Perjodohan

270 28 2
                                    

Dia tidak pernah memikirkan apakah hubungannya kali ini akan membawa dampak yang membahagiakan ataukah justru sebaliknya. Rahacinta hanya menjalankan sesuai dengan amanah mendiang mama yang menginginkannya menikah atau lebih tepatnya menerima ajakan menjalin hubungan yang ditawarkan Kailendra. Suatu saat nanti, apakah dia suka atau tidak, itu tidaklah penting. Bagi mendiang mama, Rahacinta hanya perlu menggerakkan tulang leher untuk mengangguk. Cukup sekali, dan masalah akan beres seketika.

Perlu diketahui kalau mendiang mama memiliki penyakit kronis, sebuah jantung yang tidak lagi memiliki kekuatan untuk menjalankan tugasnya, bekerja memompa darah lalu mengalirkannya ke seluruh tubuh agar tetap bisa hidup sebagaimana mestinya. Sudah lima tahun lamanya dan organ pemompa darah itu kian melemah, mama yang pada saat itu memiliki banyak hutang. Utang yang dia gunakan untuk membiayai pendidikan si bungsu, Fahira untuk menempuh pendidikan strata satu seperti yang dicita-citakan gadis berwajah lembut itu dan sisanya digunakan mama untuk--sedikit--bersenang-senang.

Uang yang telah dipakai tersebut tidak bisa dikembalikan dengan mudah bahkan sang papa yang sudah bekerja setengah mati tidak bisa menebusnya dan mama di saat sekaratnya justru menemukan pemandangan yang dianggapnya sebagai harta karun yang akan menyelamatkan kehidupan mereka.

Cinta pada pandangan pertama Kailendra pada putri sulungnya telah mengantarkan permata keluarga kaya itu menuju kepada keberuntungannya. Cinta--Rahacinta Benaya yang pendiam dan penurut telah membuat putra tunggal sang pewaris jatuh bertekuk lutut.

Bermodalkan permintaan--setengah memaksa--mama memberikan akses penuh kepada pria yang saat ini berusia tiga puluh dua tahun itu lebih mengenal dan menarik hati sang putri. Tidak tanggung-tanggung bahkan mama meminta dengan sangat agar Cinta tidak menolak apapun atau bagaiamanapun Kailendra berusaha mendekatinya. Pada akhirnya dengan kebaikan hati yang Kailendra miliki dia mampu menggenggam hati si cantik yang begitu pendiam itu.

Dan, beberapa menit yang lalu dirinya telah resmi menjadi tunangan pria gaek yang menjabat sebagai salah satu dokter terbaik di sebuah rumah sakit milik keluarga. Seorang dokter sekaligus pewaris tahta Bhamantara.

Memandangi sekali lagi pada cincin berlian mahal yang tersemat di jari manis, Cinta menarik napas panjang. Satu tangannya merangkak menuju dada sebelah kiri tepat di bawah tulang selangka di mana rumah pemompa darah berada, bekerja keras membuatnya berdentam-dentam kuat, tetapi sayangnya, nihil.

Cinta tidak merasakan detak itu atau memang beginilah seharusnya yang dirasakan, itu artinya tidak ada satupun kata para pujangga dalam setiap buku romansa yang pernah dibacanya, benar, bahwa cinta bisa membuat jantungmu bergetar hebat, bahwa seluruh otot di dalam tubuhmu akan bereaksi saat berdekatan dengannya.

Kaliendra adalah sosok pengasih, pria dengan tutur kata lembut dan begitu hangat serta romantis. Seharusnya itu saja sudah lebih dari cukup sebagai bukti bahwa bahagia itu memang ada. Keberadaannya tidak terpaksa atau dipaksa.

"Sayang?" Sebuah rengkuhan pada bahunya terasa begitu hangat dan terlalu mengenalnya sehingga dia tidak berbalik badan, hanya menurunkan telapak tangan demi menyentuh punggung tangan nan lebar milik Kailendra.

"Matahari terbenam memang selalu menjadi favoritmu, meskipun aku iri sebenarnya, tapi aku senang karena hari ini, setidaknya aku tidak akan bersaing dengan waktumu dan senja."

Rahacinta bekerja sebagai seorang editor freelance dan ketika bekerja dia menyukai berada di halaman belakang rumahnya, menikmati harmony semesta, berselimut hangatnya senja dan ketika sang baskara memilih terbenam dan digantikan dengan redupnya cahaya rembulan, saat itulah Cinta merasa begitu nyaman. Seakan dunia ini hanya berisi tentangnya saja. Tidak ada Faira, tidak ada tatap sendu sang papa dan juga ia tidak perlu merasa tertekan karena mengingat titah ibunda tercinta.

Sudahlah, Kaliendra sudah memilihnya dan dia telah menjadi bagian dari keluarga Bhamantara yang akan menjamin hidupnya kelak, seperti yang sering mama katakan, bahwa dirinya hanya butuh menggerakkan tulang leher sekali saja, tidak perlu mengeluarkan suara 'Ya' atau 'Jangan' yang pasti akan membutuhkan tenaga yang lebih besar daripada hanya sekedar mengangguk pelan.

"Apa pestanya membuatmu kurang nyaman?"

Cinta memang merasakannya. Rasa tidak nyaman dan ingin segera menghilang. Dia butuh alasan untuk menghindar sejenak. "Aku hanya ingin menghirup udara segar." Sebuah alasan yang sekali lagi disambut senyum penuh pengertian Kailendra. Benar, 'kan? Kailendra adalah sosok paling pas untuk disandingkan dengan si pendiam.

"Anginnya terlalu kencang, sebaiknya kita masuk kembali dan orang-orang juga tidak perlu bertanya di mana mempelainya berada."

Memberikan tangannya untuk digenggam, Cinta pun mengikuti pergerakan langkah Kailendra, berjalan menuju tempat di mana orang-orang akan memberikan senyum serta mengucapkan sejuta kata selamat.

Untuk pertunangan yang akan dijalani empat hingga lima bulan ke depan.

Ya, sesuai dengan kesepakatan bersama--tanpa Cinta di dalamnya--mereka akan melangsungkan pernikahan setelah Kailendra menyelesaikan program tesisnya.

Dalam empat sampai lima bulan ke depan sebelum semuanya berganti baik dari status hingga kepemilikan diri secara sah. Cinta berharap akan ada desir yang sering dicarinya. Seperti ragam cinta romansa yang sudah ia editing ribuan kali. Berharap semoga ada sedikit saja, perasaan hangat selain rasa nyaman karena sebuah perlindungan menyentuh hatinya terdalam.

Menarik napas dalam, dilhatnya Faira dan sang papa yang sedang bercengkerama dengan beberapa teman dan sepupu. Kailendra membawa genggaman tangan mereka menuju keluarga Bhamantara yang tampil mewah.

"Duh, kamu ini loh, ilang-ilang aja. Padahal sejak tadi banyak yang nyariin." Mami menyambutnya dengan kalimat berentet. Wanita berusia lima puluhan itu berdandan cantik, kerutan tipis yang sudah diberi suntikan antiaging secara berkala tersebut seakan tengah menyaingi para diva tanah air membuatnya begitu paripurna.

Menggantikan gamitan sang putra, Joana mengambil alih lengan sang calon menantu idaman dalam genggaman tangannya lalu mengajak Cinta berkeliling menemui teman sosialitanya. Ingin sekali Cinta menolak dan berharap Kailendra mau menyelamatkannya dari aktivitas membosankan tersebut, alih-alih menyambut kode yang diberikan Cinta, pria gaek yang terlihat sangat tampan dengan setelan tuksedo hitam tersebut justru mengangguk, meminta Cinta tidak banyak protes. Ini hari yang membahagiakan tidak hanya mereka saja yang ingin tertular kebahagiaan tetapi juga para undangan.

Mengerti arti senyum tipis Kali, Cinta pun pasrah saja saat Joana menarik tangannya.

Ah, Cinta begitu lelah tapi tidak bisa dan tidak diperbolehkan mengungkapkan keluhnya atau bila dia memaksa maka dengan senang hati, Faira maupun mendiang mama akan kembali mengingatkan.

Dirinya adalah tumbal yang harus diserahkan agar kehormatan mendiang mama tercinta tidak merasa kehilangan nama baiknya dan pendidikan yang masih dijalani Faira tidak akan tersendat.

"Nih, calon mantu idaman, cari tuh yang model begini, nurut dan hormat banget sama orangtua. Nggak bakalan neko-neko, nggak seperti mantunya Jeng Sulis yang ...."

Sudahlah, Cinta tidak lebih hanya sebagai pajangan, bukan?

***

SELAMAT DATANG DI DUNIA MaharKu, SEMOGA KALIAN SUKA DENGAN DONGEN INI

LOVE,

MAHAR

THE HEART STEALERWhere stories live. Discover now