Asal Usul Jukung

82 0 0
                                    

Siapa yang sudah pernah mendengar atau menaiki jukung?

Jukung? Apa sih?

Banjar yang dikenal sebuah pulau dengan seribu sungai sudah tentu mengenal jukung ini sejak zaman dahulu kala Jukung adalah sebutan untuk perahu tradisional khas banjar yangg mempunyai peranan penting bagi masyarakat daerah Banjar, tapi sekarang budaya jukung semakin memudar dan diabaikan oleh masyarakat Kalimantan itu sendiri. Ini disebabkan karena pengaruh globalisasi dan kemajuan teknologi yang sangat pesat pada alat transportasi darat dan udara sehingga alat transportasi tradisional seperti jukung kurang diminati dan tidak mampu bersaing lagi dengan alat transportasi darat dan udara..

Eits, tapi tidak sepenuhnya punah. Karena sampai saat ini masih banyak kita jumpai terutama saat terjadinya pertemuan. Pertemuan ratusan jukung yang membawa hasil bumi dan barang kebutuhan hidup inilah yang membentuk apa yang sekarang disebut dengan pasar terapung. Lokasi jual beli yang dilakukan di atas air dengan jukung sebagai alat atau sarana yang utama.

Selain jukung merupakan untuk berdagang, alat transportasi ini juga di gunakan untuk mencari ikan, menambang pasir dan batu, mengangkut hasil pertanian, angkutan barang dan orang dan jasa lain-lain. Dari berbagai jenis jukung Banjar menurut fungsinya sebagaimana diuraikan maka sarana ini beroperasi di beberapa alur sungai-sungai Barito, Martapura, Riam, Nagara, Amandit atau Tabalong dari masa ke masa. Multifungsi sekali ternyata ya jukung.

Asal-muasal budaya jukung ini jukung sebenarnya dikenal pada 2000 SM, ketika migrasi pertama bangsa proto melayu (melayu tua) dari sungai Mekong, Yunan, Cina Selatan ke Kalimantan. Di duga bangsa proto-melayu yang telah mengenal logam tersebut adalah nenek moyang suku Dayak. Baru pada abad 6-7 M pembuatan jukung yang memiliki beragam jenis semakin berkembang di Kalimantan. Jukung dibuat selaras dengan kondisi alam Kalimantan pada waktu itu. Yang paling tua jenisnya diperkirakan adalah jukung sudur dan menjadi pondasi terciptanya jukung-jukung jenis baru.

Dalam studi sejarah dan arkeologi peninggalan-peninggalan jukung atau perahu sebagai artefak benda bergerak dapat mengungkapkan peristiwa-peristiwa sosial, ekonomi, budaya dan politik dimasa lampau dalam lingkungan geografis etnik pendukungnya ataupun dalam lingkungan yang lebih luas yang berkaitan dengan fakta migrasi di masa lampau.

Jukung Sudur (the real dugout canoe) yang dianggap bentuk awal jukung sejak kala Neolitik, tenyata pada zaman logam (metal age), masih dibuat dan dipertahankan hingga masa kini, seperti di kawasan perairan lahan basah Nagara, Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Bentuk Jukung Sudur bisa dibuat dari ukuran kecil hingga besarPerkembangan jukung yang sampai ke Kalimantan Selatan akhirnya menjadi identitas budaya saat berdirinya kerajaan Dipa di Amuntai, lalu kerajaan Daha di Nagara, Hulu Sungai Selatan hingga, kerajaan Banjar di kuin, yang menjadi tonggak lahirnya suku banjar.

Jukung Sudur terdiri dari satu potongan kayu, dipotong dari setengah belahan batang pohon dan lebarnya tidak melebihi pembakaran. Menjadi sebuah konstruksi sederhana dengan pasti sebuah kapal yang bisa dibangun dengan peralatan batu, kapak, beliung, ganjal, dan (untuk sebuah lubang di dalam konstruksi) sebuah pahatan.

Jukung Sudur adalah sampan sederhana yang bentuknya ceper dengan konstruksi yang sederhana, biasanya digerakkan oleh galah lebar dan digunakan untuk memancing. Sekarang ini ukuran normal Jukung Sudur adalah 6-7 meter, lebar 60-70 cm, dan dalamnya 20-25 cm. Tetapi di Museum Lambung Mangkurat Banjarbaru kita dapat melihat Jukung Sudur tua yang panjangnya 15 meter. Jukung Sudur asli terbuat dari sebuah potongan kayu, dengan tidak adanya tambahan konstruksi lain. Meskipun begitu ada yang berbeda dari Jukung Sudur, dimana satu papan ditambahkan di haluan dan buritan belakang kapal, yang sering disebut Jukung Bakapih. Jukung Sudur merupakan perahu yang ideal untuk berada di tempat yang dangkal, dimana konstruksinya yang ceper, memudahkan untuk mengapung pada air kedalaman 1 cm, digunakan untuk memancing.

Berdasarkan kenyataan arkeologis dan historis, jukung-jukung orang Banjar masih banyak terdapat dan digunakan di perairan Kalimantan Selatan. Bahkan pasar terapung (floating markets) di daerah ini, diketahui sudah ada sejak 400 tahun yang lalu (Ditjen. Pariwisata 1991: 209). Diperkirakan pasar terapung dan juga di tebing sungai sudah ada pada tahun 1530 Masehi pada masa pemerintahan Sultan Suriansyah (Pangeran Samudera) yang terletak pada pertemuan Sungai Karamat dan Sungai Sigaling (Idwar Saleh 1981: 41, 115). Kemudian bergeser ke tepi sungai Barito di daerah muara Sungai Kuin menjelang akhir abad ke-16 atau awal abad ke-17 Masehi. Pasar terapung di sungai Desa Lok Baintan, Kabupaten Banjar, mungkin sudah ada pada abad ke-16 tetapi bisa juga baru menjadi umum ketika perpindahan keraton Banjar ke kawasan Kayu Tangi Martapura sejak awal abad ke-17 (1612). Budaya sungai dan alat transportasinya tidak bisa dipisahkan dalam sistem sosial masyarakat Banjar ketika itu.

Sampai sebuah idiom menyebut "tidak ada orang Banjar jika tidak ada jukung". Sebab sejarah mencatat, Kerajaan Banjar di Kuin lahir setelah Pangeran Samudera lari mengasingkan diri menggunakan jukung dari Daha di Negara. Jarkasi (2012), budayawan Kalimantan Selatan, menyebut budaya jukung sebagai harmoni dalam kehidupan masyarakat Banjar.

Jukung Banjar, memang bukan sekadar Jukung Biasa karena telah mengantarkan etnis Banjar mengarungi lautan. Situasi revolusi colt yang mengandalkan daratan dalam arena migrasi nampaknya menghentikan evolusi jukung, apalagi melakukan sebuah revolusi kembali sebagaimana abad-abad sebelumnya. Jelaslah di sini bahwa jukung pada generasi sekarang tidak lagi dikenal akan tetapi jukung masih eksis atau tetap hidup ditengah - tengah era modern. Jadi apakah kita mau melestarikannya?

Sumber :

Ismi Ridhoni, " Jukung Dalam Perspektif Nilai Sosial Masyarakat Banjar Di Desa Pulau Sewangi", Jurnal Program Pascasarjana Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, Semarang: 2014.

F.Y.I. (Fakta yang Informatif)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن