𝓶𝓸𝓻𝓽𝓪𝓵𝓪。

By itz-vyy

7.8K 1.4K 205

「Kim Jennie ft. Jeon Wonwoo.」 ❝Sebuah kesalahan kecil bisa menjungkir hidupmu sampai seratus delapan puluh de... More

◑ Preface ◐
-OO-
-O1-
-O2-
-O3-
-O4-
-O5-
-O6-
-O7-
-O8-
-O9-
-1O-
-11-
-12-
-13-
-14-
‐15-
-16-
-17-
-18-
-19-
-2O-
-21-
-22-
-23-
-24-
-25-
-26-
-28-
-29-
-30-
-31-
-32-
-33-

27.

144 30 11
By itz-vyy

         Livy menatap wajah Yerim yang masih pucat pasi. Sejak dibawa ke rumah sakit hingga sekarang, gadis itu belum juga sadar, entah apa yang salah dengan tubuh si Kim itu.

"Kau benaran mau kembali ke rumah itu?" Wonwoo bicara di belakang Livy.

Yang diajak bicara segera mengalihkan perhatian ke sumber suara. "Oppa, kita juga tahu kalau tidak mudah mengalahkan orang berkuasa tanpa kekuasaan. Di sini, hanya aku yang pernah memegang kekuasaan besar." Livy tersenyum kecil. "Sejujurnya aku juga tidak yakin soal apakah bisa kembali ke struktur keluarga Seo dan perusahaan seperti dulu. Tapi kalau tidak dicoba, kita mana tahu 'kan?"

Wonwoo menghela napas berat. "Bukan itu maksudku. Apa kau yakin sanggup kembali tinggal di rumah itu setelah rentetan kejadian mengerikan yang terjadi di sana? Terakhir kali kita ke sana, bukankah kau juga hampir kenapa-napa?"

Mendengar ucapan Wonwoo, perasaan ragu dan takut mulai menghampiri Livy lagi. Namun, gadis itu buru-buru tersenyum pertanda ia tidak masalah dengan semua itu. "Kalau aku terus sembunyi ketakutan di belakangmu, apa akan ada yang berubah, Oppa?" Ia melirik ke arah koper hitam di dekat tempatnya berdiri. "Sejak awal, ini masalahku. Aku yang melibatkanmu ke dalam ini semua. Bukankah kemarin kau bilang padaku, itu memang tugasmu sebagai polisi untuk melakukan penyelidikan, sedangkan aku bukan siapa-siapa? Sekarang aku juga ingin punya bagianku sendiri, bukan cuma menumpang padamu dan Seokmin."

Wonwoo tertegun usai mendengar ucapan Livy. Apa gadis itu merasa kalau dirinya telah menjadi beban bagi Wonwoo? Tapi sayangnya, Wonwoo justru sudah mulai terbiasa dengan kehadiran Livy di sekelilingnya. Kalau si gadis Seo itu mendadak pergi, Wonwoo tidak tahu bagaimana rasanya menjalani hari, mungkin bakal seperti sayur tanpa garam.

"Oppa?"

Panggilan dari Livy sanggup menyadarkan Wonwoo dari lamunannya. Lelaki itu kembali mengalihkan atensi pada si gadis Seo. Benar, Livy mau tinggal atau pergi itu adalah keputusan Livy sendiri. Wonwoo tidak bisa ikut campur soal itu. Toh Wonwoo juga baru menemui Livy kembali setelah bertahun-tahun lamanya.

"Kau mau pergi sekarang?" tanya Wonwoo.

Livy mengangguk. "Sepertinya lebih cepat lebih baik. Aku tidak bisa menunggu Yerim sadar." Gadis itu menatap ke arah Yerim lagi, kemudian berbalik ke Wonwoo. "Tolong sampaikan salamku untuk Yerim saat ia bangun nanti. Bilang saja kalau aku kembali untuk mengurus beberapa hal. Tapi tolong tetap rahasiakan dari dia kalau aku adalah Nona Muda keluarga Seo."

"Aku mengerti." Wonwoo mengambil napas panjang, seolah sedang mencatat baik-baik saat itu dalam tiap udara yang masuk ke paru-parunya. "Biar kuantar ke rumahmu."

Tangan Wonwoo hendak mengambil koper Livy, tapi si gadis Seo lebih dulu menepisnya. "Tidak perlu, Oppa. Aku akan pulang sendiri. Kau harus menjaga Yerim kalau-kalau gadis itu sadar. Kita belum tahu apa yang diinginkan sosok itu, takutnya dia juga mengincar Yerim."

Wonwoo sudah tidak dapat berbuat apa pun ketika kalimat barusan meluncur mulus dari bibir sang hawa. Bersamaan dengan kopernya yang digeret dan tungkai Livy yang perlahan menjauh, kepala si Jeon itu tertunduk lesu seperti habis melepas pergi setengah bagian dirinya.

"Oppa ...."

Namun, saat suara Livy kembali terdengar, Wonwoo segera mendongakkan kembali kepalanya. Ia dapati si gadis Seo tersenyum hingga matanya menyipit. Senyum yang jarang Wonwoo lihat dari gadis itu.

"Aku akan segera kembali lalu berkenalan secara resmi denganmu dan Seokmin."

Livy memarkirkan mobilnya di garasi rumah. Berlanjut jalan memasuki rumah megah bak istana yang sudah lama tidak ia tinggali lagi. Tangan kanan gadis itu menyeret koper, sementara yang satu dibiarkan terkulai begitu saja.

Begitu menginjak ruangan pertama setelah pintu masuk, Livy langsung disambut oleh beberapa pelayan yang sebelumnya memang dipekerjakan oleh mama papanya di rumah itu. Para pelayan tersebut memang tidak lagi berada di rumah semenjak kematian mama papanya, penangkapan Livy, serta jatuhnya tahta si gadis Seo itu. Namun, beruntung saja dulu papanya memperlakukan para pelayan dengan sangat baik sehingga mereka masih ingat untuk setia pada keluarga itu. Terutama kepala pelayan yang sudah melayani keluarga itu bahkan sebelum Livy lahir.

"Selamat datang kembali, Nona Seo." Kepala pelayan menyambut Livy dengan senyuman hangatnya. Badannya membungkuk beberapa derajat diikuti pelayan yang lain.

"Angkat badan kalian," ucap Livy. "Mulai sekarang kalian tidak usah membungkuk padaku, cukup jaga sopan santun saja."

Pandangannya beralih pada kepala pelayan. "Terimakasih karena sudah kembali bersama mereka."

Wanita tua itu tersenyum lembut. "Tidak masalah, Nona. Sampai kapan pun tugas kami memang melayani Anda."

Ia kemudian mengikuti Livy ketika gadis itu mulai berjalan lagi. "Semua bagian sudah kami bersihkan, Nona bisa istirahat dengan nyaman di sini."

Langkah Livy terhenti pada lokasi mama papanya terbunuh malam itu. Samar-samar, bayangan adegan malam itu kembali terlintas di benak Livy.

Kepala pelayan yang menyadari hal tersebut lantas segera bicara, "Nona, apa Anda baik-baik saja kembali ke sini?"

"Ya, aku harus baik-baik saja, Bibi."  Livy tersenyum tipis, lantas pandangannya beralih pada lorong di bawah tangga yang terus mengundang rasa penasarannya. "Apa Bibi tahu ruangan apa yang ada di ujung lorong itu?"

Kepala pelayan tidak langsung menjawab. Wanita itu sempat bungkam beberapa saat dengan ekspresi yang menjadi tanda bahwa ia enggan membicarakan perihal keberadaan ruangan tersebut. Namun, akhirnya ia tetap buka suara lantaran melihat air muka Livy yang sarat akan rasa ingin tahu.

"Saya juga tidak tahu. Tidak ada pelayan yang diperbolehkan atau berani masuk ke lorong itu, Nona. Bahkan Tuan besar juga tidak pernah menginjakkan kaki di sana."

Kening Livy berkerut. "Apa? Papa tidak pernah menginjakkan kaki di sana? Lalu kenapa ruangan itu dibuat?"

"Seingat saya, ruangan itu semula hanya gudang, tapi fungsinya mulai diubah saat Nyonya Kedua datang. Mulai saat itu tidak ada pelayan yang diperbolehkan memasuki ruangan. Urusan bersih-bersih dan yang lain selalu dikerjakan Nyonya Kedua sendiri."

"Nyonya Kedua? Maksud Bibi, istri kedua Papa?"

Kepala pelayan mengangguk, membenarkan ucapan Livy. Kalau itu istri kedua Papanya, bukankah berarti itu ibu Wonwoo? Tapi kenapa bisa ruangan suram itu miliknya? Kenapa tidak ada satu pun pelayan yang boleh masuk ke sana? Apa ibunya yang selama ini selalu Livy rindukan itu benar-benar pemilik ruangan di ujung lorong?

"Tapi omong-omong Nona, bagaimana Anda akan kembali ke perusahaan?"

Lamunan Livy perihal ibunya dan ruangan di  ujung lorong seketika lenyap ketika mendengar pertanyaan kepala pelayan. Benar juga, Livy belum sempat memikirkan hal itu dengan serius semenjak merencanakan kembali ke rumah.

"Ah, aku belum memikirkannya," ucap si gadis Seo. Beberapa sekon kemudian, ia menoleh sambil tersenyum miring. "Tapi Bibi tenang saja, mudah bagi Ratu untuk kembali ke tahtanya."

Suasana lobi perusahaan besar itu tidak jauh berbeda dari biasanya. Para pegawai mulai datang kerja di jam masuk, menempelkan kartu pegawai mereka agar bisa leluasa masuk ke dalam perusahaan tempat mereka bekerja. Para penjaga menjaga pintu dan menghalangi orang tidak berkepentingan untuk masuk begitu saja.

Satu-satunya yang beda dari hari biasa selama beberapa bulan itu adalah keberadaan mobil mewah kesayangan Livy yang direm mendadak hingga menyebabkan bunyi decitan tepat di depan pintu masuk.

Begitu si pemilik mobil keluar dari dalam sana dengan penampilan elegan seperti sosoknya yang dulu, semua orang yang melihat langsung kebingungan. Entah mau menyapa dan membungkukkan badan seperti dulu, atau mau mengusirnya. Sebab, tentu saja semua orang di sana tahu kalau si gadis Seo itu sudah didepak dari struktur perusahaan.

"Apa ini? Kenapa tidak ada yang menyambutku?" Livy menaikkan sebelah alisnya, mencoba beri intimidasi pada orang-orang di hadapannya.

Saat masih tampak kebingungan di wajah mereka, Livy terkekeh kecil. "Ah, sepertinya kalian belum tahu kalau mulai hari ini aku akan kembali ke sini." Ia melunturkan senyum remehnya. "Masih mau bersikap begini padaku?"

Seketika, orang-orang tadi membungkukkan badannya pada Livy sembari memberi ucapan selamat datang. Senyuman menang langsung tersungging di bibir Livy. Gadis itu sukses melenggang masuk ke dalam perusahaan.

Semalam, saat kebingungan mulai melanda si Seo lantaran tidak dapat memikirkan cara untuk kembali ke posisinya di perusahaan, kebetulan sekali pengacara papanya menelpon dan mengatakan kalau ia sudah dengar kabar kembalinya Livy dari kepala pelayan.

Entah bisa dibilang beruntung atau tidak, tapi Livy baru tahu saat ia bertemu dengan pengacara papanya, kalau hak waris perusahaan sudah diberikan pada Livy. Memang belum disahkan oleh Tuan Seo, sebab insiden malam itu datang secara tiba-tiba. Namun, ada pernyataan lain yang mengatakan Livy tetap akan mewarisi perusahaan tersebut jika mereka dalam situasi terdesak dan bila Livy sudah siap untuk memegang posisi penting tersebut.

Livy membuka ruangan presdir begitu saja, sebabkan pria paruh baya yang semula sedang duduk tenang di kursi presdir jadi terbangun kaget.

"Apa yang kau lakukan di sini!" Pria itu langsung menyeru tidak senang atas kedatangan Livy. "Apa pantas seorang pembunuh berkeliaran begitu di perusahaan ini?!"

Livy tertawa mengejek. Ia pikir, pamannya itu benar-benar lucu. Kira-kira bagaimana ya ekspresinya jika mengetahui sebentar lagi ia yang akan didepak dari perusahaan itu.

"Ah, Paman. Kenapa bicara begitu pada keponakan manismu ini?" katanya, masih belum melepas raut meremehkan di wajahnya. "Aku datang kemari tentu saja untuk bekerja. Ah, omong-omong, Paman harus menyingkir dari sana, itu kursiku."

"Kursimu? Gadis gila, apa kau lupa kalau sudah diusir dari sini?!"

Ekspresi wajah Livy berubah datar. Gadis itu lantas melemparkan sebuah dokumen ke meja. "Hei, Pak Tua, bisa tidak baca dulu ini?"

Pamannya meraih dokumen itu, mulai membaca satu per-satu kalimat di dalamnya hingga air mukanya berubah kaget bukan main.

"Sudah selesai? Makannya jangan cuma menyalak seperti anjing kalau tidak tahu situasinya, sialan."

Mulai saat itu juga, Seo Livy resmi kembali ke perusahaan sebagai presiden direktur.

[]

Stlh sampai sini, apakah kalian tercerahkan atau tergelapkan gais ^﹀^

Continue Reading

You'll Also Like

511K 32.8K 43
Berisi tentang kekejaman pria bernama Valter D'onofrio, dia dikenal sebagai Senor V. Darah, kasino, dan kegelapan adalah dunianya. Tak ada yang dapat...
21.6K 957 66
cerita dewasa tentang penyuka sesama jenis, bagi yang umumnya dibawah 18 tahun, harap segera pergi dari lapak saya! sekian, terima kasih!😇
30.3K 812 53
Sebelum baca cerita ini lebih baik baca cerita orang tuanya dulu ya, biar gak bingung nanti. Jangan lupa follow, komen dan votenya. See you. JANGAN...
Mine |JESBIBLE| By cyra

Mystery / Thriller

95.9K 6.7K 29
Jespipat Tilapornputt, psikopat gila berkedok CEO. Dia lebih kejam daripada ayahnya. Tidak hanya membunuh, tapi dia lebih suka bermain-main dengan ko...