05 : Sehat selalu ya bunda..

Mulai dari awal
                                    

Bruk!

"Akkh!"

Teriakan sumbang penuh pilu segera didengar dari suara Jendral begitu sang bunda membanting tubuhnya tanpa ada belas kasih sedikit pun ke dinginnya lantai kamar mandi. Punggung Jendral taratup ujung lancip bak kamar mandi, mengakibatkan rasa sakit yang mendera seluruh tubuhnya.

"Dari mana kamu hah?! Jawab saya?!"

Wajah Jendral memerah menahan tangis. Ia tatap wajah bundanya yang begitu dingin berdiri di ambang pintu. Nyalinya kian menciut.

Merasa putranya tak menjawab pertanyaan yang Tanaka lontarkan, segera saja ia mengambil sapu yang tergantung di depan pintu kamar mandi, mengerahkan benda panjang itu ke arah Jendral.

Dugh!

Dugh!

Dugh!

Kriek!

"Shu dah bun dhah, sudh hah... Jen drall min tha ma af.. Jen dral yang sa lah.." [Sudah bunda, sudah... Jendral minta maaf, Jendral yang salah...]

Tanaka memukul tubuh Jendral yang meringkuk di lantai kamar mandi menggunakan sapu, mengayunkan benda itu tanpa ragu hingga dipukulan ketiga, sapu itu patah.

"Sumpah demi tuhan... saya ingin kamu pergi dari sini Jendral!!!!" Teriak Tanaka seperti orang kesetanan. Dia masuk ke kamar mandi lantas mencengkram sisi kanan dan kiri kepala Jendral, menjambak surai itu kuat sampai ada beberapa helaian rambut Jendral rontok di tangannya.

Ia arahkan wajah sang anak supaya menatap dirinya, walau yang Tanaka dapati hanya wajah sayu Jendral yang tampak menahan sakit.

"Bilang sama saya, kurang apa saya ke kamu hah?!" Tanaka menggoyangkan kepala sang anak berharap sang anak mau menjawab pertanyaannya.

"Jend rlal sakit.." [Jendral sakit...]

"Saya ga peduli kamu sakit atau tidak karena saya nggak pernah anggep kamu anak saya! Ingat itu!"

Kelopak sayu Jendral kian memberat. Tak bohong, kepalanya terasa pusing, tubuhnya nyeri saat Tanaka melayangkan pukulan keras di sekujur tubuhnya.

"Dasar cacat!" Tanaka berdiri, mengambil gayung lantas menyiram tubuh Jendral berkali-kali, hingga guyuran itu membuat tubuh Jendral basah seketika.

Nafas remaja itu berderu tak beraturan, berusaha mencari udara saat wajahnya menerima terus-terusan air dari gayung yang di pegang oleh Tanaka, membuat Jendral kesulitan bernafas.

"Jen drall salah bun dha, jen dral min ta ma aff." [Jendral salah bunda, Jendral minta maaf.] Suara parau itu terdengar menyedihkan, sungguh.

"Saya nggak peduli! Memangnya kata maaf bisa mengubah kamu jadi sempurna lagi hah?!"

Semakin kalap, Tanaka memungut patahan gagang sapu itu dari lantai dan memukulnya lagi ke punggung Jendral hingga menimbulkan pekikan kesakitan dari bibir Jendral.

"SAYA BENCI KAMU! SAYA BENCI KAMU! CACAT!"

Menjatuhkan patahan sapu itu dengan keras ke lantai sebelum akhirnya Tanaka menutup pintu kamar mandi rapat-rapat, membiarkan putra malangnya meringkuk memeluk tubuhnya sendiri erat-erat.

"Kamu apain anak kamu?! Gila kamu Tanaka!"

"Cukup! Kalau gak bisa menyelesaikan masalah seenggaknya diem! Biarin Jendral tidur di kamar mandi karena dia udah berani bolos sekolah!"

"Tapi di kamar mandi?-gila kamu Tanaka gila kamu!"

"Diem Jaka! Jangan pernah kamu berani-berani bantu dia!"

Teriakan dari luar itu, membuat kepela Jendral kian menderu pusing. Ia tenggelamkan dirinya di pertengahan kakinya yang menekuk rapuh. Tubuhnya sakit semua, terutama-hatinya.

Bunda tidak pernah menganggapku anak ya?

Jendral memeluk tubuhnya sendiri erat-erat, menyalurkan segala kesedihannya malam itu di dinginnya lantai kamar mandi.

Bunda..

Jendral minta maaf yaa..

Jendral salah...

Jendral tidak peduli kalau bunda mengabaikan kesakitan Jendral...

Jendral hanya takut kalau bunda sampai sakit...

Bunda Jendral hanya satu...

Sehat selalu ya bunda...

***
Kalem bro, jangan nangis.

***Kalem bro, jangan nangis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Anargya | Jaeyong & Nomin [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang