Kesepian

157 34 3
                                    

Kepakan sayap Jisoo merayap masuk melalui jendela yang terbuka, perkataan Ten sedikit mempengaruhinya. Satu bulan lebih dia terus berada disisi Taeyong, ia turut memperhatikan keseharian Taeyong yang menurutnya biasa saja. Bahkan tanpa membisikkan kata-kata penggoda, Taeyong sendiri semakin jatuh kedalam jurang keputusasaan yang dibuatnya sendiri. Apalagi kalau bukan karena rasa rindunya pada anak perempuannya, Lee Jian.

"Hah.." Jisoo memijit pelipisnya, kenapa dia bisa begitu lama dalam bertindak, harusnya ia bisa langsung menyeret Taeyong ikut bersamanya. Tapi, kenapa ia tidak bisa? Apakah ini yang disebut rasa iba yang dikatakan oleh Ten?.

"Tidak, itu tidak boleh terjadi, aku seorang putri iblis jadi aku harus menjalankan tugasku tanpa terpengaruh sedikitpun oleh rasa iba." Jisoo memantapkan dirinya namun, tanpa ia sadari Taeyong berjalan melaluinya dan menembus tubuhnya.

Jisoo tersentak, goresan-goresan luka yang dialami oleh Taeyong dapat dirasakannya bahkan ia bisa melihat bias kenangan menyakitkan yang dipendam oleh Taeyong.

Kerinduan akan anaknya, keputusasaan akan karir dan penyakitnya lalu penyesalan akan tindakan buruknya dimasa lalu. Kenapa Jisoo harus melihat hal seperti itu? Jisoo memutar tubuhnya bergerak cepat melayang mengekori Taeyong menuju dapur untuk meminum seteguk air.

Wajah Taeyong pucat pasi, butiran keringa tampak membasahi dahinya. Jisoo melirik jam dinding yang berada didapur, pukul 12 malam. Taeyong pasti mengalami mimpi buruk sampai-sampai wajahnya menjadi pucat seperti itu.

Jisoo mendudukkan dirinya dipinggiran meja bersebelahan dengan Taeyong, lama ia memperhatikan. Pria itu menyeka  keringatnya  panik dan tangan itu tampak gemetar seperti ketakutan. Jisoo menggeser duduknya mendekat pada Taeyong, tangannya terjulur menyapu pipi tirus Taeyong.

"Menyerah saja, untuk apa kau bertahan Lee Taeyong." Bisik Jisoo dan kini kedua tangannya menangkup pipi Taeyong.

"Bila kematian lebih membahagiakan untuk apa kau menderita demi kehidupan yang tak pasti, datang padaku Lee Taeyong. Rasa sakit yang kau pendam akan musnah dalam sekejap."

Bisikan Jisoo ternyata memasuki alam bawah sadar Taeyong, Taeyong menatap sekelilingnya linglung. Tatapan kosongnya menemukan tumpukan obat yang biasa dikonsumsinya. Jisoo yang setia berada disisi Taeyong membimbing pria rapuh itu untuk melakukan tindakan yang akan mengakhiri semuanya. Senyuman Jisoo merekah ketika Taeyong berjalan mendekati obat-obatannya.

"Bagus, lakukan seperti itu Lee Taeyong. Kematian akan menyambutmu dengan suka cita, rasa sakitmu akan musnah seketika dan kau  akan selamanya terjebak didalam jurang keputusasaan. Ayo Lee Taeyong mari kita akhiri semuanya~" Jisoo tertawa menikmati detik demi detik kematian itu akan datang.

Brak!

Suara benda-benda jatuh menggema diseluruh dapur, Jisoo menahan geramannya ketika Taeyong melempari semua obat-obatan dengan penuh amarah.

Prang!

Piring dan gelas yang tertata rapi dilempar sembarang oleh Taeyong. Isak tangis dan teriakan memenuhi rumah megah itu. Jisoo tidak berbelas kasih, ia justru kesal karena Taeyong membatalkan niatnya.

"Pasti dia mengingat anaknya lagi, cih." Gumam Jisoo lalu bergegas meninggalkan Taeyong yang masih bergelut dengan emosinya sendiri.

Namun, entah kenapa pergerakan Jisoo terhenti ketika samar-samar ia mendengar isakan Taeyong yang begitu menyakitkan.

"Maafkan ayah Jian, maafkan ayah....ayah bersalah padamu Jian.."

Jisoo mencoba untuk tidak peduli, seperti apa yang diucapkan oleh Ten, ia harus berhati-hati agar tidak terpengaruh oleh rasa iba.

Devil's Cry - Taeyong ft Jisoo ☆Where stories live. Discover now