SIR | Jaehyun

By ikangdoyi

85.1K 5.2K 460

kalau lagi sama saya nggak usah ingat pulang. More

Bagian 01 : hallo.
Bagian 03 : Black Card (18+)
Bagian 04 : Second time.
Bagian 05 : Take and give (18+)
Bagian 06 : Takdir Hari Hujan.
Bagian 07 : The Hidden Feelings
Bagian 08 : Chocolate
Bagian 09 : Dark Secret
Bagian 10 : Hated to Love
Bagian 11 : Since day one
Bagian 12 : Take Care of
Bagian 13 : psycho.

Bagian 02 : kesan

10.9K 632 42
By ikangdoyi

: sapphire belong to moonlight





Gedung - gedung besar menjulang tinggi melingkupi tiap sudut areanya. Kehidupan yang mahal menjadikan taraf hidup seorang Rachelle, gadis yang masuk pada usia dua puluh enam tahun itu harus bekerja keras tanpa pandang waktu sepanjang masa.

Baginya, hidup besok adalah pilihan. Berlanjut atau tidaknya. Dia memang tidak memiliki motivasi tinggi dalam mencapai cita - cita. Tapi Rachel masih memiliki keluarga satu - satunya, yang keduanya harus saling menjaga satu sama lain.

"Kak, Rachel mau pindah tempat kerjaan."

Gabriella masih sibuk menulis jurnal hariannya di laptop usang yang keyboardnya jarang dibersihkan, dan bahkan tampilannya sudah tak memungkinkan lagi untuk digunakan. Sudah tak layak pakai.

Gabriella menatap tak perduli tapi dia mendengarkan dan melirik kilas hanya untuk meyakinkan keseriusan Rachel akan ucapannya.

"Lagi? Kenapa? Bukannya udah nyaman? Gajinya kurang?"

Ella tau kalau adiknya itu bukannya tidak betah, tapi dia rasa pemenuhan itu tidak akan terasa cukup jika Rachel hanya bekerja sebagai SPG (Salles promotion girl). Kebutuhan mereka cukup banyak. Bahkan jika hanya mereka berdua. Lebih tepatnya Rachel, yang harus selalu hidup dengan bermewah - mewahan. Tapi sebetulnya dia tidak malu akan hal itu. Selama dia bekerja keras dan menghasilkan uang banyak, dia akan lakukan itu.

"Ada yang nawarin paruh waktu juga."

"Tapi bakal pergi pagi pulang pagi."

Ella sebagai seorang kakak memperingati, selalu, bagaimana kerasnya kehidupan malam bekerja. Dia tahu adiknya begitu keras kepala, tapi nyaman tidaknya tetaplah yang melakukan Rachel, Ella hanya mampu menasihatinya dengan hati - hati. Dia tahu hati Rachel gampang rapuh.

"Lokasinya dimana? Jangan jauh - jauh."

Rachel menuntaskan senyum yang tertahan kemudian membalas ucapan sang kakak dengan memberitahu dimana letak tempat kerja yang dia rencanakan akan kesana.

"Kamu udah skripsi belum Chel? Jangan sampe gak selesai. Sayang uangnya." Nasihat sang Kakak sebelum Rachel melangkahkan kakinya untuk pergi kuliah pada hari ini.

"Masih semester lima, tenang aja, pasti selesai. Kakak baik - baik di rumah. Kalau aku udah selesai langsung pulang." Rachel mendatangi lagi kursi roda yang menggelayutkan kaki kakaknya itu. Sebenarnya Ella bukan lumpuh, tapi dia sakit, dan tubuhnya sangat lemah. Maka dari itu Rachel mencari nafkah setiap harinya untuk menghidupi kehidupan mereka berdua.

"Yaudah, sana. Hati - hati." Sapa terakhir Ella padanya. Setelah itu Rachel menaiki bus yang biasanya dia tumpangi sampai ke kampus. Hari ini cukup lenggang, mungkin hanya dirinyalah yang selalu menunggangi kendaraan umum di masa Covid seperti ini. Bukan pilihan juga, karena memang kendaraan itu saja yang bisa dia manfaatkan untuk sampai ke kampus.

"Jam berapa ya Kak?"

Tanya seorang pengamen cilik yang sedang duduk bersamanya, di samping Rachel. Jam tangannya menunjukan pukul delapan lewat sepuluh menit. Anak laki laki yang mengenakan topi polos hitam dan kaus oblong itu mengucapkan terima kasih. Merasa penasaran tentang bocah laki laki itu, Rachel akhirnya bertanya perihal yang sedang anak itu lakukan.

"Gak sekolah adek?" Matanya turun dan mendapati anak itu merasa kegerahan dan kelelahan.

"Sekarang sekolahnya pake hape kak, hape aku di rumah cuma ada satu, hape bapak. Tapi kata bapak hapenya lagi rusak, jadi gak bisa sekolah dulu."

Rachel merasa kasihan dan hanya mengangguk sebagai pertanda bahwa dia mendengarkan apa yang anak itu katakan kemudian memberikan sesuatu dari dalam tasnya.

"Masker kamu kotor, ganti sama yang ini,"

Anak itu mengambil masker yang Rachel berikan dan mengucapkan terima kasih. Dia hanya berharap masih banyak orang orang yang peduli tentang kesehatan anak - anak di masa pandemi seperti ini, bagaimana juga anak anak adalah penerus generasi kita di masa depan.

Delapan lewat tiga puluh menit. Dia tidak takut akan mata kuliah kali ini, sebab Miss Stephanie akan tetap membiarkan dirinya masuk. Rachel cukup dekat dengan dosennya yang satu itu dan mereka saling bertukar pesan. Sejujurnya hanya terdapat perbedaan 3 tahun dengan dirinya. Rachel mulai masuk kuliah dua tahun yang lalu, sementara Stephanie saat itu sudah mendapati penambahan gelar baru di belakang namanya. Membuat mahasiswa lainnya iri dengan Rachel karena terlalu dekat dengan dosennya sendiri.

"Achel! Ssttttt!"

Desisan itu berasal dari suara sahabatnya, Dandelia dan Agatha yang membisikinya dari jauh. Sementara itu ketika Rachel masuk, dirinya mendapati bahwa yang tengah berbicara di depan bukanlah Stephanie, tapi orang lain, yang bahkan baru kali itu dia lihat.

Rachel mengedip saat pria berperawakan tinggi dan memiliki proporsi tubuh yang ideal bagai model itu menyadari kehadirannya.

"Nama?"

Rachel masih terkejut di tempat sambil memapah beberapa lapis bukunya di tangan.

"Rachel." Jawab spontan dirinya. Saat ini Rachel hampir mematung karena kaget, tidak biasanya dosen berganti tanpa pemberitahuan seperti ini.

"Minggu depan jangan telat lagi. Saya baik di hari - hari tertentu aja." Ucap dosen laki laki itu. Rachel langsung mengambil duduknya di tengah tengah Dandelia dan Agatha kemudian mereka berbincang perihal kehadiran dosen baru di kelasnya hari ini.

"Mami steph kemana?" Dandelia yang akrab disapa Lia itu bertanya pada Agatha. Agatha menggeleng kemudian gesture Agatha merujuk pada Rachel.

Stephanie

I gak ngajar you lagi. Calon suami nyuruh berhenti kerja. Bulan depan kita nikah. Nanti undangannya nyusul.

Pesan yang Rachel dapatkan saat itu langsung dia tunjukan kepada dua temannya yang lain dan betapa kagetnya mereka berdua. Ini artinya sudah tidak ada lagi dosen sebaik Stephanie yang bisa membantu mereka bertiga dalam kesulitannya ketika mengerjakan tugas maupun UAS.

"GAPAPA BANGET SIH. DOSENNYA GANTENG!" seru Lia. Bikin Rachel melirik ke meja sepetak yang ada di depan kelasnya. Rachel mengesampingkan rambutnya ke belakang telinga. Saat itu juga tatapan keduanya bertemu. Rachel tak pernah ditatap seintens itu, walau banyak yang mengaku kalau orang orang akan tergila gila pada Rachel saat bertatapan mata, namun berbeda dengan pria itu dia tau dirinya begitu mencolok.

"Ganti dosen ngulang materi? Baru beberapa pertemuan. Kalo udah jauh bisa bisa mabok dijalan." Celetuk Agatha.

Beberapa orang melihati tempat dimana mereka bertiga duduk sekarang, suara Agatha begitu kentara untuk bisa didengar oleh mereka yang memiliki telinga yang utuh.

Puluhan mata menatap, begitu pula dosen yang tengah berbicara di depan kelas. Proyektornya dia matikan dan menutup layar laptopnya tiba tiba. Melipat kedua tangannya di dada sambil memberikan guratan ketidakpastian didalamnya. Dia memberikan ekpresi mencurigakan yang tidak bisa ditebak oleh semua mahasiswa.

Mungkin beberapa dosen kode etik psikologi yang sifatnya mudah ditebak adalah mereka orang orang yang terlihat santai tepi terlihat tegas dan kuat di dalamnya. Dia mendapati itu ketika memperhatikan Stephanie mengajar. Tapi sepertinya itu tidak berlaku bagi dosen yang baru menginjakan kakinya di podium sana pada hari ini. Karena semua lekuk garis wajahnya bak memberikan sebuah tanda tanya. Tatapan intens lagi, menyergap Rachel. Bahkan disaat Rachel tidak berbicara sepatah dua patah kata pun, dia membeku.

"kamu kasih kesan pertama buat saya."

Rachel begitu menggebu saat dosen laki lakinya meliuk - liukan gerakan pergelangan tangannya sambil menarik kancing kemeja yang diletakan disana yang kemudian ditarik. Menghilang dari pandangan. Dia melipat kerah tangannya utuh sampai siku. Menarik. Tapi mungkin tak semenarik pria - pria yang dia temui untuk dapat membuatnya tertarik.

"Rachel. Jelaskan definisi kode etik yang berkaitan dengan profesi."

Dalam hati, ia menahan senyum, rupanya Rachel tidak hanya bisa menguasai teman laki lakinya di kampus, dia juga mampu menguasai pria yang paling di hormati di kelas saat ini.

"kode etik merupakan tata cara atau aturan yang menjadi standart kegiatan anggota suatu profesi."

Nampaknya dosen itu tak puas akan jawaban Rachel. Dia menatap gadis itu semakin intens, anehnya sambil mengigit bibir. Lucu, bagi Rachel dia adalah pria yang terang terangan menunjukan ekspresinya secara terbuka.

"Suatu kode etik menggambarkan nilai-nilai professional suatu profesi yang diterjemahkan kedalam standart perilaku anggotanya. Nilai professional paling utama adalah keinginan untuk memberikan pengabdian kepada masyarakat, jawaban saya, apa cukup .. Sir??" Dia menghadap kepada dua temannya yang lain.

"Sir Jaehyun." Agatha berbisik.

"No. Kamu tau? Itu nggak cukup, saya bukan orang yang gampang puas, telaah lagi definisinya. Bawakan saya teori dari beberapa ahli."

Semua murid bertanya tanya. Mahasiswa laki laki pun menjadi penasaran dan langsung bertanya perihal pertanyaan tadi yang Rachel jawab sebelumnya.

"Sorry Sir, this is just for Rachel or us?'

"Saya nanya Rachel. Bukan kamu."

Rachel yang merasa tidak adil pun menolak semua pernyataan dosen barunya itu. Pasalnya minggu depan dia akan izin untuk melakukan interview di tempat dia akan bekerja nanti. Rachel berdiri dari tempat duduknya. Dan dengan sopan meminta Jaehyun, dosen laki laki itu untuk tidak mengusiknya.

Memang terkadang wanita liar itu bisa saja melakukan hal brutal di tempat yang seharusnya, tapi rasanya kali ini dia akan mendapat masalah besar.

"Saya nggak mau jawab. Saya nggak akan jawab!"

Rachel keluar dari kelas sebelum Jaehyun lebih dulu.

"What the fuck is with this guy?" senyum kecutnya menemani dirinya akan melangkah satu persatu keluar kelas. Rachel mengeluarkan satu batang rokok dan menyesap dalam dalam di rooftop kampusnya.

"Brengsek."

"Gue capek capek kerja buat bayar dia. Lo pikir lo siapa?"

Rachel mengacak rambutnya kasar, malam ini dia harus bekerja lagi. Tapi rasanya tidak adil, situasi hatinya akan selalu kacau ketika bekerja. Dia akan menawarkan mobil mobil mewah ke mereka yang memiliki penghasilan kelewat luar biasa. Sayangnya semua itu tidak murah, semurah tubuhnya yang dengan mudahnya disentuh oleh para pria hidung belang yang berada disana.

Mungkin pilihan Rachel keluar dari sana adalah pilihan yang tepat.

Sekilas, wajah pria tampan itu cukup melekat di ingatannya. Rachel menyeka bibirnya sekilas, dia mengingat dengan jelas bagaimana pria itu menggigit bibir dengan manis. Sialan, Rachel terganggu akan hal itu.

Rachel kini ada bersama teman temannya di sebuah bar cukup ternama di tengah kota. Kali ini dia membawa tas tangan yang harganya terbilang cukup mahal, atau memang kelewat mahal. Dia menyambangi teman teman SMA-nya yang masih berhubungan baik dengannya, sebagai tempat keluh kesah dan menghibur diri. Tapi nyatanya tidak, itu adalah cara Rachel memamerkan kehidupan mewahnya dengan membohongi mereka semua dan mengaku bahwa barang barang branded itu semua miliknya.

Rachel pergi ke toilet, dia lupa mengganti anting palsunya dengan yang asli, dia masuk ke kamar mandi wanita dan menjatuhkan salah satu anting pinjaman tersebut. Celaka. Karena itu semua barang sewaan.

Kemudian dia kembali lagi berjalan menuju tempat pertamanya, mengingat perihal keberadaan anting sewaan tersebut, oh.. jangan lagi. Beberapa pria menghampiri tempatnya berdiri. Rachel tetap tenang. Tapi memang biasanya dia juga mudah melayani para lelaki hidung belang. Mereka tidak melakukan sex, hanya sebatas berciuman dan itu adalah cara Rachel melepas penatnya.

"cari apa cantik?"

Kabar celaka kedua adalah, bajingan yang mengusiknya tadi pagi mendapatinya sedang bersenang senang bersama pria - pria yang ada di dekatnya saat ini.

Jaehyun mengikat wanita yang menjadi pusat perhatiannya sedari pagi dengan cara liciknya.

"Kamu mahasiswi nakal Rachel."

Dia menunjukan layar ponselnya, dan yang membuat kaget dirinya adalah, bukan foto dirinya saat ini dengan banyak lelaki yang bersamanya, melainkan foto semua barang barang sewaan yang dia gunakan.

Mungkin dia memang bajingan. Bagaimana bisa Jaehyun mengetahui sosial medianya secepat itu dan dalam sekali meng-klik tombol send, reputasi gadis itu berantakan bagai air bah yang mengacak acak bumi dan seisinya. Bagi Rachel, gaya hidupnya adalah nomor satu dan segala galanya.

"Kamu bentak saya, saya bisa hancurin kamu, Rachel."

Bisik Rachel yang membuat bulu kuduknya merinding tak karuan. Akhirnya Rachel merangkul pria itu dan memeluk tengkuknya.

"Brengsek, gue ikut mau lo." Bathin Rachel meledak seketika.

Jaehyun tersenyum puas membawa gadis itu pergi bersamanya. Rachel berhenti di depan pintu kamar hotel. Jaehyun memberikannya akses, tapi sebelum itu dia cukup mengatakan satu hal yang membuat Rachel akan memutuskan segalanya.

"Kalau lagi sama saya, jangan harap kamu bisa pulang."





Gabriella Kanaya

Dandelia Nasution

Agatha Nadia

Kalau kamu ingin ceritanya dilanjut boleh bantu untuk mem-vote cerita ini agar kedepannya aku bisa melanjutkan chapter satu yang baru saja kita mulai.

Terima kasih!

Continue Reading

You'll Also Like

76.9K 15.6K 171
Jimin membutuhkan biaya untuk operasi transplantasi ginjal sang bunda namun dia bingung mencari uang kemana dalam waktu kurung 2 bulan. Sementara CEO...
123K 9.8K 87
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...
144K 14.5K 38
" Pada akhirnya akan selalu ada hal baik yang menerpa kita setiap harinya, biarlah takdir yang mengubah dan biarkan waktu yang menentukan , jangan ka...
119K 8.5K 54
cerita fiksi jangan dibawa kedunia nyata yaaa,jangan lupa vote