MAEMUNAH TAHU TELOR

22 2 1
                                    

Maemunah, jutek, ngeselin. 

Maemunah tahu telor, pembawa cinta pandangan pertama.

"Dasar Maemunah! Tahu telor pembawa cinta pandangan pertama." teriak Reyhan meninggalkan Mae dengan tawa.

Maemunah atau dikenal dengan Mae berjalan menyusuri lobi rumah sakit di sore hari yang saat itu sedang sepi sunyi.

"Dia ini apa nggak apa-apa? Senyum-senyum sendiri seperti orang gila," batin Mae saat melihat seorang laki-laki memakai jas putih berdiri dan bersandar pada kusen pintu ruang dokter umum, tetapi hanya dilihatnya saja laki-laki itu dengan menunjukkan muka masam sebab pikiran Mae yang saat itu porak-poranda memikirkan Ibunya yang sedang terkapar sakit di ruang mawar.

Beberapa hari kemudian. Alhamdulillah Ibu Mae sudah membaik dan memberikan tanda-tanda kesembuhan secara total.

"Belikan Ibu tahu telor di depan RS itu, ya. Sepertinya enak."

"Tahu telor di depan RS, Bu? di mana?" tanya Mae.

"Tepat di depan RS itu ada warung tahu telor. Kemarin Ibu melihatnya saat masuk RS. Belikan, ya. dibungkus aja."

"Lah, memang Ibu boleh makan tahu telor sama dokter? tanya Mae sedikit ngegas.

"Boleh kalau kamu nggak bilang. Nggak ada pantangan makanan juga. Ibu bosan makan makanan rumah sakit," bicara Ibu Mae sedikit memelas.

"Nakalan!" ledek Mae. "Iya aku belikan, tapi nggak pakai cabe," pungkas Mae dan kemudian pergi menuju warung tahu telor depan RS itu.

"Bu, tahu telor 1, dibungkus," kata Mae kepada Ibu penjual tahu telor itu.

"Iya, Mbak. Ditaruh piring aja ya, Mbak." tawar Ibu penjual tahu telor.

"Enggak," tegas Mae.

"Nggak apa-apa, Mbak. Piringnya di bawa aja. Orang-orang RS biasanya juga gitu. Nanti bisa dikembalikan lagi ke sini," tawar Ibu penjual untuk kesekian kalinya.

"Enggak! Pesan Ibu saya dibungkus. Jadi, saya maunya dibungkus."

"Baik, Mbak."

Beberapa menit kemudian...

"Ini, Mbak, 10 ribu." Ibu penjual tahu telor itu memberikan satu kantong kresek berisi bungkusan tahu telor.

"Makasih. Maaf merepotkan."

"Jutek. Ngeselin," bicara seorang laki-laki yang entah kepada siapa, tetapi telah terdengar di telinga Mae. Mae menoleh mencari sumber suara tersebut.

"Dia lagi?" Jadi barusan aku bersebelahan dengan laki-laki aneh itu?" batin Mae kemudian pergi meninggalkan warung tahu telor itu.


-Bersambung...

TAHU TELOR, PEMBAWA CINTA PANDANGAN PERTAMA.Où les histoires vivent. Découvrez maintenant