Five

1.4K 228 35
                                        

Hati-hati typo

* * * * *

Sudah 5 hari berlalu, aku belum juga membuka blokiranku. Semua nomor dan sosial media yang berhubungan dengan Azka ku blokir. Bahkan kali ini aku memblokir nomor Mama dan adiknya, ini pertama kalinya. Sehebat apapun pertengkaran kami, aku ngga pernah memblokir nomor adik atau Mama di ponselku. Tapi kali ini, aku ingin membuatnya jera. Juga memberikan aku waktu untuk kembali berpikir, mau dibawa kemana hubungan kami kalo Azka masih aja seperti sekarang.

Umurku memang baru menginjak 20 tahun dan Azka 19 tahun, tapi jika dihitung waktu yang kami berdua habiskan seharusnya Azka mulai memikirkan mau dibawa kemana hubungan kami. Memang betul Azka selalu bilang Aku cuma buat kamu, sejauh apapun aku main. Kamu tempat aku pulang. Ngga ada perempuan manapun yang pantas selain kamu. Iya, Azka memang tetap berpegang teguh pada ucapannya yang itu, tapi apa harus aku yang selalu merasakan sakit? Memang iya Azka kembali lagi padaku setelah ketahuan beberapa kali dengan perempuan lain, memang iya Azka kembali padaku setelah bernakal-nakal ria dengan teman-teman barunya, memang iya kembali padaku saat Azka bosan dengan mainan-mainannya. Tapi apa harus seperti itu disetiap kesempatan? Disetiap momen yang harusnya kami lewati tanpa pertengkaran tapi malah selalu berakhir dengan pertengkaran?

10 tanganpun rasanya ngga cukup menghitung berapa banyak pertengkaran berakhiran break yang telah terjadi. Sejak dekat, saat kami baru menginjak bangku sekolah menengah. Kami memang jarang bertengkar. Awal masuk sekolah menengah ataspun kami jarang bertengkar karena baik aku atau Azka memiliki kesibukan sendiri. Azka belum melarangku ini dan itu. Aku masih bebas bermain dengan siapapun, tapi saat menaiki kelas 2 sekolah menengah atas sesuatu terjadi. Saat itu rentang usia putus kami yang paling lama, hampir 3 bulan kami berpisah baru setelahnya kembali bersama. Alasannya karena dia yang tak terima aku pergi dengan teman-teman berjenis kelamin lelaki. Semua kulakukan karena aku ingin membalasnya, dia bebas pergi dengan siapapun. Bahkan perempuan! Tapi kenapa aku ngga boleh? Karena itu aku membalasnya, dan itu kali pertama ia yang meminta putus. Aku pikir memang sudah berakhir, tapi ternyata kami kembali setelah kurang lebih 3 bulan berpisah.

"Woy!" Aku mendongak kaget karena tepukan lumayan kencang di bahuku. Rano memperhatikan wajahku dengan seksama.

"Kalian belum baean juga?" Aku hanya mengangkat bahuku acuh. Tak ingin membahasnya sebenarnya.

"Lo masih nge-blok Azka ya? Berarti ngga liat story dia?" Lagi-lagi aku mengangkat bahuku tak peduli.

"Party dia anjing 4 hari berturut-turut! Gila ya cowok lo." Rano menyodorkan ponselnya ke depan wajahku. Aku berusaha keras mengabaikan apa yang tersaji di layarnya, aku hanya bisa mendengar suara ramai-ramai. "Liat dulu ini, nanti ngimpi loh sangking kangennya."

"Apa si Rano ngga jelas!" Aku mendorong mundur kepalanya. Kembali menyedot es teh manisku.

Sekarang aku berada di salah satu angkringan yang selalu ramai, hanya aku dan Rano.

"Berarti beneran udahan ya?" Aku mengacuhkannya, sibuk berusaha mengambil es batu di dalam gelas dengan menenggak es tehnya.

"Gue boleh maju ya berarti?" Pertanyaan Rano sukses membuatku tersedak. Rasa panas mengisi rongga hidung dan bawah mataku.

"Pelan-pelan si Wa! Ngga bakal gue embat juga itu es lo." Aku merasakan tangan mengusap punggungku, yang malah membuat batukku semakin menjadi.

"Lo kalo bercanda liat tempat dong Rano! Ngga lihat gue lagi minum?!" Aku mencabut 2 lembar tissue didepanku, menepuk-nepuk bibir dan sekitaran mulutku.

"Gue udah suka sama lo dari SMA Wa, gue mau deketin lo. Boleh ya?"

"Seriously No? Di angkringan?" Aku ngga menahan nada ngga suka dari bicaraku.

end | Point of ViewWhere stories live. Discover now