"Barang-barang peserta taruhnya di bagasi bus," teriak Eza. Peserta dan semua panitia sudah di parkiran.
"Ini berat banget," kata Dela.
"Batu kali ni isinya," Kirana setuju.
"Ondel-ondel kalo kata gua mah," kata Dela.
Awalnya tidak terlalu terasa tetapi lama kelamaan beban keranjang ini tak terelakkan. Adrian datang dan mengambil keranjang itu.
"Gua yang bawa," Adrian tiba-tiba datang.
"Engga usah, gua sama Dela masih kuat ko bawanya," kata Kirana sedikit menyentak tangan Adrian. Lelaki itu tidak menghiraukan lalu membopong benda besar itu ke bagasi bus. Kirana dan Dela menatap punggung lelaki itu yang menjauh.
Kirana dan Dela meletakkan tasnya ke dalam bagasi dan masuk ke bus. Mereka datang terakhir, tempat duduk sudah penuh.
"Udah engga ada tempat ya?" Tanya Dela. Mereka berjalan di antara kursi. Hilmi yang mendengar itu langsung mengecek keliling. Kirana dan Dela akhirnya keluar bus.
"Yes engga jadi ikut," Kirana berbicara pelan. Dela menyikut lengan Kirana. Hilmi di dalam mobil menghitung peserta ternyata benar dan turun mendekati mereka.
"Kalian tunggu dulu, jangan kemana-mana," kata Hilmi lalu pergi.
Eza menghampiri. "Loh ko engga masuk?"
"Engga muat ka," sahut Dela.
"Kayaknya kita ditakdirkan buat engga ikut deh," sahut Kirana.
"Engga ada bangku di bus bukan berarti lu engga bisa ikut, Tuh, liat," Eza menunjuk deretan mobil yang berjajar rapih di samping bus. "Banyak mobil yang nampung," Pupus sudah harapan Kirana. "Jangan harap bisa pulang," ejek Eza lalu pergi.
"Ish, reseh," Kirana kesal. Tak lama Hilmi datang.
"Kalian berdua ikut gua,"
Mereka menuju mobil putih. Hilmi membukakan pintu. "Kalian naik mobil panitia," katanya.
"Iya ka," kata Kirana dan Dela berbarengan. Hilmi pergi lagi entah kemana.
"Lu duluan," kata Dela.
"Lu duluan," Kirana mendorong.
"Et dah, lu," Dela berbalik mendorong. Seseorang di dalam mobil menoleh, menyadari ada seseorang. Orang yang di dalam mobil itu sudah diberi tahu oleh Hilmi akan ada dua peserta yang tidak kebagian bangku di bus.
"Ayo kalian masuk," kata orang itu. Kirana dan Dela kaget ternyata ada seseoang di dalam.
"Iya ka," kata Dela lalu mendorong Kirana untuk masuk duluan. Kirana mau tidak mau duduk ditengah, dan Dela di pinggir.
"Sini sini jangan malu malu," orang itu menggeser duduknya. Dela dan Kirana tersenyum kaku.
"Kalian siapa namanya?" Tanya orang itu.
"Kirana ka," kata Kirana
Kirana? - Oliv
"Aku Dela," sahut Dela. Orang itu mengulurkan tangan.
"Aku Oliv," Kirana dan Dela menerima tangan itu.
Oliv? Kayak pernah denger - Kirana
"Di bus engga muat ya?" Tanya Oliv.
"Iya ka penuh," jawab Kirana.
"Disini lebih enak, lebih lega dan engga berisik," kata Oliv. Kirana dan Dela tersenyum kaku.
"Kalian udah sarapan belum? Ini aku bawa makanan banyak," Oliv memperlihatkan sebuah tas kecil berwarna biru.
"Udah, dirumah," sahut Dela.
"Serius? Kalo laper bilang ya,"
"Iya ka jangan repot repot," sahut Kirana.
"Engga ko, aku emang biasa kalo pergi jauh suka bawa makanan banyak, takut diperjalanan laper," Oliv tertawa kecil.
Tak lama dua orang datang, masuk kedalam mobil, duduk di bangku kemudi, satunya lagi di sebelah kemudi. Kirana kaget.
Kenapa si mesti mereka berdua - Kirana
"Si Hilmi di mobil sedan masa," Eza sambil memasang seatbelt.
"Dia ngapain disitu? Suruh pindah ke bus, gua suruh dia ke bus malah di modil sedan," Adrian mendumel kesal karena temannya itu tidak mendengarkan apa yang ia perintahkan. Eza mengirim pesan ke Hilmi.
"Katanya di bus udah engga muat," kata Eza setelah menerima pesan dari Hilmi.
"Suruh berdiri, manja amat, kalo engga mau, sampe sana gua cabutin bulu keteknya," Eza langsung menyampaikan apa yang ketua OSIS katakan.
"Nih, kata nya iya iya cerewet amat ketua OSIS kayak emak-emak kebelet berak," Eza memperlihatkan layar handphone. Adrian tertawa kecil.
Kirana, Oliv dan Dela yang berada di bangku belakang, hanya memperhatikan kedua orang didepan.
"Sibuk amat si," suara Oliv menunjukkan eksistensi mereka. Eza menoleh ke belakang.
"Eh ada orang, loh he, ada sapa ni, ada calon OSIS yang engga mau jadi OSIS ya," goda Eza. Kirana menatap datar.
"Siapa? Kirana?" Adrian melirik dari balik spion belakang.
"Siapa lagi," Eza menaikkan kedua alisnya. Lelaki itu tersenyum puas melihat Kirana yang sedang menahan kesal.
"Utuk, Utuk Utuk, jangan marah marah Mulu ah, nanti cepat tua, kalo tua nanti cepet mati, masa masih muda udah mau metong, kan engga lucu," Kirana memejamkan mata. Tahan Kirana, ini ujian, untuk tiga hari kedepan ia harus menahan segala umpatannya.
"Kalo bukan karena lagi pelatihan, udah abis lu ka sama gua," tatapan Kirana mengancam.
"Waduh Drian, masa peserta ngomongnya engga sopan, kasar sama kakak kelasnya," Eza mengadu.
"Lagian lu ledek-ledek in anak macan, udah tau galak, suka gigit," Adrian mulai menarik gas, mengikuti bus dari belakang. Dela dan Oliv mengamati percakapan mereka.
"Iya salah ya gua, harusnya gua lebih ngerjain lagi, biar pelatihan serasa liburan, main main gitu, biar tau rasanya di gigit anak macan gimana," Eza melayangkan tangan ke Adrian disambut tos an mereka dengan semangat.
Oliv menatap Kirana. Sepertinya, apa yang ia curigai, benar.
---
Empat puluh menit perjalanan. Adrian menoleh ke spion belakang, sekilas memperhatikan. Kirana memakai earphone, sementara Dela, Eza dan Oliv tidur. Kirana tidak biasa tidur di mobil, karena goyang-goyang.
"Oliv," panggil Adrian. Kepala lelaki itu menoleh ke belakang sedikit.
"Tidur ya?" Kirana melepas earphone, lalu menoleh ke kiri.
"Iya, tidur," sahut Kirana, ia mendengar suara Adrian. Lelaki itu mengangguk. "Kenapa? Butuh sesuatu?" Tanya Kirana, sambil melepas sisi earphone lain. Meskipun Adrian sudah berbuat jahat, tapi wanita itu masih baik.
"Ada botol di tas item, tolong ambilin, gua haus," kata Adrian. Kirana meletakan handphone dan earphonenya.
"Tas nya dimana?" Tanya Kirana.
"Di dekat kaki Oliv," Kirana melihat tas yang dimaksud dan merogoh.
"Ini," Adrian menerima botol itu.
Kirana melihat Adrian kesusahan membuka botol. "Sini ka, gua bukain," kata Kirana. Adrian melirik sekilas lalu memberikan. Kirana membukakan botol lalu memberikan kembali. Adrian terkesan. Tak menyangka hal sekecil itu bisa membuat perspektif Adrian terhadap Kirana berubah.
Dia baik, padahal gua sering kasar – Adrian.
"Oliv kalo di jalan tidur mulu, bukan bantuin atau apa ke," kata Adrian tiba-tiba. Kirana melirik sedikit.
Di jalan Tidur Mulu? Mereka sering pergi? - Kirana
"Ngantuk kali,"
Tak lama Eza terbangun. Ia merenggangkan badannya sedikit.
"Udah sampai mana ni?" Tanya Eza dengan suara berat.
"Engga usah mampir mampir, tidur aja lu," Adrian tau sekali apa yang dimaksud Eza.
Terlihat tulisan 'Starbuck' Eza memukul lengan kiri Adrian.
"Eh, eh, eh mampir dulu ke," kata Eza cepat.
"Engga mau ah, ntar ketinggalan bus nya," kata Adrian.
"Kan udah tau tempatnya," kata Eza.
"Di mobil bawa peserta, ntar ditanyain lagi," kata Adrian.
"Ilah lu, tenang aja, kan ketua OSIS kita ada disini," sahut Eza.
"Ketua OSIS gigi lu peyang,"
"Udah cepet cepet melipir,"
Adrian mengiyakan permintaan Eza, lalu melipir ke rest area.
"Bentaran aja ya, jangan lama-lama," Adrian melepas sabuk.
"Iya bawel lu, ayo turun gaes," ajak Eza turun dari mobil.
"Ini ka Oliv gimana ka?" Kirana sudah membangunkan Dela.
"Tinggal aja," kata Adrian lalu pergi menyusul Eza. Kirana melirik ke kiri, Oliv terlihat sangat pulas, tapi tidak mungkin meningglkan wanita itu sendirian di mobil
"Gimana ni Del?"
"Yaudah engga usah dibangunin," Dela turun dari mobil, diikuti oleh Kirana, "Ke toilet dulu ya," Kirana mengangguk. Dela mengalungkan tangannya ke lengan Kirana. "Enak juga ya ke pisah sama bus, bisa mampir jajan dulu," kata Dela.
"Lumayanlah, meskipun ada dua orang nyebelin itu, tapi engga papalah," kata Kirana. Dela tertawa kecil.
---