Menerobos Kabut Merah

By RobyElQolby

287 72 5

Semakin banyak anak-anak yang tak peduli dengan masa depan mereka, semakin berat pula beban yang akan ditangg... More

1. suasana baru
2. ingin tahu
3. teracuni
4. bebas
5. Politik Ohh politik
6. Siapa Dia
7. De-De-FIL (Diam-Diam Falling In Love)
9. Gara-gara Cinta
10. Hati-hati!!!
11. Sedang Apa Dia Di Sini
12. Sekolah Impian
13. Sadar
14. Merasakan
15. Penerus Bangsa
16. Korupsi lagi, gila korupsi
17. Ikut diintrogasi
18. Masih Bisa Berubah
19. udara segar
20. Epilog

8. Jangan Salah Faham Donk!!!

4 2 0
By RobyElQolby


_8. Jangan Salah Faham Donk!!!_

Pertemuan beberpa hari masih hangat di pikiran Radit. Membuat Radit penasaran dan ingin lebih tahu bagaiman seorang Rifa Robihah. Tapi bagaimana? Siapakah yang harus ia tanya untuk mengetahui seorang rifa Robihah?

Di dalam kamarnya yang cukup luas. Di dekat jendela, Radit pun berdiri. Mencari setitik ide agar apa yang diinginkan bisa terwujud.

TINA. Betul sekali. Yang ada di pikiran Radit adalah Tina. Sahabat dekat dari Rifa. Ini merupakan suatu ide yang sangat tepat baginya. Ciiihhuuyy, lagi-lagi Radit melompat kegirangan. Radit merasa menjadi orang yang tercerdas dalam urusan cinta. Walaupun pada kenyataannya tidak demikian. Bukan kah selama ini ia selalu tak merespon dengan teriakan teman-teman wanitanya sewaktu dia di sekolah dulu dan di kampus pada saat ini.

Ya namanya juga orang jatuh cinta. Mau dikata apa? Toh memang seperti itu adanya. Apalagi cintanya anak seumuran Radit. Dunia ini serba terbalik. Kini Radit hanya hanya memikirkan bagaimana cara ia bisa dekat dengan Tina. Demi mendapatkan info seorang Rifa.

*****

"Tina!!!" panggil Radit.

"Apaan?" jawab Tina.

"Eemmmhh, minta nomor hape loe dong."

"Hah, nomor hape???" kata Tina terkejut. Kini Tina yang punya perasaan ke Radit, mulai kege-eran.

"Iya, nomor hape."

"Buat apaan?, nggak biasanya kamu minta nomor hape perempuan."

"Ya, buat ngobrol-ngobrol aja. Emangnya nggak boleh gue minta nomor loe?"

"Boleh kok, boleh. Nih!" Tina langsung menyodorkan nomor ponselnya dari hapenya ke Radit. Radit pun segera mencatat nomor hape Tina di Ponselnya.

"Ya udah, Dit. Aku mau masuk ke kelas dulu yah. Ada jam kuliah nih."

"Iya, iya. Makasih yah, Tin. Nanti malam gue hubungin loe."

'Iya," kata Tina sambil berlalu menjauh dari Radit.

Hahaha, Radit pun tertawa. Kini, kesempatan ia untuk kenal dengan Rifa semakin dekat. Segera ia pergi meninggalkan tempat ia berkomunikasi dengan Tina.

Tak disadari oleh Radit. Dari balik pohon yang besar, yang berada di halaman kampus. Tak sengaja Ryan melihat Radit yang berbincang-bincang dengan Tina. Timbul seribu pertanyaan di dalam benak Ryan. Karena tak biasanya Radit mendekati wanita lebih dulu. Apalagi, wanita yang di dekati Radit adalah Tina. Wanita yang menjadi incaran Ryan.

Beberapa menit Radit pergi meninggalkan tersebut. Ryan pun segera keluar dari persembunyiaannya dan kembali ke kelas.

*****

Jarum jam telah menunjukkan pukul 20. 00 WIB. Malam ini, malam minggu. Malam yang mempunyai waktu yang panjang bagi anak muda. Terlebih Radit yang sedang kasmaran. Kamarnya yang berantakkan pun tak dihiraukannya. Entah sejak kapan kamarnya seperti kapal pecah.

Telpon-Nggak-Telpon-Nggak.

Kata Radit yang sedang kebingungan. Ia malu jika ia harus menelpon Tina dan langsung banyak bertanya tentang Rifa. Radit pun mencari ide. Bagaimana agar Tina tak terlalu curiga.

Aha, kini Radit telah menemukan ide tersebut. Segera ia mengambil ponselnya dan menelpon Tina. Tak diangkat. Radit coba hubungi kembali.

"Halo, Dit. Ada apa???"

Yes, kata Radit. Akhirnya Tina mengangkat telponnya juga. Sedangkan Tina mesem-mesem. Kini ia merasa seperti bidadari. Alhamdulillah, akhirnya Radit nelpon gue juga. Kata Tina di dalam batinnya.

"Emm, iya halo, Tin. Eeeuu, lagi apa sekarang?"

"Lagi tidur-tiduran aja. Emang kenapa?"

"Nggak apa-apa kok. Owh yah, kalo boleh tahu, Tina rumahnya di daerah mana sih?" tanya Radit. Ia mulai menjalankan idenya.

Hah, nanyain Rumah? Nggak salah nih Radit nanyain rumah gue? Waduh ada apa yah, jangan-jangan dia juga punya rasa nih sama gue. Asyik....

Tina mulai melayang. Bagaikan burung yang menari-nari di balik awan. Kini, senyumannya melebihi senyuman bidadari. Sungguh, tak menyangka kalau Radit yang selama ini cuek kepada kaum hawa. Bisa-bisanya Radit menanyakan rumahnya.

"Halo, Tin. Kok diem aja sih?"

"Eeeuu, eeeuu, nggak kok, ekh kenapa, kenapa? Tadi kamu nanya apa?"

"Rumah Tina dimana?" Radit mengulang pertanyaannya kembali.

"Di jalan setia nomor 40. Emang kenapa, Dit?"

"Nggak apa-apa, emang salah kalo mau tahu? Atau nggak boleh tahu?"

"Boleh kok, boleh, mau main juga nggak apa-apa. Terbuka kok buat kamu?"

"Serius nih?"

"I,iyah, banget seriusnya juga," jawab Tina dengan senang hati.

Radit segera menanyakan hal yang lain. Rumah Anita dimana? Rumah Shilfa dimana? Dan yang terakhir, Dimana Rumah Rifa?. Dan semua pertanyaan Radit segera dijawab oleh Tina dengan senang hati. Banyak hal yang ditanyakan oleh Radit kepada Tina. Tina pun menjawab tanpa ada curiga tentang visi Radit. Beberapa hal dari Rifa, kini Radit telah mengetahuinya.

Jika memang ada sedikit kecurigaan pada Tina tentang pertanyaan yang dilontarkan Radit. Radit pun dengan sergap mengalihkan kecurigaan dengan cara menanyakan tentang Tina kembali.

"Owh iya, Tin. Emmm, udah dulu yah, udah kelamaan nih kita ngobrol. Kapan-kapan disambung lagi deh. Takut ganggu gue-nya."

"Iya, iya. Nggak apa-apa kok. Kamu nggak ganggu/ "

Mereka pun mengakhiri pembicaraan mereka. Radit segera membanting tubuhnya ke atas kasurnya yang empuk. Sambil tersenyum-tersenyum sendiri.

*****

Dari kejauhan, Ryan memperhatikan Radit dan Tina yang sedang berbincang cukup lama. Di dalam benak Ryan. Hal apa yang dibicarakan oleh Radit dan Tina. Apa iya, mereka mempunyai hubungan spesial. Celaka dua belas nih, kata Ryan dalam hatinya. Pastinya ia akan kalah saing jika harus berdampingan dengan Radit.

Ryan yang menyadari wajahnya hanya pas-pasan. Tak mungkin ia bisa mendapatkan Tina. Lebih tegas lagi mata Ryan memperhatikan Radit dan Tina yng berada di halaman kampus. Memperhatikan gerak bibir mereka.

Masih saja belum ketebak. Hal apa yang sebenarnya dibicarakan oleh mereka berdua.

Akh, mungkin hanya masalah tugas kuliah. Kata Ryan, coba ber-husnuzhon. Tak mungkin, Radit menjadi teman makan teman. Tapi, bukankah mereka berdua tidak sekelas. Berarti buka hal itu. Sangka Ryan kembali. Lalu apa? Hati Ryan terus bertanya-tanya.

Tina terlihat kesemsem. Membuat curiga. Ditambah lagi, Radit yang berlagak lugu, tak seperti biasanya. Kecurigaan Ryan semakin kuat. Sepertinya mereka mempunyai hubungan spesial.

Karena, akhir-akhir ini, Ryan tak hanya saja mempergoki mereka sedang akrab berduaan. Hal ini terjadi berkali-kali. Bahkan, ketika Ryan dan Jono sedang bermain ke rumah Radit beberapa hari yang lalu. Di dalam kamar Radit. Ponsel Radit berdering. Sebuah panggilan masuk dari Tina. Radit yang sengaja meninggalkan ponselnya di atas kasur untuk pergi ke kamar mandi. Tak menyadari ada panggilan masuk. Panggilan masuk dari Tina disadari oleh Ryan yang berada di atas kasur Radit. Hanya saja, Ryan tak mengangkatnya hingga panggilan masuk ke ponsel Radit berhenti. Cukup tahu saja.

"Panggilan dari siapa nih?" kata Radit yang baru saja keluar dari kamar mandi dan langsung membuka ponselnya.

Ryan hanya pura-pura terdiam, tak menghiraukan. Sambil memegang dan membaca majalah remaja di atas kasur.

"Owh, dia toh," kata Radit sambil tersenyum dan berjalan keluar kamarnya. Di depan kamarnya Radit pun segera menghubungi kembali panggilan masuk yang ada di ponselnya.

"Ada apa, Tin?" tanya Radit.

"Ini, Dit..."

Bla-bla-bla

Ryan tak bisa mendengarkan yang dibicarakan oleh Radit dan Tina. Karena tiba-tiba Radit menutup pintu kamarnya dari luar.

Hingga beberapa hari kemudian. Ryan pun tak sengaja melihat Radit sedang duduk berduaan di depan sebuah mall. Bertambahlah kecurigaan Ryan terhadap Radit. Bahkan, Ketika Ryan berkunjung ke rumah Tina. Tak tahunya, Tina sedang tak ada di rumah. Ryan pun bertemu dengan Ibu Tina. Di ceritakan semuanya kepada Ryan, bahwa sekitar dua hari yang lalu ada seorang laki-laki seumuran Ryan berkunjung ke rumah tersebut. Dijelaskannya semua ciri-ciri laki-laki tersebut. dan Ibu Tina mengatakan bahwa sekarang Tina sedang pergi keluar bersama pemuda itu.

Jangan-jangan Radit. Persis sekali dengan ciri-cirinya. Kata sangkaan Ryan.

"Tapi, ibu lupa namanya, Nak Ryan. Seinget-inget ibu mah, Ait atau Dito atau siapa yah. Pokoknya mah, Dit, Dit, gitu deh, nggak tahu akh, Ibu lupa," kata Ibunya Tina. Yang lupa dengan nama laki-laki tersebut.

"Owh, Radit???" kata Ryan coba menebak.

"Iyah, betul. Kalo nggak salah namanya Radit. Ibu baru inget."

Sudah besar dugaan Ryan. Bahwa Radit dan Tina ada hubungan spesial.

Wah, kurang ajar juga nih Radit. Teman makan teman. Tak tahu, bahwa dirinya sedang mendekati Tina. Kata batin Ryan menggerutu.

*****

Kini, Ryan mulai menjauhi Radit. Merasa Radit menusuknya dari belakang. Tanpa harus bertanya, semua sudah jelas di mata Ryan. Kalau mereka, Radit dan Tina mempunyai hubungan spesial. Jangan kan untuk menegor Radit. Menjawab sapaan Radit pun, Ryan tak sudi. Bahkan, enggan berjabat tangan.

Mula-mula, Radit tak menghiraukan sikap Ryan yang berubah. Lama-lama, mengundang sejuta pertanyaan dalam benak Radit. Hal apakah yang membuat Ryan bersikap demikian. Sebelumnya, Radit tak terlalu menghiraukan perasaan yang ada pada Ryan terhadap Tina. Karena, memang Radit tak pernah mengurusi tentang dunia asmara siapa pun. Benar-benar tak tahu.

Beberapa kali Radit mencoba bertanya. Hal apakah yang sebenarnya terjadi. Tapi, tak mendapatkan jawaban yang tegas dan jelas dari Ryan. Hanya wajah yang sedikit pahit saja. Dan kata "nggak ada apa-apa kok". Kata-kata yang mempunyai sejuta makna misteri. Tak mungkin tak ada masalah.

Tapi, memang dasar Radit yang sedang kasmaran. Terkadang perselisihan pertemanan pun tak terlalu dihiraukan. Inilah bahayanya cinta pada anak muda.

"Yan, sebenarnya ada apa sih? Kok tiba-tiba, sikap loe nggak enak gitu ke gue?" tanya Radit suatu hari di sebuah ruangan gedung kampus yang kosong.

"Nggak ada apa-apa kok," lagi-lagi kata itu yang hanya keluar dari mulut Ryan.

"Tapi, kok muka loe kaya pahit gitu kalo lihat gue?"

"Akh, biasa aja."

"Serius nih?"

"Kelihatannya?" tanya Ryan balik. Ryan pun segera pergi meninggalkan Radit seorang diri di dalam ruangan. Masih dengan wajah Ryan yang cukup pahit.

"Ada apa yah, sama tuh anak? Tapi, bodo amat akh. Toh gue udah nanya. Dan gue merasa nggak punya masalah."

*****

Melihat Radit dan Ryan yang semakin hari semakin menjauh. Jono pun lama kelamaan menyadarinya. Aneh, bagaimana tak aneh. Jika mereka yang hampir setiap harinya selalu bersama. Tiba-tiba menjauh. Jono pun menjadi korban. Beberapa hari ini, Jono sering duduk sendirian. Kedua temannya, Radit dan Ryan tak ada komunikasi sama sekali. Sulit untuk ditemui. Ada apa sebenarnya dengan mereka?

"Dit, loe kenapa sih sama si Ryan? Kok jauh-jauhan begitu sih?" tanya Jono.

"Mana gue tahu. Tanya aja sama tuh anak, dia aja gitu," kata Radit yang mulai jengkel dengan sikap Ryan hyang begitu dingin.

"Aneh loe pada. Gue tanya Ryan, jawabnya nggak tahu. Gue nanya loe, jawabannya juga nggak tahu. Terus, apa lagi gitu yang harus gue tanya sama loe berdua? Biar jawabnya tahu, tahu dan tahu."

"Udah akh, nggak penting ngurusin yang beginian. Mending loe ngurusin cinta loe sama Shilfa tuh."

"Hah,cinta?" Jono terkejut. "apa? apa? coba loe ulangin sekali lagi, Dit. Loe bilang cinta? Sejak kapan loe perhatian sama masalah cinta-cintaan? Loe sakit yah?" Jono memegang kening Radit.

"Apaan sih loe, aneh banget," Radit langsung berlalu pergi meninggalkan Jono. Tak mau diintrogasi oleh Jono.

"Ya aneh lah. Woy!!! Dit. Loe mau kemana?"

"Mau ke kantin," jawab Radit yang sudah mulai menjauh.

"Gue ikut dong. Laper nih," Jono langsung menyusul langkah Radit.

*****

Di sudut gedung kampus mereka, Radit dan Ryan berselisih. Lama-kelamaan, Ryan berjalan pada sangkaannya. Terjadi keributan kecil diantara mereka berdua. Seperti anak-anak kecil yang berebut mainan. Tak sengaja Jono yang lewat di sekitar tempat kejadian dan melihatnya segera menghampiri. Mencoba mengatasi perselisihan diantara kedua temannya.

"Eh, apa-apaan sih loe berdua. Udah kaya anak kecil aja. Kita nih friends bro. Apa sih yang loe –loe pada ributin?" kata Jono.

"Akh, loe tuh, Dit. Teman-makan teman. Masa loe gebet juga si Tina. Gue tahu, loe lebih ganteng dari pada gue," suara Ryan meninggi.

Jono pun menatap kedua wajah kedua temannya secara bergantian dan berulang-ulang. Iya juga sih, kata Jono. Lebih gantengan Radit. Bahkan jauh berbeda. Hehehehe

"Tapi, nggak gitu juga keelleess. Pokoknya, loe udah jadi pengkhianat!!!" Ryan menunjuk wajah Radit.

"Dih, maksud loe apaan sih? Siapa yang mau ngedeketin Tina. Orang gue..."

"Akhhhh, pokoknya loe pengkhianat," Ryan memotong perkataan Radit dan tak mau mendengarkan penjelasan Radit. Ryan pun segera melangkah meninggalkan Radit dan Jono.

"Heh, Yan. Dengerin dulu. loe mau kemana?" tanya Radit. Radit pun mencoba menarik tangan Ryan. Radit berusaha menghalau langkah Ryan unuk pergi.

"Apaan sih loe. Bodo amat gue mau kemana juga. Bukan urusan loe. Sekarang kita masing-masing aja. OK!!!"

Radit dan Jono hanya meratapi kepergian sahabatnya. Sebenarnya hanya terjadi kesalah fahaman saja. Dan Ryan tak mau mendengarkan semuanya. Biarkanlah, mungkin hatinya masih panas. Radit mencoba berpikir dewasa.

Kini, hanya tinggal ada Jono saja di sisinya. Radit pun mencoba menjelaskan semua kepada Jono. Jono mendengarkan dengan seksama. Hanya mengangguk-angguk saja mendengarkan penjelasan dari Radit.

"Owh, gitu toh. Gue faham, gue faham. Bahaya nih kalo nggak dijelasin buru-buru. Jangan cuma gara-gara cewek, persahabatan kita ancur. Biar nanti gue cari waktu yang enak buat ngomong sama Ryan. Dan loe, cukup diam."

*****

Jono dan Ryan berada di bawah pohon besar yang berada di halaman kampus mereka. Secara perlahan-lahan, Jono meminta Ryan untuk bercerita. Apa yang sebenarnya terjadi. Semua yang diketahui dan disaksikan Ryan pun diceritakan olehnya kepada Jono. Kini Jono benar-benar faham. Semua hanya ada kesalah fahaman diantara Radit dan Jono.

Jono pun menceritakan apa yang dijelaskan oleh Radit. Tentang kedekatan Radit dan Tina. Setelah bersusah payah Jono menjelaskan, barulah Ryan faham. Ternyata ia hanya salah faham tentang apa yang dilihatnya selama ini.

Ryan pun menjadi malu atas sikapnya yang tiba-tiba menyangka Radit mempunyai hubungan spesial dengan Tina, wanita yang didambakan oleh Ryan.

Segera Ryan bangkit dari duduknya untuk mencari Radit. Baru saja ia berdiri dan membalikkan badannya. Tak tahu kapan datangnya, Radit sudah ada di dekat mereka. Radit pun tersenyum. Segera Ryan menghampiri Radit dan meminta maaf. Radit pun memafkannya. Karena memang ia faham betul, bahwa Ryan hanya salah sangka saja.

Ini pun salah Radit. Seharusnya Radit bisa berbicara terlebih dahulu kepada Ryan. Kalau ia ingin bertanya dengan Tina tentang Rifa. Radit pun meminta maaf atas kekhilafannya. Ryan pun memafkannya. Ryan dan Radit pun saling berjabat tangan dan berpelukan. Kini mereka bertiga, Radit, Ryan dan Jono. Bisa bersahabat kembali dan berkumpul lagi seperti biasanya.

Itu-lah dunia persahabatan. Penuh warna-warni. Tak selalu akur, pasti ada cerita perselisihan walaupun hanya sedikit. Apalagi urusan hati dengan lawan jenis. Apakah kita semua bisa menyelesaikannya secara kekeluargaan atau tidak. Tergantung bagaimana kedewasaan seseorang tersebut.

Continue Reading

You'll Also Like

5M 920K 50
was #1 in angst [part 22-end privated] ❝masih berpikir jaemin vakum karena cedera? you are totally wrong.❞▫not an au Started on August 19th 2017 #4 1...
1.6M 79.6K 61
LO PLAGIAT GUE SANTET 🚫 "Kita emang nggak pernah kenal, tapi kehidupan yang Lo kasih ke gue sangat berarti neyra Gea denandra ' ~zea~ _____________...
1.9M 106K 53
"Lihat saudaramu yang lain! Mereka berprestasi! Tidak buat onar! Membanggakan orang tua!" Baginya yang terbiasa dibandingkan dengan saudara sendiri...
716K 67.2K 50
{Rilis in :1 February 2021} [Fantasy Vampire series] Ivylina terjebak di sebuah Museum kuno di negara Rumania dan terkunci di kamar yang penuh dengan...