Tidak seharusnya

129 33 1
                                    

Jisoo kembali memasuki kamar Taeyong namun, ia tidak menemukan pria itu terbaring dikasurnya. Mungkin saja dia sedikit membaik sehingga memilih untuk berjalan-jalan sebentar.

Jisoo mendaratkan bokongnya ditepi kasur milik Taeyong, menghusap-husap  kasur yang masih terasa hangat itu. Sepertinya pria itu juga tidur nyenyak tadi malam.

Jisoo mendengar suara langkah kaki mendekat, itu Taeyong dengan baju handuknya. Wajahnya tampak segar dan langkah kakinya bersemangat, mungkin yang ia butuhkan hanya tidur nyenyak dan lari dari mimpi buruk tentang anaknya. Tanpa sadar Jisoo tersenyum melihat keadaan Taeyong yang membaik.

"Sial, apa yang kupikirkan." Jisoo menarik rambut disekitar pipinya, dia mulai kehilangan akal.

Taeyong kini sedang menyampirkan baju handuknya hingga tubuh itu tidak terlindungi sedikitpun. Jisoo tanpa sadar melayang mendekati Taeyong, ia memegang pundak itu mencoba menghirup aroma sabun usai mandi tadi.

Jisoo tergoda untuk menyentuh kulit tanpa helaian benang itu, ia mulai dengan mendekatkan bibirnya pada telinga Taeyong lalu memberi kejutan kecil dengan menggigitnya gemas. Taeyong bergidik karena ada sesuatu yang aneh menyentuh pundak dan telinganya, Jisoo justru  terkekeh melihat reaksi Taeyong.

Jisoo mengitari Taeyong yang sudah memakai setengah pakaianya. Ia pun mengamati pria itu mencoba memastikan apakah pria ini bisa melihatnya atau tidak.

Lalu tatapan mereka bertemu, Taeyong tidak berekspresi dan tatapan kosong diterima oleh Jisoo. Ternyata benar kalau semalam itu hanya kebetulan saja, mungkin kondisi yang memburuk membuat Taeyong sekilas melihatnya.

Ide nakal muncul dipikiran Jisoo, kalau menggoda pria ini sedikit saja mungkin tidak apa. Kali ini telapak tangan Jisoo menyentuh dada Taeyong yang sedikit terbuka. Mungkin karena Taeyong    memakai kemeja putih dengan kancing atas yang terbuka  membuatnya mempertontonkan kemulusan dadanya.

"Kau jangan seperti ini, aku bisa saja tergoda."  Jemarinya menyentuh nakal permukaan kulit itu, Taeyong tampak bergidik hingga memundurkan sedikit langkahnya. Jisoo menarik kerah kemeja Taeyong lalu  mendekatkan wajahnya pada leher Taeyong,  aroma khas manusia.

"Siapa disana?."

Jisoo tersentak, dia menghentikan kegiatannya dan kembali menatap wajah Taeyong yang tanpa ekspresi.  Segera raut wajah Jisoo berubah, ia pun melepaskan cengkaramannya dan sedikit melayang jauh dari hadapan Taeyong.

"Apa kau gadis bermata Ruby itu?." Taeyong kembali bertanya pada udara kosong yang ada disekitarnya. Jisoo tidak merespon, ia hanya diam dengan kedua tangan terlipat pada dadanya.

Taeyong bisa merasakan kehadirannya namun tidak bisa melihatnya. Apakah ini peringatan yang disebutkan oleh Ten tadi?. Jisoo bergerak menjauh dari Taeyong namun entah bagaimana Taeyong bisa merasakan posisinya.

"Kau mencoba pergi?." Taeyong berdiri disisi jendela dengan Jisoo yang melayang tepat dihadapannya. Jisoo enggan bersuara, ia tidak mau membuat hal semakin rumit untuk dirinya sendiri.

"Aku akan berada diruangan musik untuk menenangkan diri dengan bermain piano, jika kau masih disini maka kau diundang untuk berada disana juga."  Ujar Taeyong lalu menyelesaikan pakaiannya yang sempat tertunda.

Jisoo kini mendaratkan kakinya diatas kusen jendela kamar Taeyong. Pria itu sudah bisa merasakan kehadirannya, ia bahkan tidak takut. Taeyong justru mengajaknya berbicara bahkan mengundangnya untuk melihat permainan pianonya.

"Oh sial-"

Taeyong tampak sudah bersiap-siap didepan pianonya, jemarinya sudah siap menari untuk mengalunkan nada-nada indah. Jisoo sudah berada disana dan duduk manis diatas piano milik Taeyong.

Tampak seulas senyuman pada bibir Taeyong, seolah dia tahu kalau sosok itu sungguh datang untuk melihatnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Tampak seulas senyuman pada bibir Taeyong, seolah dia tahu kalau sosok itu sungguh datang untuk melihatnya. Jisoo tidak bergerak, ia hanya duduk diam dan menatap lekat Taeyong yang telah memainkan pianonya.

Nada-nada sedih mengalun perlahan begitu menyayat hati. Jisoo tahu kalau pria ini suka sekali memainkan lagu sedih seperti ini. Apakah ia masih diliputi kesedihan karena dibuang oleh keluarga kecilnya?

Jisoo tanpa sadar begitu terbawa emosi, ia meremas dadanya kuat dengan tangan kanannya dan tangan kirinya mencengkaram pinggiran piano Taeyong. Pikirannya berkecamuk, ia bisa merasakan emosi yang dialirkan Taeyong pada setiap tuts pianonya.

Jisoo lengah, ia terbawa arus permainan Taeyong. Ia harus segera pergi namun tidak bisa, seolah Taeyong memintanya untuk melihatnya bermain lebih lama lagi.

Jisoo mengulurkan tangannya menyentuh wajah Taeyong, pria ini sungguh kesakitan. Semua keputusasaannya ia tuangkan dalam setiap lagu yang dimainkan. Jisoo tahu dan dia tidak ingin pria ini merasakan kesedihan yang mendalam, ia ingin-

"Uhuk-!"

Taeyong terbatuk  lalu terjatuh dilantai, ia  meremas dadanya kuat, keringat dingin mengalir pada pelipisnya. Taeyong tampak meraba-raba saku kemejamua seolah mencari sesuatu yang penting disana. Jisoo masih menatap Taeyong tanpa melakukan apapun hingga seseorang dari ujung pintu membawanya kembali kekamarnya.

Jisoo bergerak mengikuti Taeyong, disana pria itu kembali terbaring lemah. Benda bernama obat-obatan itu perlahan dia telan, Jisoo miris menatapnya. Perlahan kondisi Taeyong tampak baik, tampak tenang meskipun keringat masih membasahi keningnya. Terima kasih kepada pria tua ini yang sudah meminumkan obat itu.

Jisoo berdiri disisi ranjang menatap Taeyong yang terlelap tanpa merasakan sakit.

"Sudah kukatakan, kau seharusnya menyerah dan ikut denganku Lee Taeyong. Kenapa kau membiarkan dirimu tersiksa seperti ini.."

Dia memeluk Taeyong erat dan perlahan air mata yang sedari tadi menggenang dipelupuk matanya akhirnya jatuh juga. Dia menangis untuk pria ini, dia  merasa sesak karena pria ini. Ia tidak keberatan bila emosi ini menguasai jiwanya, ia sangat rela.

"Uhuk- sakit sekali..." Taeyong mengigau dalam tidurnya, Jisoo meletakkan telapak tangamnya pada dada Taeyong lalu menepuknya lembut.

Taeyong  terlihat sedikit tenang dan batuknya mulai sedikit hilang. Dia menatap wajah Taeyong, ada bercak darah disana , ternyata batuk kali ini lebih parah dari yang lalu.

"Taeyong.." panggilnya.

Taeyong tak menoleh , rasa sakit yang menderanya kali ini tak mampu membuatnya membuka matanya  hanya untuk sekedar menatap Jisoo.

"Tidurlah yang nyenyak, semoga rasa sakitmu segera hilang. Mimpilah yang indah Taeyong, sekali ini saja lupakan anak dan istrimu." Ujar Jisoo.

Ia menyentuh dahi Taeyong guna telunjuknya hingga mengeluarkan sinar kecil. Seulas senyuman Taeyong terlihat, Jisoo turut senang akan hal itu.

Jisoo menghusap sekilas rambut ke-perakan milik Taeyong sebelum akhirnya ia memutuskan untuk pergi dari kediaman Taeyong.

☆☆☆☆☆

aku ngetiknya pun berkaca-kaca 😭😭

Devil's Cry - Taeyong ft Jisoo ☆Where stories live. Discover now