Bobby tertawa. Suara tertawanya masih persis sama dengan yang June ingat, mirip suara orang yang sedang dicekik atau kehabisan nafas.
"Kok pucet sih, lo? Kayak lagi liat hantu aja," komentar Bobby ceria. "Eh, sori, temennya June, ya? Halo, aku Bobby."
June menoleh ke arah Donghyuk, yang tampak sedang melongo bingung memandangi pria di hadapannya. Mungkin ia sedang berpikir, "Makhluk apaan, nih? Ajaib banget!"
"O-oh, halo, aku Donghyuk," ujar Donghyuk setelah sadar dari lamunannya. Ia menjabat tangan Bobby yang disodorkan di hadapannya.
Selama kedua orang itu berkenalan, June menonton dengan perasaan tidak karuan, separuh cemas, separuh entah apa yang membuat rongga dadanya seakan mengembang seperti balon diisi helium. Semakin lama ia berdiri di sini, rasanya dadanya semakin membengkak.
Kalau meledak di tempat, gimana? Baguslah, akhirnya gue jadi pusat perhatian satu kampus...
Nggak, bercanda. Gue nggak mau mati sekarang, woi!
"Temennya boleh aku culik, nggak?" tanya Bobby kepada Donghyuk tiba-tiba, tanpa tedeng aling-aling.
June terkesiap, kaget. Donghyuk pun tampaknya keheranan.
"Nggak ada kuliah lagi, kan, Jun?" pria itu kini menghadap ke arah June. Cengiran lebar terpampang di wajahnya, memamerkan gigi kelinci amburadul.
June menggelengkan kepala dengan ragu. "Ng-nggak, sih, tapi..."
"Ikut gue, yuk," lanjut Bobby.
"Kemana?"
"Makan. Belum makan, kan? Bareng gue, mau? Gue juga mau kasih liat katalog hasil foto kema--"
"BOLEH, BELOM, GUE BELUM MAKAN, AYO MAKAN," potong June buru-buru sebelum Bobby menyelesaikan kalimatnya.
Bisa-bisa ia jadi selebriti kampus dadakan kalau sampai tersebar bahwa ia jadi model katalog sex toys. Jangan-jangan ia bakal ditendang dari daftar mahasiswa aktif kalau sampai ketahuan. Entah ada peraturan yang melarang mahasiswa jadi model semacam itu atau tidak, tapi June tidak mau mengambil resiko.
Sebelum melangkah pergi, ia menoleh ke arah Donghyuk. "Sori, ya, Dong," katanya. "Gue balik bareng Bobby."
"O-oh, iya, nggak apa-apa," Donghyuk menjawab, kelihatannya belum benar-benar pulih dari kebingungannya.
Lalu, June berbalik dan berjalan mengikuti Bobby ke arah Ford Mustang-nya. Jantungnya berdebar tidak karuan, sementara benaknya sibuk mencicit, "NGGAK WARAS LO! BALIK BADAN! HEI! BALIK BADAN SEKARANG JUGAAAA!!!"
▪︎▪︎▪︎
Kafe itu bernuansa simpel dan chic, dengan interior yang kebanyakan berwarna gelap dan tanaman-tanaman hias yang menjuntai di sana-sini. Meja-meja kayu berpelitur dan kursi-kursi berbantalan beludru berwarna merah marun ditata rapi di dalam ruangan yang tidak terlalu luas, dikelilingi oleh dinding bercat gelap yang berhias grafiti abstrak monokrom.
Ini adalah tipe-tipe tempat makan yang tidak pernah June datangi. Pertama, karena ia tidak yakin doyan dengan makanan yang disajikan. Kedua, karena ia tahu harga makanan dan minumannya pasti mahal. Pertimbangan ini logis bagi mahasiswa yang harus membayar kost setiap bulan dan memenuhi kebutuhan sehari-harinya dengan seirit mungkin seperti dirinya.
Tak seperti June yang berjalan perlahan dan takut-takut, Bobby melangkah dengan santai, seakan-akan ia setiap hari mengunjungi tempat ini.
Dugaan tersebut terbukti nyata ketika Bobby melambaikan tangan ke arah seorang pria di balik meja bar.
YOU ARE READING
Part Time Job
FanfictionJune butuh uang, dan ia butuh segera. Orangtuanya tidak bisa mengirimkan uang bulanan, sedangkan iuran kostnya sudah menunggak selama 3 bulan. Ibu kost sudah mengancam akan mengusirnya apabila ia tidak segera membayar. Putus asa, secara kebetulan i...
Part 4 (Epilog)
Start from the beginning
