Halo teman-teman semua. Perkenalkan, nama saya Gusti Riant. Atau biasa dipanggil Rian atau Rean😁
Sebelumnya, terima kasih sudah mengundang saya malam ini. Saya senang sekali. Terima kasih kepada admin dan moderator, juga seluruh peserta.
Pembahasan kita malam ini tentang cara atau tip menyusun klimaks dan antiklimaks. Materinya tidak banyak, sedikit saja. Saya lebih suka berinteraksi dan menjawab langsung pertanyaan teman-teman.
Kalau begitu, kita langsung mulai saja.
Sebenarnya tidak ada standar baku tentang cara menulis novel selain strukur plotnya yang terdiri awal, tengah, dan akhir. Namun, dengan mengetahui elemen-elemen dalam novel, maka kita akan lebih mudah mengembangkan cerita agar fokus dan tidak menjalar ke mana-mana.
Salah satu elemen dalam novel adalah klimaks dan antiklimaks. Sebenarnya, kedua hal itu tidak bisa dipisahkan dan bisa dibilang satu kesatuan.
Klimaks adalah puncak atau titik balik cerita. Bagian paling dalam dramatis dalam cerita, yang mana ketika protagonis memahami apa yang seharusnya dilakukannya yang akan berujung pada konflik akhir.
Sedangkan antiklimaks adalah di mana konflik sudah mencapai titik terang dan berhasil mendapatkan jalan penyelesaian atau jalan keluar.
Kenapa klimaks dikatakan titik balik atau titik seberang cerita?
Klimaks dikatakan titik balik karena di tahap ini alur cerita akan mengubah sikap atau nasib tokoh. Misal, yang awalnya tokoh utamanya jahat dan suka berbuat dosa, setelah melewati klimaks, tokoh utama akan tobat atau sekurangnya sadar.
Contoh lain, ketika seorang tokoh yang awalnya diremehkan dan tidak dianggap, ketika sudah mencapai klimaks, tokoh ini menjadi diperhitungkan dan sangat dibutuhkan.
Ini contohnya banyak sekali, kita lihat saja di anime Naruto, yang awalnya dibenci, tidak dianggap, diabaikan, setelah melewati perang besar, ia menjadi salah satu ninja terhebat dan berhasil mengalahkan musuh terkuat.
Lalu antiklimaksnya, ia menjadi hokage. Sehingga membuktikan premis awalnya, bahwa ia ingin menjadi seorang Hokage.
Jika diibaratkan cerita yang kita tulis itu pertanyaan, maka jawabannya berada di klimaks.
Dan antiklimaks adalah pembuktian dari premis yang sudah kita susun sejak awal.
Maaf sebelumnya kalo contoh saya ambil dari anime, ya😁
Lalu, apakah ada konflik setelah klimaks?
Ada.
Namanya klimaks penyelesaian, konflik yang intensitasnya sudah menurun dan tidak diselesaikan sebelum klimaks utama.
Saya contohkan lagi di anime Naruto. Setelah perang besar berakhir, ada satu masalah yang belum selesai, yaitu janji Naruto pada Sasuke di Lembah Akhir. Maka klimaks penyelesaiannya, setelah perang besar, mereka berdua pun melakukan duel terakhir untuk menentukan masa depan Dunia Ninja. Akhirnya pertarungan itu dimenangkan Naruto walaupun kedua tangan mereka sama-sama buntung.
Itu dinamakan klimaks penyelesaian.
Sekarang kita masuk ke tip-tip dalam membuat klimaks dan antiklimaks.
Adapun Tip-tip membuat atau menyusun klimaks dan antiklimaks adalah:
1. Fokuskan pada satu konflik utama
Sebelum mencapai klimaks, konflik-konflik kecil dan pendukung harus diselesaikan dulu. Jangan sampai konflik-konflik kecil sepanjang cerita kita biarkan begitu saja dan tanpa ada penyelesaian, bahkan setelah klimaks. Jadi, selesaikan semua konflik kecil, lalu kita bisa fokuskan pada konflik utama.
Misalnya: Tokoh utama (laki-laki) ingin mencari adiknya yang hilang sejak kecil, tapi dihalangi oleh istrinya (konflik pendukung ini diselesaikan dulu), lalu klimaksnya ia berhasil menemukan adiknya.
2. Munculkan kejutan kepada pembaca
Buatlah kejutan tak terduga dari pengembangan konflik utama. Konflik utama bisa kita kembangkan menjadi informasi baru yang mengejutkan pembaca. Biasanya kejutannya ini paling efektif diletakin di akhir cerita. Walaupun ada beberapa kejutan atau twist di awal atau tengah cerita.
Misalnya dari cerita tadi di atas, setelah ia menemukan adiknya, ternyata adik kandungnya itu istrinya sendiri.
Jadi, akan muncul plot twist di akhir cerita berdasarkan pengembangan dari konflik utama. Tapi di sini harus hati-hati, jangan sampai memaksakan plot twist, karena beberapa penulis ingin membuat kejutan tapi terkesan memaksa dan tidak natural.
3. Hadirkan Klimaks palsu
Ini sebenarnya tidak wajib, tapi selama menulis bisa kita hadirkan konflik atau klimaks palsu. Konflik ini bertujuan sebagai pengecoh pembaca dan tidak menyangka akan ending seperti itu. Pembaca mengira sudah ending, ternyata itu baru ending palsu.
Misalnya, kita lanjutkan cerita di atas. Setelah itu ia tahu kalau adik kandungnya ternyata istrinya, ternyata itu klimaks palsu. Klimaks sebenarnya ternyata adik kandung si tokoh utama sudah mati sejak lama dibunuh oleh istrinya dan si istrinya ini memakai identitas adiknya, oleh karena itu istrinya menghalangi si tokoh utama melakukan pencarian.
4. Sentuh emosi pembaca
Setelah kita berada di tahap akhir, saatnya kita mencoba menyentuh emosi dan perasaan pembaca, sehingga nanti akan memberikan kesan setelah selesai membaca. Emosi pembaca bisa bersifat postif atau juga bersifat negatif. Tergantung kita mau yang mana dan sesuai dengan kebutuhan cerita.
Misalnya, setelah si tokoh utama mengetahui kalau adiknya dibunuh oleh istrinya, si tokoh utama bisa memaafkan istrinya atau bisa juga balas dendam dengan membunuh juga, atau bisa juga istrinya bunuh diri.
Semua tergantung dari penulisnya, yang terpenting bagaimana mengaduk-aduk emosi pembaca.
5. Berikan ganjaran bagi tokoh
Setiap pencapaian harus diberikan suatu reward atau ganjaran, tidak terkecuali tokoh dalam cerita kita. Berikan ganjaran atas apa yang sudah dilakukan si tokoh. Misalnya, di cerita sebelumnya, ganjaran bagi si tokoh, ia mengetahui nasib adiknya dan membuka kedok istrinya. Istrinya dimasukkan ke penjara atau bunuh diri, itu juga termasuk ganjaran dan konsekuensi.
Contoh lain, seperti yang sering teman-teman tonton, si tokoh utama kena azab terkena penyakit stroke atau jatuh miskin. Itu juga termasuk ganjaran bagi si tokoh.
6. Tokoh menemukan atau mendapatkan hal baru
Seperti yang sudah dibahas di atas, si tokoh protagonis setelah melewati klimaks maka akan mendapat suatu hal baru. Bisa secara terlihat maupun tidak terlihat. Baik dampakya secara fisik maupun psikis tokohnya.
7. Buat grafik konflik
Dengan menggunakan grafik konflik, kita akan tahu di mana klimaks dan antiklimaks. Bisa menggunakan sistem diagram, dari situ kita bisa melihat bagaimana dari satu konflik ke konflik yang disusun semakin meningkat sehingga berujung pada klimaks. Lalu mulai menurun secara perlahan, yang berarti sudah memasuki antiklimaks.
Mungkin 7 itu saja dulu tip-tip dari saya. Sebenarnya masih ada lagi, tapi tergantung genre cerita, misalnya untuk cerita misteri dan detektif klimaksnya lebih komplet.
Sampai di sini dulu pembahasan kita, untuk selanjutnya mari diskusikan yang sudah kita bahas.
List pertanyaan sesi ke-1 :
1. Seta || Halo Kak Riant! Izin bertanya. Bisa ngak atau apakah baik untuk strategi cerita kita sampai di klimaks saja? Maksud aku, ini bisa mengundang rasa penasaran pembaca, kalau ada penerbit tertarik, antiklimaksnya diletakkan di sana.
2. Rini || Malam kak, mau tanya. Apakah klimaks penyelesaian itu wajib ada? Bolehkah dicukupkan dengan klimaks dan antiklimaks saja? Dan ada nggak sih kak hambatan-hambatan crucial yang bisa membuat suatu klimaks dan anti klimaks dalam suatu cerita tidak menarik atau membosankan bagi para pembaca?
Terima kasih.
3. Lily || Malam kak saya mau bertanya. Kak plot twist yang terkesan memaksa dan tidak natural itu seperti apa ya kak dan bagaimana cara kita mengatasinya? Terima kasih kak.
Jawaban Kak Rian
1. Halo Kak Seta.
Boleh. Untuk strategi pemasaran kita bisa memposting cukup sampai di klimaks saja. Saya malah pernah posting sampai mendekati klimaks saja.
Tapi masalahnya di pembaca. Pembaca cerita kita merasa dikecewakan setelah sekian lama mengikuti cerita kita.
Gimana solusinya?
Saya bikin 2 versi ending. Jadi versi platfrom sama versi cetak akan berbeda. Yang jelas, versi terbaik kita jelas yang cetak.
2. Halo Kak Rini.
Klimaks penyelesain nggak wajib. Tergantung cerita yang kita tulis aja. Yang penting di cerita kita resolusinya jelas. Semua konflik selesai. Ada juga konflik belum selesai dengan alasan sekuel.
Beberapa kendala dalam menyusun klimaks itu:
Pertama, terlalu terburu-buru mengakhiri cerita.
Kedua, terlalu pelan temponya. Ini juga akan membosan. Jadi sedang-sedang saja.
Ketiga, buat kejutan di klimaks.
Jangan buat terlalu datar. Simpan semua kejutan2 kita di klimaks agar pembaca terus penasaran.
3. Halo Kak Lily.
Bagi saya plot twist yang nggak natural itu, tiba-tiba nongol gitu aja di ending. Untuk menyusun plot twist, kita harus meninggalkan atau memberikan petunjuk di bab-bab sebelumnya.
Jadi, untuk plot twist, kita harus rencankan dulu sejak awal. Kita rencanakan secara matang. Kita tinggalin petunjuk-petunjuk sepanjang cerita. Jadi jika kita kembali ke awal, plot twist itu sudah ada cluenya.
List pertanyaan sesi ke-2:
1. Zahara || Halo, kak mau nanya nih, kalau cerita yang kita tulis mengandung banyak konflik, apakah cerita itu bisa jadi membosankan? Bagaimana cara membuat konflik yang tidak membosankan? Lalu jika klimaks yang kita hadirkan terkesan hal lumrah dan umum di jumpai. Apa yang harus kita lakukan kak?
2. Tias || Kak, menurut pengalaman kakak selama menulis cerita, ada nggak kesulitan saat bikin klimaks dan antiklimaks? Selain itu, jika kita menulis konflik utama di depan bagaimana? Tetapi tidak ditunjukkan jika itu konflik utama seperti disamarkan terlebih dahulu. Jika begini apakah tidak apa-apa? Terima kasih
3. Ali || Halo Kak, saya ingin bertanya bagaimana caranya agar klimaks yang kita buat bisa diterima oleh pembaca dan bagaimana caranya agar klimaks dan antiklimaks tidak berat sebelah? Selain itu, dalam genre misteri dan thriller apakah baik menggunakan klimaks sederhana dari konflik yang rumit? Misalnya, hal tersebut sebetulnya sudah terbayangkan sejak pertengahan cerita tetapi penulis membelokkan sangkaan pada beberapa bagian setelah itu, lalu di akhir ternyata jawaban tersebut hal (praduga) awal. Menurut kakak ini akan membuat pembaca kecewa atau sebaliknya? Terima kasih.
Jawaban Kak Rian
Halo Kak Zahara.
Banyak konflik asalkan mendukung konflik utama sah-sah aja. Yang jadi masalah, apakah semua konflik itu nanti akan bisa diselesaikan dengan baik?
Untuk mengakhiri cerita, kita pastikan semua konflik sudah terselesaikan dengan baik.
Boleh saja klimaks yang kita hadirkan hal biasa, asalkan dikemas dengan cara berbeda. Cara pengemasannya tergantung dari kejelian penulis. Terkadang ada cerita yang udah umum, kalo dikemas dengan unik, pasti akan memberikan hal baru.
2. Halo Kak Tias.
Ada. Setiap nulis pasti ada kesulitan. Kadang klimaks yang saya tulis berbeda dengan outline atau yang udah saya rencanakan. Terkadang cerita itu berjalan sendiri, seperti dikendalikan oleh tokohnya, bukan kita. Kita ibaratnya cuma menuliskan.
Kendala saya pernah menuliskan klimaks terlalu cepat, mungkin karena dipacu adrenalin, jadi beberapa konflik malah ga ada penjelasan, sehingga terjadi plothole.
Untuk meletakkan konflik utama di awal boleh aja. Itu biasanya untuk menarik minat pembaca. Jadi kita hadirkan dulu sekilas konflik utama, setelah itu baru ditarik ke awal. Biasanya menggunakan alur maju-mundur.
3. Halo Kak Ali.
Cara agar klimaks yang kita buat bisa diterima adalah dengan menyusun beberapa alternatif, lalu pilih yang paling memungkinkan. Kedua, uji pada diri kita sendiri, jika kita jadi tokoh dalam cerita, apa langkah-langkah yang saya ambil.
Jadi, buatlah pembaca percaya dan yakin bahwa itu pilihan terbaik.
Klimaks dan antiklimaks biasanya ada beda. Klimaks bisa durasinya panjang, karena kita bangun konfilk sejak awal, sedang antklimaks cuma muncul di ending sekilas.
Nggak masalah pakai klimaks yang sederhana. Kadang yang sederhana itu mengecoh.
Saya pernah baca novel Agatha Christie, lupa judulnya. Di awal-awal pembunuhnya sudah mengaku sendiri kalo dia yang membunuh. Tentu orang-orang tidak percaya pembunuhya mengaku sendiri. Ternyata itu trik si pembunuh agar tidak dicurigai dengan mengaku sendiri.
List pertanyaan sesi ke-3:
1. Mifta || Hallo, Kak. Izin bertanya, berarti setelah klimaks masih ada plot baru lagi? Lalu, menurut Kakak cerita yang menarik terletak pada klimaks atau antiklimaksnya, Kak. Terima kasih 🙏🏻
2. Ra || Menurut Kakak, peletakkan klimaks untuk part yang lebih dari 40 lebih baik di mana? Lalu, bagaimana pandangan Kakak dengan ending klimaks di akhir cerita? Dalam artian, ceritanya tidak memiliki antiklimaks.
3. Lily || Kak mau bertanya, kalau kita sudah memunculnya konflik-konflik di beberapa part apakah harus ada klimaks, Kak? Takutnya nanti pembaca pada bosan karena cerita kita sudah terlalu ada konflik-konfliknya. Dan menurut pengalaman kakak, yang lebih menarik untuk pembaca itu antiklimaks yang udh selesai bgt konfliknya atau anti klimaks yg msh mengandung tanda tanya di benak pembaca?
Jawaban Kak Rian
1. Halo Kak Mifta.
Maksudnya, setelah klimaks, ada penyelesain konflik yang sebelumnya belum selesai. Jadi kita selesaikan setelah klimaks.
Saya suka bagian klimaks, karena di situ bagian paling ditunggu-tunggu. Biasanya kalo untuk antiklimaks kita udah merasa rileks. Dan ceritanya lebih santai. (Ini untuk cerita detektif dan misteri, ya. Karena saya suma genre itu)😂
2. Halo Kak Ra.
Mungkin di sekitar bab 35 ke atas. Kadang tergantung cerita dan genrenya juga sih.
Boleh aja pake pake klimaks tanpa antiklimaks. Untuk ending ada beberapa model. Mungkin lain waktu kita bahas model-model ending cerita. Salah satunya ending gantung dan selebihnya pembaca menebak2 saja kelanjutan ceritanya. Yang perlu diingat, konflik harus selesai, meski ada beberapa yang digantung
3. Halo Kak Lily.
Untuk model konflik itu seperti naik gunung. Naik turun. Jadi kita bisa bikin gelombang2 naik turun itu dengan konflik kecil. Asalkan konflik-konflik itu sebagai pendukuñg dari konflik utama. Jangan sampai ceritanya melebar ke mana-mana karena terlalu dijejali konflik. Ceritanya jadi menor dan ga enak dibaca.
Kalo saya, lebih suka antiklimaks yang menggantung. Artinya ada beberapa hal yang memang tidak harus diceritakan. Biarkan pembaca berimajinasi. Biarkan cerita kita dilanjutkan dalam benak pembaca.