Jahil

2.1K 210 12
                                    

Brakkkkk

Pintu jati bewarna coklat itu terbuka dengan kasar. Si pelakunya muncul dengan wajah merah menahan amarah yang mungkin sudah di ubun-ubun. Dengan baju kusut, basah penuh keringat. Berantakan itulah definisinya saat ini.

"Tara...." teriaknya pada si saudara kembar yang kini duduk anteng pada sofa putih, asik dengan satu toples cemilan di tangan. Menatap acuh pada objek di depannya yang sudah misuh-misuh tidak jelas. Tidak hanya Tara, para saudaranya yang lain juga ada di sana. Menikmati waktu sore mereka dengan tenang.

"Lo apaan si Sen, dateng-dateng bukan ngucapin salam malah teriak-teriak?" ucapan si abang sulung diabaikan, Sena malah melayangkan tatapan tajamnya ke arah saudara kembarnya

"Lo kan yang ambil buku pr matematika gue. Ngaku gak lo"teriak pemuda yang masih lengkap dengan seragam sekolahnya.

Tara hanya mengedikkan bahunya tanda tidak peduli meskipun dalam hati ia merasa puas dengan apa yang telah dilakukannya.

"Gara-gara lo gue dihukum bersihin toilet cowok yang baunya astaga, najong kayak lo"

"Itu sih derita lo Sen, salah sendiri buku PR nya lo letakin sembarang tempat. Gue kira sampah jadi gue buang deh" Tara angkat bicara kali ini lengkap dengan wajah tanpa dosanya. Mata sipitnya menghilang seiras dengan lengkungan senyum di bibir. Dan itu menimbulkan tawa-tawa dari yang lainnya. Menguar begitu saja seakan-akan hidup nelangsanya adalah komedi yang patut ditertawakan.

"Sampah palak lo. Lo emang sengaja kan biar gue dihukum. Anjir lo" Sena kembali ngegas dengan ucapannya barusan.

"Makanya Sen, jangan ceroboh nyimpen barang-barang pribadi Lo kalo gak mau dikira sampah." Alby ikut memanas-manasi. Tara memang sering ceroboh, tapi kan kalo mereka nemuin buku PR nya harusnya kan langsung dibalilkkin ke dia. Ngomong-ngomong buku PR nya itu dibungkus dengan rapi dan gak ada-ada mirip-miripnya sama sampah.

Sena memandang kesal ke-enam saudaranya. Menghentak-hentakkan kaki menuju kamarnya di lantai atas, Sena lantas membanting pintu kamar keras-keras menimbulkan decakan tawa dari si saudara kembar dan yang lainnya. Tara emang selalu begitu, tiada hari baginya tanpa menjahili si kembaran.


***

Malam ini Sena turun duluan ke ruang makan. Para abangnya dan juga si adik bontot masih asik menghabiskan waktu di kamar masing-masing. Jam makan malam akan dimulai sebentar lagi. Bi Asih, si asisten rumah tangga Megantara pasti sudah menyiapkan masakan kesukaan putra-putra Megantara. Dan memang benar, dilihatnya di meja makan sudah tersaji berbagai lauk menggiurkan. Piring dan gelas sudah tertata rapi. Masing-masing gelas sudah terisi air putih. Dan melihat itu timbul ide cemerlang di otak dangkal Sena.

Buru-buru ia ke dapur dan mencari setoples garam yang biasa di simpan di laci paling atas. Setelah menemukan apa yang dicarinya, ia beranjak kembali ke ruang makan. Memasukkan dua sendok garam ke masing-masing gelas, kecuali gelas miliknya. Papa dan mamanya tidak bisa ikut makan malam bersama mereka hari ini, jadi sangat aman jika ia melancarkan aksi balas dendamnya ke Tara. Hanya Tara sebenarnya yang menjadi target perangnya kali ini tapi melihat reaksi saudara-saudaranya yang lain yang hanya diam dan seakan mendukung penistaan yang terjadi padanya, membuat Sena ingin mereka merasakan juga mencicipi air garam itu.

Setelah selesai dengan garamnya, Sena buru-buru kembali ke dapur menyimpan toples garam di tempatnya semula. Dari dapur dapat ia dengar suara langkah-langkah kaki yang menuruni tangga. Bergegas ia duduk manis di tempat duduknya. Menunggu keenam saudaranya yang lain.

Adrian yang sampai duluan terkejut melihat ekstensi Sena yang sudah duduk manis di tempatnya. Tumben sekali pikirnya, biasanya Sena itu paling susah kalo dipanggil buat makan. "Tumben lo duluan Sen" tegur Adrian.

"Gue laper bang, kan tadi gak sempet makan siang." jawab Sena santai tanpa takut sama sekali.

Setelah semuanya kumpul, makan malam pun dimulai. Diiringi kericuhan Alby dan Adrian yang berebut paha ayam dan juga si bungsu Caka yang diam-diam membuang semua sayur dalam supnya ke piring Tara. Biasanya jika ada papa dan mama, mereka pasti akan makan dengan tenang mengingat betapa disiplinnya Tuan Megantara terhadap etika saat makan.

Dua puluh menit cukup untuk menghabiskan semua lauk tanpa sisa. Dan ketika yang lainnya siap dengan gelas air putih di tangan mereka, waktu yang Sena nanti-nantikan.

"Buset, kok asin bener ni air"

"Kok asin sih"

"Air apaan ni?"

Melihat tampang putra-putra Megantara memuncratkan air yang mereka minum, seketika tawa Sena pecah. Lepas sekali membuat yang lain menatapnya geram.

"Pasti lo kan yang masukin garam ke minum kita?" tuduh Tara

"Kok, lo jahil banget sih bang?" marah si bungsu

"Eh anak biawak, kok lo jahil ke gue sih?" geram Alby.

"Pantesan, gue udah curiga lo ada di ruang makan duluan" cercah Adrian

"Fix, gue laporin ke papa sama mama nanti" ujar si sulung

Sena tidak menghiraukan ucapan yang lain, ia masih asik dengan tawanya. Sementara Regi yang belum sempat meminum airnya cuma bisa menatap datar Sena.

"Ini tu hukuman buat lo semua, khususnya buat lo Tara. Masih mending gue gak masukin Sianida ke minuman kalian." ujarnya sambil berlalu menuju kamarnya. Menimbulkan decakan dari yang lain.

"Awas ya lo, gue bales besok" geram Tara.

SENAOnde as histórias ganham vida. Descobre agora