Part 1

39 2 0
                                    

Kring..... Kring..... Kring.....

“Tiara! Ayo Kita kekelas. Ini sudah waktunya masuk kelas!” tukasku.

“Iya! Sebentar lagi!”

“Tiara! Apa ingin Aku gigit hah?” ancamku dengan garang dan membuat Tiara menurut padaku.

“Iya! Iya! Ayo!” jawab Tiara dan beranjak dari bangku yang Dia duduki dari jam istirahat sampai jam istirahat habis. Kami meninggalkan kantin dan pergi menuju kelas.

Tiba-tiba Tiara menarik tanganku dengan agak keras membuatku kesakitan, padahal kelas Kami hanya beberapa langkah lagi, Tiara yang malah menarik tanganku kedalam kelas sebelah.

“Tiara,” bentakku dengan berteriak ditelinganya.

“Sebentar! Woy Beni!” teriak Tiara pada salah satu cowo yang duduknya diatas bangku yang tidak ada akhlaknya sama sekali. Dia itu cowo yang paling jahil disekolahan ini namanya Beni Tong Tong.

“Eh Elo Tiara! Mau ngapain?”

“Nanti pulang sekolah Gue bareng Lo ya?”

“Tapi Gue mau anterin pacar Gue”

“Sebentar doank kok. Kan Rumah Gue dekat?”

“Ya udah deh iya. Apa boleh buat?”

“Nah gitu donk. Sampai nanti!” lagi-lagi Tiara menarik tanganku menuju kelas.

“Tuh kan ini gara-gara Kamu sih, Kita jadi telat,” ucapku dengan.

“Tenang! Gue yang tanganin. Lo santai aja!” jawabnya dengan penuh percaya diri. Tiara mengetuk pintu kelas dan dengan pelan dan membukakanya sedikit demi sedikit sehingga pintunya terbuka dengan sempurna. “Pak! Boleh Saya dan Embun masuk?”

“Kalian dari mana saja? Ini sudah jam berapa?”

“Iya maap Pak, tadi Saya itu habis nganterin Rembulan keUks karena perutnya sakit!” jawab Tiara dengan berbohong.

“Apa maksudmu?” Aku membisikan ketelinga Tiara dan Aku juga mencubit tangan Tiara yang berbohong dengan mengakui kalau Aku sakit.

“Sakit tau!” ucap Tiara yang juga membisikan ketelingaku.

“Eh malah bisik-bisik. Cepat kalian duduk dikursi kalian masing-masing!” ucap Pak Andi membuat Kami terdiam sejenak.

“Terima kasih pak, Bapak ganteng deh!” ujar Tiara agak memuji pada Pak Andi.

“Bapak emang ganteng dari lahir!”
    
Aku langsung tersenyum dan berjalan menuju bangkuku yang diikuti oleh Tiara dari belakang yang menahan tawanya sendiri karena pengakuan Pak Andi yang dipuji oleh Tiara sendiri, juga teman-teman yang lain ikut-ikutan ingin tertawa tapi menahannya.
    
“Suahlah! Mari Kita lanjutkan materinya!” Pak  Andi yang terus terang menjelaskan panjang lebar dari A-Z itu jelas banget, sampai-sampai titik komanya disebutin. Itulah Guru Kami Pak Andi yang teliti tiap huruf, kata, abjad, spasi dan lainnya. Maklumlah Pak Andi itu Guru Bahasa Indonesia Kami.
    
“Apa Kalian sudah paham?”
    
“Paham pak!”
    
“Ya sudah sampai bertemu minggu depan!”
    
“Iya pak!“
    
Pak.Andi pun keluar kelas karena jam pelajaran yang telah habis.
    
“Lain kali Kamu jangan gitu lagi!”
    
“Iya!” jawab Tiara sambil mencubit pipiku.
    
Dilanjutkan oleh guru sejarah yang akan membuat satu kelas dalam alam mimpi apalagi ini adalah pelajaran terakhir.
    
Dan paling beruntungnya lagi Guru sejarahnya tidak ada dan hanya meninggalkan tugas yang bahkan tidak Kami kerjakan tugas yang diberikan oleh guru sejarah.
     
Kring...Kring...Kring...
    
“Akhirnya pulang juga. Gue duluan ya Embun! By!” pamit Tiara langsung pergi setelah mendengar suara bell pulang berbunyi bahkan Aku belum berkata apa-apa.
    
Setelah Aku merapihkan alat tulisku kedalam tas. Aku beranjak dari kursi dan keluar kelas untuk pulang kerumah.
      
“Hanya Aku saja yang ada dikelas!” ucapku pada diriku dendiri yang ternyata kelas sudah sepi tak bernyawa. Aku keluar kelas yang hanya ada beberapa siswa yang berada diparkiran sekolah, siswa-siswi yang membawa kendaraan.
     
Diperjalanan Aku hanya menikmati panas triknya matahari yang membuat keringat didalam tubuhku keluar. Pada saat Aku berjalan dipinggir jalan ada yang menyerepetku dengan motor membuatku terjatuh dan membuat tanganku sedikit lecet.
    
“Maap! Lo gak papakan, sini Gue bantu!” Seseorang mengulurkan tangan padaku untuk membantuku.
     
“Tidak ini hanya luka dikit!” Aku langsung berdiri tanpa harus dibantu.
     
“Maap ya! Gue gak sengaja dan Gue gak lihat ada orang!”
     
“Iya gak papa! Tapi lain kali hati-hati!”
    
“Iya!”
    
“Permisi Aku pergi duluan. Terima kasih sudah mau membantuku!”
    
“Iya!” jawabnya dan tersenyum padaku. “Mau Gue anterin gak?”
     
“Ah tidak usah!”
     
“Gak papa Gue akan bertanggung jawab karena telah menyerepet Lo!”
     
“Iya itu bukan masalah. Ngak perlu dianterin kok! Lagian rumahku dekat dari sini!”
     
“Gue bakalan anterin Lo sampai rumah. Ayo naik!!”
     
“Tapi..”
     
“Gak ada tapi-tapian! Anggap saja ini sebagai perminta maapan Gue pada Lo!”
     
“Ah baiklah, sebelum itu Aku mau ngucapin terima kasih banyak karena Kamu mau nganterin Aku!”
     
“Gue yang harusnya ngucapin terima kasih karena Lo sama sekali tidak marah pada Gue kalau orang lain gak tahu deh!”
      
“Kenapa bisa berpikiran seperti itu?”
      
“Ngak tau?”
      
“Hh!”
      
“Sudahlah, ayo naik.”
     
“Baiklah!”  Aku menaiki motor yang menyerepetku dengan tidak sengaja.
    
“Rumah arah Lo kemana?”
    
“Kekakanan!”
     
Diperjalanan Kami hanya diam menikmati angin yang terhembuskan kewajahku sehingga membuat kerudungku agak terapung, juga suara kendaraan kesana kemari menempuh jalannya masing-masing.
     
“Kak! Aku turun didepan saja!” Pintaku pada saat rumahku sudah dekat.
      
“Rumah Lo yang warna putih dengan gerbang hijau,” tanyanya pada saat Dia melihat kearah rumahku yang semakin dekat untuk dilihat oleh mata.
     
“Iya!”
     
“Baiklah!” jawabnya dan berhenti dekat gerbang berwarna hijau dengan rumah berwarna putih yang Aku tunjuk tadi.
     
“Terima kasih ya Kak!. Mau masuk dulu?”
     
“Gak usah! Gue langsung balik aja!”
     
“Non Embun udah pulang!” Suara bi Inah dari balik gerbang yang membuatku agak terkejut olehnya.
     
“Iya! Oh iya Bibi tau dari mana kalau Aku pulang?”
     
“Bibi dengar ada suara motor menuju rumah Non dan Bibi kira ada tamu! Eh ternyata Non baru pulang sekolah. Non pulang sama siapa?” tanya Bi Inah karena Aku belum pernah pulang diantar sama siapa pun apalagi sama cowo yang baru ketemu tadi.
    
“Gak papa kok Bi. Dia teman Aku kok!”
     
“Ayo masuk Non!”
     
“Kakak mau masuk dulu.”
     
“Ngak usah. Langsung pulang saja!”
      
“Bibi salut deh sama Kamu Nak! Soalnya Bibi ngak pernah lihat Non dianterin, apalagi cowok seganteng Kamu!”
      
“Bibi bisa aja mujinya!”
      
“Da benar. Iya kan Non?”
      
“Terserah Bibi saja!” jawabku singkat tanpa berekspresi.
      
“Ya udah deh. Terima kasih sudah nganterin Non pulang!”
      
“Terima kasih ya Kak”.
      
“Wah wah wah ada tamu nih!” lagi dan lagi ada yang datang dari balik gerbang dan berkali-kali menyatukan ketangannya.
      
“Ini Den Septian ada temannya Non!”
      
“Tumben ada yang mau ngenterin, biasanya juga jalan kaki! Adik pembawa sial. Sudah bawa Dia masuk, Aku tidak suka melihat wajahnya!” ucap Kakakku dengan tegas.
     
“Baiklah! Ayo Non!” jawab Bi Inah pelan.
     
“Makasih ya Kak udah nganterin Aku.” Aku dan Bi Inah masuk kedalam rumah setelah Aku melewati gerbang.
     
“Non!” ucap Bi Inah setelah Kami berada didalam rumah.
     
“Iya Bi!” jawabku dengan duduk disofa yang ada diruang tamu ini.
     
“Tangan Non kenapa? Kok terluka?” ucap Bi Inah setelah melihat luka ditelapak tanganku.
      
“Ah ini! Tadi Aku jatuh dijalan!”
       
“Lain kali Non harus hati-hati!”
       
“Iya!”
     
“Bibi ambilin kotak obat dulu ya!”
     
“Gak usah Bi, ini hanya lecet biasa nanti sembuh sendiri!”
     
“Non jangan menolak. Non tunggu disini!”
     
“Baiklah!” setelah Aku menjawab Bi Inah langsung pergi kedapur untuk mengambil kotak obat.
     
“Dasar manja! Mana yang sakit?” Kakakku menarik tanganku dan membuat tanganku sakit.
      
“Kak sakit!”
     
“Lebih sakit saat Mamah meninggal. Ini hanya luka biasa!” ucapnya dan melepaskan tanganku dengan keras.
    
“Kak! Kenapa Kakak selalu membahas itu?”
    
“Karena Lo anak pembawa sial!” Lantas Kakakku pergi setelah mengatakan itu padaku.
    
Aku pergi kekamarku dan berbaring diranjang. “Mah. Kenapa Mamah meninggalkanku dengan cepat? Aku lelah dengan semua ini, Aku lelah selalu dibilang anak pembawa sial, Papah yang selalu sibuk dengan pekerjaannya, Papah selalu pulang malam, Aku ingin bertemu denganmu Mah. Kenapa Mamah pergi begitu cepat?”

Love In Trouble [END]Where stories live. Discover now