3. INA ( A)

5.4K 376 32
                                    

Makasih buat yang udah mau komen2 di cerita ini dan tebar bintang, moga kalian terus suka ya :)

Dan akhirnya bisa ngetik via PC. Itu sesuatuuuuu... xD

Jangan lupa mampir di cerita saya yang lain ya DECIDE TO CHOOSE YOU, kanker Vomment nih wkwkwkwk matur nuwun

********************

            “ Rin, pesanan buat bu Fira sudah kamu siapkan? Blueberry cheese cake, choco devil cake, tiramisu tartlet, dan banana upside down masing-masing 100 loyang untuk acara ulang tahun perusahaan Suaminya malam ini di Hotel Grand Diamond?” tanyaku. Sibuk mencatat sambil berjalan dari meja kerjaku ke rak penyimpanan data-data keuangan.

       Inilah pekerjaanku sehari-hari. Sebagai pemegang kunci utama kestabilan cake shop ini. Emak menyebutnya sebagaiGeneral Manager. Gendhis Cake Shop sudah berdiri jauh sebelum aku lahir. Ini buah usaha dari kerja keras Bapak selama dulu berbisnis bersama om Abas. Kemudian bapak memutuskan resign, dan membantu mewujudkan mimpi Emak untuk membangun sebuah toko roti karena kebetulan Emakku tercinta kue buatannya paling enak didunia. Buatku, juga bagi penggila adonan roti buatannya.

       “ Udah kok Na, ini aku mau ngecek ke bagian distribusi dan pengiriman dulu” jawab Karina.

       Karina Rusman sudah menjadi sahabat baikku sejak zaman putih merah, kami selalu bersama baik dirumah ( berhubung bertetangga) hingga ke jenjang pendidikan berikutnya. Kecuali kuliah. Karena aku harus ke Jerman terlebih dulu selama setahun penuh. Dan kini dia bekerja sebagai Manager untuk toko kami.

      Wanita itu terlihat menarik memakai sackdress merah berbahan katun dan beledu, lengan panjang mencapai lutut. Fisiknya bisa membuat lelaki tergiur hanya dengan satu kedipan mata dari Karina. Kaki jenjang, tungkai panjang menjadi daya tarik khasnya. Kekurangannya cuma satu. Terlalu kurus! Padahal dia bukan pecinta diet khusus, tidak juga kecanduan narkotika jenis apapun.

      Aku mulai tenggelam dalam pengecekan keuangan awal minggu. Ada 17 klien besar harus diurus hari ini dan itu membuatku pusing.

      “ Na” panggil Karina dari ambang pintu.

      “ Hemm” jawabku sekenanya.

      “ Jangan lupa minum obatmu” dia mengingatkan.

       Hidungku menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya cepat. “ Beres” jawabku. Masih terpaku pada buku dan angka, serta garis-garis.

        Terdengar ketukan langkah sepatu bootnya semakin meninggalkan ruanganku.

        Sekitar 45 menit kemudian semua pencatatan versi manual sudah selesai, tinggal memindahkannya ke laptop lalu.

      Deghhh!!!

     Ukhh!! Sakit sekali dadaku. Perutku juga mendadak melilit. Kenapa ya?

     Aku mencoba berdiri tapi tulang punggungku seakan menekan daging dan kulitku, membuatku meringis kesakitan. Kugigit bibir bawahku menahan lidahku menjerit.

      Rongga dadaku terasa panas. Dari lambung hingga usus seperti terbakar. Sakit sekali. Tubuhku seperti dirajam habis-habisan, atau bisa jadi beginilah rasanya kalau dirajam.

       Aku teringat obatku. Kulirik jam tanganku. Menyebalkan! Belum ada 4 jam bagaimana bisa aku harus meminumnya. Ini jauh lebih cepat dari jadwal seharusnya.Beberapa hari ini juga sering begitu.

       Perih dan panas ini merambat naik, sekarang sudah didada. Tubuhku terasa hangat. Aku berjuang bergerak bagaimanapun caranya. Tatapanku terjatuh kepada obat didalam tasku yang membuka di atas meja penyimpanan data.

        Nyeri teramat parah mencengkram belakang leherku. Ya Tuhan sakit sekali. Aku tidak tahan lagi dan mulai menangis. Tercium aroma besi khas darah segar. Hidungku meneteskan darah rupanya.

       Kuseret diriku sedemikian rupa, berat, seperti ada tangan kasat mata mencengkram dan  menahan agar kakiku tetap ditempat.

       Brukkhh!...

      Aku terjatuh di atas lantai dalam posisi menelungkup. Terengah-engah.

      Nggak, tolong jangan sekarang ya Tuhan.

      Krieett…Brakkk…

      “ Ya Tuhan Ina!!! Tolong!! Tolong Ina jatuh!”

       Itu suara malaikat surga. Si Emak. Syukurlah.

***********************

       “ Makanya lain kali jangan terlambat minum obat lagi” celetuk Emak. 

       Beliau duduk disampingku. Tangan kanannya mengelus-elus punggungku sementara tangan kirinya memegang cangkir besar berisi teh tubruk manis yang baru saja diseduhkan para pegawai toko buatku.

       Ini benar-benar penyiksaan, menelan 5 biji obat dalam satu kali tegak sekaligus.

       “ Makasih Mak” ujarku. Menyerahkan gelas tersebut pada beliau.

       Melalui pancaran matanya aku tahu Emak pasti panik sekali, namun beliau berusaha menutupinya demi aku dan Bapak.

       Bapak duduk disisi kiriku. Sibuk memijat pahaku. Beliau langsung pulang dari agen bahan kue begitu dihubungi Emak, mengenai kondisiku.

      “ Nduk, apa sering kambuh kayak gini?” tanya Bapak hati-hati. Orang tuaku tahu aku paling nggak suka jika topik mengenai kesehatanku diangkat ke permukaan.

       “ Nggak kok Pak, ini pertama kalinya” jawabku berbohong. Berusaha menutupinya dengan batuk-batuk kecil, berhubung tenggorokanku juga gatal.

       “ Kita ke Dokter aja bagaimana?” tanya Emak.

       Aku menggeleng. “ Nggak usah Mak. Ina beneran nggak apa-apa serius deh. Ina ngaku salah telat minum obatnya tadi” kucoba meyakinkan beliau melalui mataku.

       Ya Tuhan ampuni aku karena berbohong pada orang tuaku sendiri. Ini karena aku terlalu sayang kepada mereka.

       “ Sungguh” tanya Bapak lagi. Nggak tega aku melihat wajahnya sesuram ini.

       “ Maaf interupsi, tapi diluar ada keluarga Azarwan mau bertemu Tante Arin, sama Om Cipto” Karina muncul diambang pintu.

       “ Astaga sampai lupa Ibu. Mereka pasti mau ambil kue ulang tahunnya Indri buat acara nanti malam” Emak mendadak bangkit berdiri sambil memegangi kepalanya. “ Suruh mereka tunggu diruangan saya saja Karina, saya segera ke sana kok” kata Emak sedikit panik.

       “ Pak, temuin dulu gih calon mantu kita sama Masnya” Emak berpaling ke Bapak. Yang dijawab Bapakku dengan anggukan kepala.

       Ya ampun Emak. Masih sempat-sempatnya ingat perjodohan padahal anaknya sudah sakit begini.

       “ Ina kamu kuat nduk?” tanya Emak padaku.

       Sebenarnya sih malessss pakai banget ketemu si kementus Yahya, tapi berhubung ada Mas Argas okelah. “ Iya Mak, bentar ya. Emak keluar dulu gih” jawabku.

      Emak mengangguk dan segera keluar dari ruangan ini. Bapak mencoba membantuku berdiri tapi aku menolak niat baik beliau secara halus. Aku belum cacat, selama masih bisa berdiri memakai kedua kakiku aku nggak bakal meminta tolong pada orang lain.

**********************

  

        

   

     

Lamarlah Daku, Kau KutangkapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang