- Sad End -

42 1 0
                                    

Dari puluhan pengingat yang Krist pasang di kalender ponsel pintarnya, salah satunya adalah ulang tahun Peraya yang juga hari di mana mereka bertukar cincin.

Seminggu sebelum hari itu, wajahnya akan nampak lebih ceria. Bahkan mereka yang beruntung bisa mendapati ia tersenyum - senyum sendirian pada beberapa waktu.

Ia akan memesan sebuah hadiah yang khas, yang tidak dibeli dalam bentuk jadi. Agar Singto ingat bahwa itu adalah hadiah darinya.

Tahun ini juga, ia membeli sebuah jam tangan yang dimodifikasi bagian dalamnya agar bergambar foto mereka berdua. Terdengar kekanakan, tetapi kekanakan itu juga terdengar romantis, bukan?

Mereka akan memasak sendiri makan malam untuk malam itu, atau membeli makanan dari luar dan membawanya pulang ke kondominium salah satu dari mereka kalau mereka terlalu lelah. Lagipula, setelah seharian berada di bawah lampu sorot dan flash kamera, kesederhanaan dengan lampu remang - remang itu terasa seperti pelarian yang sempurna.

Tahun ini, beberapa purnama sebelum hari itu, Singto mengabarkan padanya bahwa ia akan kembali memainkan peran utama di musim kedua salah satu serial. Ia turut senang, tapi hatinya mencelos saat Singto mengatakan bahwa dirinya mungkin akan lebih banyak menghabiskan waktu dengan lawan bermainnya di serial tersebut-untuk memperkuat lagi chemistry mereka.

Hatinya tambah mencelos saat Singto mengatakan bahwa untuk menjaga rating serial tersebut, ia mungkin harus mengurangi waktu bersama Nong kesayangannya dan memperbanyak momen bersama lawan bermainnya.

Krist ingin menenggelamkan diri saja rasanya.

Ia tidak akan berbohong, P'Nat cukup tampan, menarik, berkarisma, dan dewasa. Tidak sepertinya yang kekanakan dan manja. Tapi Krist berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa Singto menyukainya sebagai apa adanya dirinya.

Ia juga tidak akan berbohong tentang perasaan cemburunya saat melihat trailer serial di mana mereka saling menatap penuh cinta.

"Ini hanya profesionalitas, Kit. Tenang saja." Begitu jawaban Singto sambil tertawa saat Krist menunjukkan rasa cemburunya.

Tentu saja, profesionalitas.

Apa selama ini dengan dirinya juga profesionalitas? Untuk menjaga rating serial mereka? Untuk memuaskan penggemar?

Apakah Singto juga memiliki perasaan yang sama?

Ia tidak bisa mengatakan bahwa ia baik - baik saja saat Singto terlihat sibuk dengan ponselnya di saat mereka sedang bersama.

Apa ponsel itu lebih menarik darinya?

Dan ini bukan soal game lagi. Singto tidak sedang memainkan game favoritnya. Dan ia bukan tidak sadar bahwa Singto selalu buru - buru mengganti tampilan ponselnya saat Krist berusaha mengintip.

"P'Sing~!"

"Ya, Kit?" Suaranya masih terdengar lembut seperti biasanya. Tapi Krist kembali sadar, bukankah Singto memang bicara seperti itu pada semua orang?

"Apa yang sedang kau lakukan? Aku bosan..."

"Tunggu sebentar." Singto mengetikkan sesuatu di ponselnya sambil tersenyum sebelum berbalik ke arah Krist dan meladeninya.

Sejak kapan Singto memintanya menunggu sambil ia mengirim pesan pada seseorang?

Serial yang disebut - sebut oleh Singto sudah mulai tayang. Krist beberapa kali mencuri - curi melihat reaksi penggemar mereka di media sosial.

Ada yang tidak suka karena Singto seperti mengkhianati Krist (ia tersenyum kecil membaca reaksi ini), ada yang suka dengan alur ceritanya tanpa peduli meskipun Singto bermain dengan orang lain, ada yang menjadi ingin 'melabuhkan kapal' Singto dengan lawan mainnya tersebut.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 18, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

One Hundred CallsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang