Maafkan aku, Stev. Ini saatnya aku membuka hatiku untuk orang lain. Menutup kenangan lama ku bersamamu, dan mengulang semuanya dari awal lagi.
Jakarta, 3 Januari 2015.
Senja, 17:25.
*****
"Halo?" suara tersebut memecah keheningan di rumah Revin. Dering telepon baru saja memecah konsentrasinya yang sedang belajar kimia.
"Eum, ini Revin ya?" sahut suara di seberang sana.
"Iya, ini siapa ya?" Revin mengernyitkan dahinya bingung. Setahunya, ia tak pernah memberikan nomor ponsel nya kepada siapapun.
"Ini Evelyne." jawaban itu langsung mengukir sebuah senyum di wajah Revin.
"Eve tau nomer aku darimana?" Revin memberanikan diri untuk bertanya.
"Dari proposal yang lo kasih kemarin. Inget ga?" Eve terkekeh di seberang sana. Revin tampak mengingat-ingat.
"Oh, iya ya lupa aku haha. Ada apa Eve telepon aku?" Revin kini duduk di sofa kamarnya, berusaha menikmati pembicaraan.
"Lo mau bantuin gue gak?" suara Eve terdengar ragu di seberang sana.
"Bantu apa?" Dengan cepat Revin langsung menjawabnya.
"Ini agak sedikit gila, sih. Tapi gue gatau siapa lagi yang bisa bantu gue, karena tiba-tiba nama lo yang terlintas di pikiran gue. Gue liat lo orang yang baik, jadi mungkin lo mau bantu gue." Eve menarik napas berusaha melanjutkan perkataannya. Revin hanya diam mendengarkan.
" Lo mau gak jadi pacar pura-pura gue?" ucap Eve yang pada akhirnya membuat mata Revin membelalak.
"APA?!" Revin berteriak saking terkejutnya.
"Kenapa? Gamau ya? Gapapa sih kalo gamau, gue gamaksa." suara Eve terdengar lesu. Revin cepat-cepat menyangkalnya.
"Ngga, bukan gitu. Aku cuma kaget aja. Diantara sekian banyak cowok tampan di sekolah, kenapa kamu malah pilih aku?" Revin tak bisa menutupi rasa keterkejutan sekaligus penasarannya.
"Entahlah, gue juga gatau. Gue emang bukan orang yang pandai bergaul, jadi sedikit cowok yang gue kenal. Dan, begitu ketemu lo kemarin, gue tau lo orang yang baik dan bisa gue percaya. Jadi, apa salahnya gue nyoba tanya sama lo? Tapi kalo gak mau gak apa-apa kok, Rev. Gue emang gila hahaha." Eve tertawa. Jawabannya tadi membuat Revin lagi-lagi tersenyum.
"Aku mau kok, Eve." Ucap Revin cepat.
"Hah?" Kini Eve yang dilanda kebingungan.
"Iya, aku mau jadi pacar pura-pura kamu." ujar Revin mantap.
"Serius?" suara Eve terdengar menyiratkan ketidakpercayaan.
"Iya, serius."
"AAAAA MAKASIH REV. GUE GATAU MESTI BALES KEBAIKAN LO PAKE APA." Eve begitu senang saat mendengar Revin mengiyakan permintaan gilanya.
"Gak usah, cukup bisa ngebantu kamu aja aku udah seneng kok."
"Ahh makasih ya Revinn. Besok lo gue traktir sepuasnya dehh. Udah dulu yaa, makasih bangettt. Night, byee." Eve mengakhiri pembicaraannya.
"Night too, Eve." Revin menutup teleponnya, bersamaan dengan senyum yang mengembang di wajahnya.
Eve yang kini tengah berbaring di tempat tidurnya, perlahan berjalan menuju meja belajarnya. Ia masih saja tersenyum dengan wajah yang penuh harapan. Ia meraih sebuah buku berwarna hijau tosca dan sebuah pena dari tempat pensilnya. Ia mulai menulis sesuatu disana.
Hari ini, aku baru saja melakukan hal diluar nalar. Aku baru saja meminta seseorang yang bahkan baru kuketahui namanya beberapa hari yang lalu untuk menjadi pacarku. Oke, mungkin lebih tepatnya pacar pura-pura. Namun tetap saja, aku tak habis pikir bagaimana aku bisa melakukannya.
Tapi semua itu kulakukan hanya untuk satu hal. Bisa melupakannya, menjauhkan bayang-bayangnya dari hidupku. Aku tak sanggup jika harus mencintainya dalam diam terus menerus. Aku lelah untuk berpura-pura. Aku ingin mencoba sesuatu yang mungkin saja bisa membuatku lebih mudah melupakannya.
Aku yakin Revin adalah orang yang baik. Aku tahu, tidak akan mudah untuk menggeser posisi nya dengan Revin. Namun, hanya ini yang bisa kulakukan. Setidaknya, aku bisa meminimalisir rasa sakit hatiku padanya, sehingga aku bisa sedikit demi sedikit memaafkan atau mungkin melupakannya.
Jakarta, 5 Januari 2015.
Malam purnama, 19:40.
******
Haaaai, kembali lagi dengan chapter 4 yeayyy. Semoga semakin banyak readers yang suka yaa. Maaf kalau banyak kekurangan karena saya memang masih amatir. Ditunggu vote&commentnya yaaa!
Chapter 4
Start from the beginning
