00:03

154 22 4
                                    

Bel istirahat yang menjadi jeda dalam kegiatan belajar mengajar membuat semua murid menghela napas lega. Akhirnya kepenatan akibat menghitung rumus-rumus fisika kini usai sudah. Saatnya mengisi perut, ataupun melakukan hal yang bisa membuat otak menjadi rileks.

"Yo, mau ikut ke kantin?"

Rio yang baru saja memasukkan buku-bukunya ke dalam tas mendongak, melihat Alvin dan beberapa teman laki-laki yang lain sudah berdiri di samping mejanya.

"Sebentar," ucap Rio sambil menutup resleting tas dan berpaling ke arah Ify yang masih sibuk dengan buku dan sesekali mencoret sesuatu di kertas.

"Fy, mau ikut ke kantin?"

Ify mendongak dan tersentak kaget saat mendapati jarak antara dirinya dan Rio sangat dekat. Bahkan ia bisa mencium aroma mint yang keluar dari mulut pemuda itu.

"Kenapa lo ngajak dia, sih?" protes Difa, yang kini memandang Ify ngeri. Ify yang dipandang seperti itu hanya menunduk sementara Rio menaikkan alisnya sebelah heran.

"Kenapa aku nggak boleh ngajak Ify? Dia temen kita juga."

"Kalau kamu mau pergi, pergi aja sama dia. Kita duluan ke kantin. Kalau nanti ketiban sial, baru tahu rasa," sungut Alvin lalu mengajak teman-temannya pergi. Meninggalkan Rio yang memilih bergeming di tempatnya.

"Kenapa nggak pergi? Pergi aja aku nggak apa-apa," ucap Ify lirih sambil memainkan pensil di tangannya. Ia merasa bersalah, seharusnya Rio bisa bergaul dengan normal, tanpa harus mempedulikan dirinya.

Rio bisa menjadi tipikal murid yang populer. Karena ketampanan yang ia miliki, dan juga saat tersenyum menampilkan gigi gingsulnya, sudah jelas Rio termasuk jajaran murid dengan para penggemar yang banyak. Hanya sayang, tak ada yang secara terang-terangan berani mendekati pemuda itu lantaran Rio selalu menempel padanya.

Ify tahu, di laci meja Rio ada banyak surat dan coklat yang ditujukan kepada pemuda itu. Harusnya, Rio bisa menggunakan kepopulerannya untuk mengukir cerita mengesankan saat masa SMA.

"Mau pergi bersama?" tawar Rio tak menyerah.

"Aku bawa bekal sendiri."

"Bagi."

"Eh?"

"Aku ingin mencicipi bekalmu, tidak boleh?"

Ify tersenyum kikuk. Dengan perlahan, ia mengambil kotak bekal yang ia simpan di laci meja. Satu kotak nasi goreng sosis yang ia buat sendiri tadi pagi.

"A-aku membuatnya sendiri, aku tidak tahu ini enak apa tidak."

Berbeda dengan reaksi Ify, Rio yang melihat tampilan nasi goreng itu meneguk ludahnya tak sabar ingin mencicipi.

"Ini!" Ify menyerahkan sendok yang tak disia-siakan oleh pemuda itu. Ia segera mengambil satu sendok penuh dan menyuapnya ke dalam mulut.

Dengan mata berbinar melotot, Rio mengacungkan dua ibu jarinya membuat Ify terkekeh.

"Kamu juga makan!" Rio menyerahkan sendok yang baru saja ia pakai.

Ify juga memasukkan satu suap nasi goreng ke mulutnya karena memang sudah merasa lapar, apalagi melihat cara Rio memakannya terlihat sangat nikmat. Baru saat ia mengunyah, ia sadar jika dirinya dan Rio memakai satu sendok yang sama. Apa ini artinya ... mereka telah berciuman secara tidak langsung?

"Uhuk!"

Ify terbatuk heboh, membuat Rio dengan cekatan membuka tutup botol dan menyerahkannya kepada Ify.

"Minum!"

Rio membantu menepuk-nepuk punggung Ify hingga batuknya mereda.

Wajah Ify memerah, selain karena tersedak, juga malu dengan pikirannya sendiri. Lihat saja Rio yang begitu tenang. Apa hanya pikirannya saja yang terlalu berlebihan?

Dead Time (DISCONTINUED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang