Nubar Tahun Baru

By Komunitas_CPBS

708 213 14

Cerpen karya keluarga besar komunitas CPBS mengenai Tahun Baru. Plan your future and reach your dream. May t... More

Perfume by Yuwanti Anlikie
00:00 by Deviani Dwi Wulandari
The Last by Fia Ayu Febrianti
Tunggu Aku di Bulan Januari by Afnita Arianti
Promise by Novita Sariati
Memegang Tanpa Tangan by Aisyah Dea
Peri Tahun Baru by Idoh Munawaroh
666 by Fachrin Maulidina
Gemuruh Kembang Api by Nurul Fauzia
Terjebak di Ruangan Keramat by Neli Julia
Kita Sudah Bersenang-senang by Sisi
Aku dan Bintang by Putri RH
Akhir Permulaan by Kusmina
Meeting in New Year's Eve by Celia Vi

Awan Senja by Adina Hariyati

28 12 0
By Komunitas_CPBS

Story by AdinaHariyati

Hari mulai sore, aku berdecak kesal mendengar pintu kosan ku di ketuk dengan tidak sabaran, seperti rentenir menagih utang. Ku buka pintu ternyata Riri, sahabatku di perantauan. Tumben sekali dia menemuiku di kos, biasanya aku yang bertamu ke kosannya. Saat aku hendak membuka suara, tiba-tiba dia menyela.

"Nanti aja pertanyaannya, gue udah gak tahan, numpang boker ya," ucapnya, lalu berlari begitu saja ke kamar mandi.

Tak lama kemudian muncul Riri sambil mengelus perutnya pertanda lega, dan tak lupa dengan cengirannya.

"Lo habis dari mana sih?" tanyaku penasaran.

"Gue abis mukbang 'menu setan' sama pacar gue. Kebetulan pulangnya lewat sini, pas banget gue mulesnya di depan kosan lo," jelasnya.

"Terus Riko mana?"

"Udah balik. Eh gue nginep di sini ya?" Aku pun mengiyakan.

Aku melirik jendela kamarku yang terbuka, menampakkan sinar jingga yang membuatku terbuai. Aku memang penikmat senja. Bagiku senja mengajarkan bahwa keindahan dan kecantikan tak bertahan lama, juga membawa ketenangan meskipun hanya sekejap.

"Za." Tidak ada respon.

"Zara!" panggilnya dengan nada tinggi dan menepuk pundakku, mebuatku terperanjat kaget.

"Weh pocong maling ayam!" ucapku latah.

"Ngelamunin apaan sih?" tanya Riri.

"Hah? Enggak, cuma keinget Awan aja," jawabku. Awan adalah sahabatku masa kecil. Sudah lama sekali kami tidak bertemu setelah kepindahannya ke Australia. Riri pun hanya ber-oh ria.

"Besok jogging kuy!" ajak Riri antusias.

"Boleh," balasku tak kalah antusias.

Aku pun menutup jendela karena hari sudah gelap. Kemudian memasak seadanya. Maklum, anak kos akhir bulan biasanya keuangannya menipis.

Aku baru saja lulus SMA satu tahun yang lalu. Sebenarnya aku ingin kuliah seperti teman-temanku yang lain, tetapi karena keterbatasan biaya jadi aku mengurungkan niat untuk membicarakannya dengan orang tuaku. Jadilah aku merantau untuk bekerja di sebuah perusahaan, karena aku anak sulung.

"Gimana kuliah lo, Ri?" tanyaku, pasalnya Riri memang kuliah sambil bekerja part time di sebuah kafe.

"Baru selesai UAS."

"Kenapa lo gak coba-coba daftar ikut program beasiswa? Kali aja keterima," tanyanya, membuat impianku yang terpendam menyeruak seketika.

"Nanti gue coba deh, doain aja semoga keterima," jawabku sambil membayangkan suasana kuliah.

***

Sesuai perjanjian tadi malam, kami berdua mulai jogging mengelilingi taman dekat kampus Riri, yang tak jauh juga dari kosku berada.

Setelah beberapa kali putaran, kami pun beristirahat di bawah rindangnya pohon. Tak lama kemudian, Riko--- pacarnya Riri datang menghampiri kami. Lalu basa basi sebentar.

"Ra, gue denger dari tante gue ada pendaftaran beasiswa untuk tahun depan. Lo mau coba ikut?" tanyanya yang memang di ceritakan Riri pasal tadi malam.

Aku berpikir sejenak, kemudian mengiyakan seraya berdoa semoga di lancarkan segala urusannya, dan di terima di Universitas itu.

***

Dua bulan setelahnya, tahun pun berganti. Ada kabar baik yang menyapa pagiku, tiga hari setelah pergantian tahun. Aku di lolos seleksi beasiswa di universitas yang sama dengan Riri. Riri pun tak kalah senang, karena doanya juga terwujud.

Hari ini masa liburanku berakhir, dan aku akan kembali bekerja besok. Aku harus berusaha lebih keras, dan merelakan waktu tidur yang mungkin akan lebih sedikit. Mengingat aku bekerja di sebuah perusahaan pusat, yang memungkinkan untuk lembur.

Saat ini aku berada di taman, sendirian. Dering ponsel di tanganku membuyarkan lamunanku. Tertera nama adikku di sana. Setelah menggeser panel hijau, terdengar suara ibuku.

"Halo nak, apa kabar?"

"Kabar Zara baik, Bu. Ibu apa kabar? Bapak sama adik gimana kabarnya?" tanyaku, karena suara ibu terdengar sedikit serak.

"Kabar ibu sama adik kamu baik, ta-tapi bapakmu ..., penyakitnya kambuh. Semalam sudah di periksa, kata dokter perawatannya harus lebih intensif, hiks." Isaknya tertahan.

Aku tak dapat membendung air mataku lagi, seraya merapalkan doa supaya kondisi ayahku semakin membaik.

"Ibu bawa bapak berobat aja, nanti Zara transfer uangnya. Kebetulan uang tabungan Zara udah banyak." Aku menutup mulutku dengan tangan agar isakku tak terdengar oleh ibu.

"Jangan! Uangnya kamu simpan aja, uang Ibu masih cukup kok," tolaknya. Namun aku tetap ingin mengirimkan uang itu. Bagaimanapun kondisi bapak lebih penting. Bapak adalah orang yang sangat berperan dalam setiap usahaku. Bapak selalu memberikan semangat dan nasihat agar aku lebih giat.

Tak lama kemudian sambungan terputus setelah aku menjawab salam dari ibu. Aku menarik napas sedalam-dalamnya guna menghilangkan sesak di dada.

***

Seminggu sudah aku bekerja di tahun yang baru. Aku harus bekerja lebih keras, dan tak makan siang di kantin. Jadinya aku membawa bekal, guna menghemat pengeluaran. Kemarin aku menelpon ibu lagi, dan kondisi bapak masih belum ada perkembangan.

Karena sibuk melamun, aku tak sadar bahwa air dalam gelasku sudah penuh dan berceceran di lantai. Merutuki diri ini yang sering melamun. Aku melangkahkan kaki menuju meja kerjaku.

Entah mengapa aku sering tidak fokus dalam melakukan sesuatu. Mungkin karena aku terlalu memikirkan bapak. Hingga aku tak sadar jika tertabrak pimpinan perusahaan yang masih muda, Alano Setiawan namanya, dan air dalam gelasku mengenai jas dan berkas yang ia pegang.

Tubuhku menegang melihat tatapannya yang tajam, seakan ingin membunuhku. Aku memberanikan diri untuk meminta maaf.

"Kamu tahu, berkas ini sangat penting bagi perusahaan! Dan lihat, apa yang kamu perbuat? Oh shit berkasnya rusak!" bentaknya. Aku menunduk, tak berani menatap pak Alan. Jantungku berdegub dua kali lipat dari biasanya, keringat dingin membasahi tanganku, tubuhku gemetar.

"Sekarang kamu saya pecat. Dan silakan bereskan barang-barang kamu!" ucapnya final. Aku tak dapat berkata apa-apa, terlebih sang direktur sudah pergi begitu saja.

Air mataku luruh seketika, sesak memenuhi rongga dada. Dan hal itu tak luput dari pandangan iba karyawan yang lainnya.

Aku pulang berjalan kaki menuju kosanku. Bagaimana aku membantu biaya berobat bapak? Itu yang ku pikirkan sedari tadi. Tiba-tiba ada sebuah mobil mewah yang melemparkan kantong plastik ke arahku. Aku menggeram kesal, namun tak ayal aku pun membukanya.

Sebuah amplop cokelat berisi sejumlah uang, dan dua lembar kertas. Dasar orang kaya, bisanya cuma buang-buang uang, makiku dalam hati. Aku membuka kertas itu, dan ternyata kertas hasil tes beasiswa milikku yang sempat ku buang tempo hari saat di taman. Lalu ku baca sebuah kertas yang lainnya, ternyata sebuah surat.

"Maaf jika ucapanku tadi membuat hatimu sakit. Sebenarnya itu hanya kertas yang belum di revisi. Sudah ada gantinya kok. Aku minta maaf karena memecatmu. Percayalah, kepergianmu dari perusahaanku bisa merugikan karena menyia-nyiakan karyawan teladan yang sangat cerdas dan ulet. Hasil kerjamu selalu memuaskan. Tapi akan lebih rugi jika aku menghalangi mimpimu untuk melanjutkan pendidikan.

Dan soal ayahmu tak usah khawatir. Karena aku telah membawanya berobat dan ku pastikan kondisinya akan membaik. Semua biaya kuliah dan berobat ayahmu aku yang tanggung. Berkuliahlah dan selesaikan, pintu perusahaanku akan selalu terbuka lebar untukmu."

~Seseorang yang sering kau panggil 'Awan' :')

Aku menutup mulutku tak percaya. Ternyata bos ditempatku bekerja adalah sahabatku sendiri. Aku bahkan tak mengenalinya, karena perubahan fisiknya melonjak drastis. Dia semakin, eumm ..., tampan.

Ternyata benar apa yang selalu Bapak katakan saat kami tertimpa musibah, Tuhan itu baik, sangat baik malah. Aku teringat kalimat "Sesungguhnya setelah kesulitan ada kemudahan, setelah kesulitan ada kemudahan" kata Bapak, itu janji Tuhan. Dan sekarang aku kembali merasakan kebaikan Tuhan lewat perantara Awan.

***

Beberapa tahun kemudian aku telah menyelesaikan kuliahku, dan bekerja di perusahaan Awan. Jabatanku sekarang naik. Yang dulunya hanya bagian staf administrasi, sekarang jadi sekretaris pribadi Awan, bosku. Kondisi bapak sudah sangat membaik. Awan membuktikan ucapannya. Setelah beberapa bulan di rawat, bapak sembuh.

Sore ini Awan mengajakku ke sebuah restoran, katanya menemui client aku hanya mengikuti kemana Awan pergi. Dan sekarang dia membawaku ke rooftop restoran itu.

Ternyata di luar ucapannya. Keluargaku dan keluarganya telah berkumpul, ada Riri dan Riko juga. Aku mendadak canggung dengan keluarga Awan. Setelah acara makan bersama, suasana yang tadinya ricuh, mendadak hening, dan aku tak tahu keberadaan Awan. Katanya pamit ke toilet.

Alunan musik terdengar entah sejak kapan. Tapi ku tahu itu adalah lagu 'Marry your daughter ' kemudian berganti menjadi lagu 'janji suci' yang dinyanyikan langsung oleh Awan. Suaranya membuatku terbuai, hingga aku tak sadar jika dia tengah berjongkok di hadapanku. Sontak aku berdiri karena terkejut.

"Zara Senjani, dengan di saksikan dua pihak keluarga, dan senja di cakrawala," jeda sebentar, Awan menarik nafas, "Will you marry me? " tanyanya.

Dengan malu-malu ku jawab, "Yes, i will." Awan meminta bantuan tante Linda---mamanya, untuk memasangkan cincin berlian yang ternyata pas di jari manisku. Aku tak mampu membayangkan harganya, yang pasti aku tak akan mampu membelinya sendiri.

Riuh tepuk tangan dan ucapan menggoda terdengar dari pihak keluarga Awan, juga Riri dan pacarnya yang ikut menggodaku. Impianku sejak kecil terwujud. Aku tak menyangka jika Tuhan mengabulkan doaku untuk jadi pendamping hidup Awan. Tentu saja aku bahagia!

Sungguh. Ini adalah sesi lamaran yang menjadi impianku. Tapi, darimana dia tahu? Ah, iya. Dulu aku pernah bercerita tentang hal ini kepada Riri. Mungkin saja Riri yang memberi tahunya. Aku menatap haru ke arah Riri, dan di balasnya dengan senyuman manis.

***

Dua minggu setelahnya, akad nikah pun dilaksanakan di kediamanku. Aku mengenakan gaun putih tulang dengan jilbab yang menutupi dada. Awan mengucapkan ijab kabul dengan lantang dan dengan satu tarikan nafas. Setelahnya aku di giring oleh Ibu dan Riri menuju Awan. Kemudian Awan meletakkan satu tangannya di ubun-ubunku, dan satu tangannya yang lain menengadah. Mulutnya merapalkan doa kebaikan untukku dan dia. Air mataku menetes, kala Awan mencium keningku. Dua hari setelahnya, resepsi pernikahan di gelar di hotel bintang lima milik Awan.

Kini, terhitung tiga bulan setelah acara resepsi. Kabar baik menyapa kami, mas Awan sampai menangis saking bahagianya. Hingga dia menggelar acara dengan keluarga besar kami, untuk memberitahukan calon bayi yang sedang ku kandung. Ibu dan mertuaku berpelukan dengan air mata haru membasahi pipi. Bapak sampai sujud syukur, kemudian ku peluk bapak, lelaki terhebatku.

Sore harinya, aku bersandar di dada bidang mas Awan sambil menunggu senja datang memperindah cakrawala di gazebo belakang rumah.

"Kamu tau, kenapa aku suka lihat senja?" tanya mas Awan, yang mendapat gelengan dariku.

"Karena setiap senja hadir, aku selalu teringat kamu yang dulu selalu memberiku semangat," ucapnya sambil tersenyum manis.

"Mas tau, kenapa aku suka liatin langit?" tanyaku balik. Dia pun menggeleng. "Karena di langit ada awan yang indah, mengingatkanku sama Awan yang ganteng, hehe." Mas Awan terkekeh mendengar ucapanku.

"Istriku pinter gombal, ya." Kemudian menarik hidungku gemas.

"Kan mas Awan yang ajarin," balasku, membuat tawa kami terurai menikmati indahnya cinta bersama kekasih halal dibawah naungan senja dan ridho Ilahi.

~ Selesai ~

Tentang Penulis

Namaku Adina Hariyati, seorang santriwati kelahiran 2005. Aku berasal dari kota Barabai, Kalimantan Selatan. Hobiku menghayal, tapi tak kunjung kujadikan sebuah cerita, entah kenapa. Kalau ingin berteman silakan kunjungi rumahku. Eh maksudnya kunjungi media sosialku, hehe.

- IG: adinahryti 
-Wattpad: AdinaHariyati
-No. Hp: " cari sendiri :v "

Continue Reading

You'll Also Like

8.4M 518K 33
"Tidur sama gue, dengan itu gue percaya lo beneran suka sama gue." Jeyra tidak menyangka jika rasa cintanya pada pria yang ia sukai diam-diam membuat...
314K 2.6K 18
one-shot gay ⚠️⚠️⚠️ peringatan mungkin ada banyak adegan 🔞 anak anak d bawah umur harap jangan lihat penasaran sama cerita nya langsung saja d baca
15.5M 875K 28
- Devinisi jagain jodoh sendiri - "Gue kira jagain bocil biasa, eh ternyata jagain jodoh sendiri. Ternyata gini rasanya jagain jodoh sendiri, seru ju...