"Kak? Nggak bisa temenin aku?" Jingga dengan raut wajah kecewanya memegangi lengan Zidane. Pasalnya dia ingin sekali ditemani ke toko buku dan berkumpul bersama teman temannya yang lain. Sementara Daffin juga punya acara sendiri, jadi dia nggak bisa mengganggu sang kakak saat sedang asik dengan teman - temannya.
"Gimana ya.. Aku udah janji sama Ayah mau bantu - bantu di Kafe. Hari ini ada yang booking tempat, jadi butuh tenaga tambahan disana."
Merasa mengerti dan paham situasi, akhirnya Jingga mundur sendiri.
"Yaudah. Kakak hati - hati ya. Salam buat si Ayah." Ucap Jingga. Sambil mengembuskan senyum setengah ikhlas.
Zidane menaruh telapak tangannya di atas kepala Jingga. "Kamu yang hati - hati, jaga diri. Nggak boleh pulang malem." Pesan Zidane.
Melihat Jingga menjauh dari tempatnya berdiri, membuat Zidane nggak tega buat jauh dari gadis itu. Dia pengen bisa jagain Jingga, seperti pesan mamanya. Apalagi dalam kondisi waspada seperti ini.
"Kamu dimana?? Kok gak sama Daffin? Nanti pulangnya sama siapa? Mau pulang jam berapa? Gak kasihan sama Mima sama Ayah? Kami nungguin kamu ini loh!" Omel Doyoung pada anak perempuannya. Bising suara Doyoung cukup mengganggu pendengaran Jingga.
"Ayah, aku sama Zema.. tetangga depan rumah kita! Sama temen temen kelasku juga. Mau ngerjain tugas bareng." Elak Jingga, dia mau Ayahnya nggak khawatir, karena memang Doyoung adalah Ayah yang protektif untuk anak - anaknya, apalagi untuk Jingga, harus lebih extra lagi, agar nggak salah jalan, walau dia tau, Jingga adalah anak yang penurut dan nggak pernah membantah perintah Doyoung maupun Kejora.
"Mana Zemanya? Ayah mau ngomong.."
Jingga langsung membulatkan matanya menatap teman teman kelasnya. Padahal Zema tidak disana, itu hanya alasan dia saja agar sang Ayah mempercayainya.
"El.. pura pura jadi temen gue dong." Pinta Jingga pada sahabatnya. Dan dia hanya mengikuti apa yang Jingga suruh kepadanya. Setelah berbicara sekitar dua menit, singkatnya sang Ayah mempercayai mengenai keberadaan Jingga dan teman temannya.
"Ayah lo protektif banget ya."
"Lo nggak pernah keluar rumah Ga?" Tanya Eka, teman kelasnya Jingga yang lain.
"Kalo keluar sama Mas Daffin, tapi baru kali ini aku ngelanggar perintah Ayah."
"Yaelah, sekali doang sih." Cetus Tiara. Mereka berlima kini kembali merundingkan tugas tugasnya di sebuah restoran yang buka hingga 24 jam itu.
***
"Mima nggak mau tau. Kamu harus sama adikmu kemana mana kamu pergi. Kamu harus jagain dia. Kamu lupa? Kita masih diawasin sama Shara! Jingga targetnya. Kalau dia bisa ngancurin Jingga, semuanya bakal ..."potong Kejora sebelum melanjutkannya lagi.
"Bakal apa??"
"Mima? Bakal apa?"
Kejora terduduk di ranjang kamar Daffin sementara Daffin yang masih lengkap mengenakan jaket beserta topinya itu masih melekat disana. Dia baru saja pulang lima menit yang lalu. Doyoung dan Kejora tidak mengetahui bahwa hari ini anak - anaknya pulang berbeda arah. Memiliki rencana masing masing, dan mereka juga rupanya sudah mempersiapkan pakaian untuk pergi. Kalau mereka harus pulang dulu, pasti dikawal dengan supir pribadi mereka, tapi itu bukan bentuk kebebasan yang Jingga dan Daffin harapkan. Bisa bermain dengan teman temannya tanpa ada yang membatasi ataupun mengawasi.
"Mima harus jelasin sama Daffin, sebenernya ada apa sama keluarga kita."
Dan Kejora baru ingat, Daffin tidak ada dalam dialog dirinya dengan Athalla, Zidane maupun Sharrel.
Bercerita penuh runtut dan detail. Bagai berbicara dengan cara yang dewasa, bersama orang yang sebentarlagi pun akan dewasa. Kejora menjelaskan secara lengkap dan mendetail kepada anak sulungnya. Kepalan tangan memupuk di ujung kesabarannya.
Sepenuhnya ini bukan kesalahan siapapun, hanya saja Doyoung mudah terpengaruh dengan omongan Shara yang menuntut bahwa anak gadisnya memiliki penyakit yang cukup serius dan membuat dirinya seperti orang bodoh karena mempercayainya. Bahkan sampai sekarang, Doyoung belum tau kebenaran tentang semua itu. Dirinya masih dalam kekangan Shara atas semua bukti yang wanita itu miliki.
"Jingga.."
Dia buru buru mengecek handphonenya dan melihat jam berapa adiknya itu masih aktif. Dan baru saja lima menit yang lalu. Tanpa pikir panjang dia langsung segera menelpon Jingga.
Namun, Jingga belum mengangkatnya, membuat sang kakak kelimpungan dengan ribuan rasa khawatir membuat gemuruh didadanya semakin besar.
"Mima?" Panggil Doyoung yang memunculkan kepalanya pada celah pintu yang sedikit terbuka dan dinding yang melekat diantaranya.
"Ayah laper. Masakin dong." Pinta Doyoung pada istrinya.
"Daffin mau makan juga?"
Meletakan jaket dan penutup kepalanya, Daffin menolak ajakan sang Ayah. Dia berusaha menahan emosi yang masih melekat dan belum bisa dia salurkan.
"Ayah tunggu di kamar ya. Mima masak dulu." Piyama panjang Kejora menggarap setengah ranjang Daffin. Sebelum itu Kejora kembali mengingatkan Daffin untuk selalu mewaspadai keberadaan adiknya.
***
"Lamaran ini Pak?" Tanya Athalla yang bertanya tanya tentang penggelaran sebuah pesta yang menyewa seluruh tempat itu.
"Iya lamaran. Kok bisa ya orang orang ngelakuin hal seperti itu?" Tanya Jefry balik.
"Ya bisa lah. Pak Jef ini kayak nggak pernah jatuh cinta aja. Tiba tiba punya anak gitu ya Pak?"
Jefry terkekeh mendengar pengutaraan Athalla padanya. "Saya lupa, kapan saya terakhir jatuh cinta. Orang katanya saya tiba tiba aja sakit, koma, terus.. kata Papah saya, saya amnesia.."
"Papah? Kok Pak Jef gak pernah cerita sama saya kalo Pak Jef masih punya keluarga? Saya kira ..."
"Emang kamu pacar saya? Segala urusan saya kamu tau, ada ada aja kamu tuh." Sinis Jefry pada Athalla.
"Iya juga sih Pak..."
Sementara Sharrel kini sedang sibuk - sibuknya menata gelas kaca kembali ke tempatnya semula. Sebelum para tamu semakin banyak.
PRANG
Bunyi dua gelas kaca berjatuhan membuat atensi seluruh pengunjung tertuju pada Sharrel. Sharrel langsung berjongkok dan memunguti pecahan beling itu sambil membawa nampannya. Tapi apa daya, tangannya malah tertusuk serpihan paling tajam dan dalam dari pecahan kaca itu, sehingga darahnya mengucur keluar.
"Athalla."
Athalla datang dan membawa banyak tisu untuk menyeka darah yang masih berjatuhan dari tangan Sharrel.
"Ke belakang. Obatin dulu. Kamu nggak bisa bekerja kalau luka." Ucap Athalla singkat. Kemudian Athalla sudah menyiapkan sarung tangan dan peralatan yang lain untuk membersihkan sisa pecahan kaca yang bertebaran di salah satu sisi meja.
Sharrel ke dapur dan membiarkan lukanya diobati oleh Viona, rekan kerjanya yang lain.
"Vin, sumpah.. perasaan gue nggak enak banget." Ucap Sharrel. Tangannya menahan beban keningnya. Mengusapnya penuh frustasi.
"Gue jadi kacauin restoran kan. Nggak enak sama Pak Jef." Ucap Sharrel.
"Gapapa. Namanya kerja nggak selalu bagus. Mungkin lagi sial aja." Jawab santai Viona.
"Semoga aja ya Vin.."
***
"Ga.. lo nggak mau minum ini?" Paksa Tiara. Memberi bir dingin kepada Jingga. Bau alkohol yang menyengat membuat dirinya harus menjauhi minuman tersebut, sebab bisa kacau akibatnya apabila Jingga mencoba meminum minuman tersebut, sementara keempat temannya dengan santainya minum tanpa rasa bersalah, mungkin mereka sudah terbiasa. Tapi Jingga tidak.
"Kalo mau kumpul ya harus gabung Jingga!" Paksa Eka padanya.
"Nggak mau! Ayah nggak pernah ngajarin aku buat minum minuman kayak gitu. Kalian itu masih kelas sepuluh!" Pekik Jingga.
"Ya makanya, karena kita masih kelas sepuluh jadi biasain, biar gak nyia nyiain waktu buat belajar doang. Seneng seneng lah sekali sekali. Nggak usah belajar mulu. Udah basi."
"Capek belajar. Belajar kelar yaudah sisanya seneng seneng."
"Jangan jadi anak polos banget. Kelihatan begonya tau gak?"
"Jingga mah sok polos. Lo ngamar kan sama Zidane? Gila. Tuh kakak osis nyamber juga rupanya."
"Kenapa lo ngomong jelek tentang Kak Zidane?!" Pekik Jingga di depan teman temannya.
"Karena Zidane tuh terlalu jual mahal dan sukanya sama lo doang. Cewek lain yang udah kenal dia lebih jauh malah diacuhin. Nggak seneng lo Ga?" Tiara mendorong pundak Jingga sampai gadis itu terjatuh.
"Kok kamu begini?" Lemah Jingga sambil berusaha berdiri.
"NAJIS. CIH JINGGA!"
Toyoran yang diterima olehnya cukup membekas dan melukai hatinya. Baru kali ini dia diinjak oleh teman temannya dan diperlakukan dengan kasar.
"Sempurna banget ya idup lo ratu! Anak orang kaya, punya kakak yang sayang sama lo, punya gebetan macem Zidane. Kurang apa lagi sih hidup lo?" Cerca Nancy padanya.
"Eh lo nggak tau? Gue sama ni anak SMP bareng kan, banyak rumor bertebaran, katanya dia bukan anak kandung Mama Papahnya, soalnya enggak mirip!" Lanjut Tiara yang tak berhentinya menjatuhkan Jingga.
Air matanya berlinang cukup banyak. Jingga mengambil tas dan segala perlengkapannya yang tertinggal di atas meja itu. Dia meninggalkan teman temannya dengan uang beberapa lembar untuk membayar makanan dan minuman yang mereka semua habiskan.
"Brengsek. Gue juga masih punya duit. Liat aja lo Ga." Tutur salah satu teman kelasnya itu padanya.
"Mas Daffin.."
Jalan Jingga tergopoh. Melihat sekitaran jalanan yang dia tempuh, rasanya semuanya berbayang. Jingga hampir keluar dari kesadarannya. Dia melihati sisi jalan kanan kiri mulai sepi dan saat dia mulai membuka ponselnya, waktu sudah menunjukan pukul sebelas malam. Dia sudah banyak menghabiskan waktu di luar dan tanpa sepengetahuan orang tuanya pada awalnya. Rasa bersalah yang dia rasakan cukup mendalam. Harusnya memang dia nggak pergi ke tempat itu dan masih menjaga harga dirinya di depan teman temannya. Jingga menutupi matanya yang basah dengan lengannya. Menunggu kendaraan yang tersisa untuknya.
Selain chat dari Daffin, Ayahnya dan Mimanya, ada satu pesan yang masuk tanpa nama, atau hanya nomor belaka. Dia berharap itu milik Zidane. Karena saat ini hatinya sedang rapuh, dan merasa sendirian. Pada kenyataanya Jingga memang bukan anak kandung dari Doyoung dan Kejora dan adik kandung Daffin. Jingga membiarkan dirinya larut dalam rasa sedih yang menusukan dadanya, membuat sesak di dalam karena dirinya seperti punya sebuah tanda tanya yang tak bisa selesai.
"Selamat malam.. anakku."
"Maksudnya calon anakku."
Beberapa chat terkirimkan bersamaan dengan foto foto yang dia terima.
Gambar itu masih dia tunggu, sampai dia selesai mengunduhnya.
Kakinya bergetar cukup hebat. Dia masih bisa menopang bobot tubuhnya disaat hatinya sakit luar biasa. Hatinya yang lembut dan penyayang menjadi hancur sebegitu cepat dan melemahkan kepercayaanya akan apa yang dia sayangi selama ini, apa yang menjadi kepercayaanya dan pedomannya menjalani kehidupan. Rasanya semua itu menghilang saat gambar gambar itu begitu jelas dia pertontonkan dengan mata kepalanya sendiri. Sakit hatinya kali ini lebih nyata, daripada saat - saat sebelumnya. Bahkan dia sempat berpikir untuk tidak pulang kembali ke rumah, dan bisa pergi jauh dari kenyataan yang sekarang harus dia terima.
Dia membawa langkah kakinya sampai pada sebuah ketinggian yang sulit dijangkau. Jingga nggak tau kemana lagi akan melangkah, sekarang .. perasaanya hanya ingin lebih jauh dan berbaur bersama bintang - bintang yang dirasa terang di atas kepalanya saat tempat pulang dan mengadunya sudah tiada.
"Bintang.. bintang Kejora.."
"Mima selalu bilang, katanya kalau aku lagi ngerasa sedih, aku disuruh lihat bintang."
"Walaupun jauh digapai, tapi sinarnya sampai."
"Walaupun jauh digapai, rasa sayangnya juga sampai."
"Walaupun jauh digapai.. tapi aku selalu berharap.. kalau aku adalah salah satu orang yang berharga yang tinggal didalam hati kalian. Aku mau kalian gapai aku, gapai hati aku, rangkul aku, cintai aku, sayangi aku.. "
"Tapi sayangnya semua berbeda."
"Satu bintang itu udah ngancurin bintang - bintang yang lain. Garis bintangnya udah nggak sejajar lagi.."
Jingga menaikan satu kakinya di atas tangga tanpa pegangan apapun. Menggapai bintang yang sedang dia bicarakan.
Saat angin berembus cukup kencang, Tubuhnya terbawa menuju arus angin yang kuat. Dia nggak bisa menggapai apapun. Pegangan yang saat ini dia miliki hanya kepercayaan dirinya, hanya tinggal sisa dan cerita.
Kata kata terakhir yang dia ucapkan sebelum ikut pergi bersama angin yang membawa tubuh ringkihnya dan mengajak semua rambutnya pergi menyatu lebih dulu..
"Ayah ...."
Akan dilanjutkan secepatnya. Semoga kalian tetap menunggu dan mensupport work ini seterusnya. Terima kasih. Selamat malam!
Vote dan komentarnya selalu aku tunggu hehe. Jangan lupa kasih jejaknya ya!
🌙