akhirat ketemu juga," Eza memutarkan bola matanya. Mereka saling melempar ejekan, yang akan berakir gelut kalau tidak ada salah satu mereka yang menyerah untuk menerima.
"Penampilan gua gimana?" Tanya Kirana mengedipkan kedua matanya. Eza melihat dari ujung rambut sampai ujung kaki. Kedua tangannya disilangkan.
"Not bad lah,"
"Bilang aja gua cantik, iya kan?"
Eza mencubit pipi kanan Kirana. Kirana menghempas tangan Eza.
"Jangan cubit-cubit, mati makenya luntur," kata Kirana.
Eza malah menjadi-jadi, ia mencubit kedua pipi Kirana. Dan membuat wanita itu berlari mengejar untuk membalas apa yang dilakukan padanya.
"Ka Eza," Kirana berlari, tapi Eza berusaha menghindar.
Di sebelah sana. Adrian memperhatikan dari kejauhan. Kirana tampak baik baik saja. Apa benar Kirana sudah baik-baik saja? apa perempuan itu hanya berusaha untuk menutupi segalanya?
"Adrian, ada yang nyariin," seseorang datang. Adrian mengangguk lalu mengikuti orang itu.
Ia menyempatkan untuk melirik lagi, Adrian berharap Kirana benar-benar baik-baik saja
Kirana mengambil napas lelah. "Aduh, gua cape ngejar lu," Kirana berhenti dan memegang kedua pinggangnya. Eza pun juga lelah, matanya menyorot wanita itu.Dalam hati. Ia lega.
Syukurlah Kirana terlihat tidak terganggu. - Eza
Padahal ia tau, pasti Kirana susah untuk bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. Tapi semoga dengan perlakuan Eza, setidaknya wanita itu bisa sedikit lupa.
"Udah ah, cape, mending ajarain gua sini," Kirana duduk di bangku koridor dan Eza pun menghampiri nya.
---