9

110 21 60
                                    

"Hei, tunggu!"

Dewandaru membelalak begitu mengenali sosok berjubah yang baru saja menabraknya. Semula ia berniat mengumpat atau bahkan menghajar si penabrak, tetapi niat itu urung saat bertemu pandangan dengan pemilik mata bening yang tak akan pernah ia lupakan. Gadis pertama yang bertemu dengannya setelah terlempar ke negeri dongeng ini. Seketika peristiwa di sungai kembali berkelebat dalam ingatan Dewandaru serupa film yang diputar berulang.

"Wirahandaka, kau mau ke mana?" teriakkan Bandung Bondowoso membawa Dewandaru kembali ke dunia nyata. Langkahnya terhenti karena dalam sekejap saja sosok perempuan bertudung itu telah menghilang di balik keramaian pasar.

Tak peduli betapa kali ia berjinjit ataupun mengintip di balik tubuh-tubuh bertelanjang dada di pasar, Dewandaru tak juga menemukan jejak si gadis jelita. Dewandaru lantas mendengkus seraya melirik kesal pada Pangerang Pengging yang kini telah berhasil menyusul di sisinya. Andai saja, Bandung Bondowoso tidak bersamanya, Dewandaru barangkali sudah akan menerobos keramaian untuk menyusul gadis itu. "Aku hanya merasa mengenali sosok itu." Hanya itu yang dapat terucap dari bibir Dewandaru.

Bandung Bondowoso terkekeh barangkali karena melihat wajah kesalnya saat ituq. "Tentu saja kau mengenal semua orang di sini karena kau sering berkeliaran di tempat ini."

Dewandaru mengerutkan kening, tetapi sedetik kemudian ia menggeleng frustrasi. "Aku tidak mengingat apa pun. Berhentilah menyebut keburukanku di masa lalu," sahutnya ketus.

"Menurutku, yang kau lakukan bukanlah keburukan. Namun, aku tidak akan mengungkitnya jika kau keberatan. Baiklah, aku punya satu cara yang dapat membantu mengembalikan ingatanmu? Bagaimana apakah kau tertarik?" Kedua alis pangeran Medang itu terangkat sementara bibirnya menyunggingkan sebuah seringai misterius. "Kau tertarik, bukan?" ulangnya.

Jika dalam keadaan normal, barangkali ajakan serupa itu akan sangat menggiurkan Dewandaru. Bagaimanapun, ia terkenal sebagai dewa pesta di Jogja, penggemar segala sesuatu yang berlabel hiburan. Ia bertandang dari satu pesta ke pesta lainnya setiap malam, bahkan tanpa mengingat nama-nama pesta yang ia datangi saat matahari terbit keesokan harinya. Dewandaru boleh miskin, tetapi kehidupan sosialnya bisa dibilang sangat berkelas dan gemerlapan. Wajah tampannya merupakan senjata yang paling ampuh nan mujarab untuk melakukan panjat sosial.

Namun, segala sesuatunya terasa berbeda di Pengging. Sebuah tempat dan waktu yang ia sendiri tak tahu di mana. Dewandaru benar-benar tersesat dan sendirian. Pun makna dan kadar kesenangan di Pengging barangkali sangat jauh berbeda dengan kesenangan di tempat asalnya. Tidak ada kesenangan yang dapat ia nikmati dalam keterasingan serupa yang dihadapinya saat ini.

Tanpa menanti jawabannya, Bandung Bondowoso segera menarik sebelah lengannya untuk singgah pada sebuah kedai tanpa dinding yang berada di salah satu sudut pasar. Sebuah kedai beratap daun kelapa berdiri kokoh beberapa langkah di hadapannya. Kedai dengan pondasi seadanya tanpa dinding itu berukuran cukup luas. Kedai itu terlihat ramai oleh pengunjung, orang-orang bertelanjang dada dengan ikan kepala dan rambut bersanggul di atas kepala.

"Sebenarnya, aku sedang tidak lapar," ucap Dewandaru dengan langkah terseret. Jujur saja ia sangat enggan berada di tengah keramaian tempat itu. Bukan berarti Dewandaru menyukai keramaian, justru sebaliknya, ia sangat menyukai keramaian. Namun, keramaian di negeri asing tentu hal yang berbeda.

"Aku tidak mengajakmu makan. Kita hanya akan minum di sini." Bandung Bondowoso menjawab sembari terkekeh.

Dewandaru mengangguk mafhum saat menyadari apa yang dimaksud dengan 'minum' oleh sang pangeran. Kedai itu rupanya bukan kedai tempat makan sebagaimana yang semula ia asumsikan. Saat jarak mereka telah sangat dekat dengan kedai, Dewandaru dapat melihat berderet-deret kendi minuman dari tanah liat yang terdiri dari berbagai ukuran yang terletak di atas meja milik penjual. Para pengunjung yang datang ke tempat itu pun rupanya bukan menyantap makanan, melainkan memesan minuman dengan beberapa jenis kudapan sederhana.

Dear Jonggrang (ON-GOING)Where stories live. Discover now