1.1

5.6K 529 11
                                    

.

Usianya baru saja menginjak 34 tapi putranya sudah berumur 17 terhitung hari ini, di pesta sederhana yang Jaemin buat untuk putra semata wayangnya, Na Jisung.

Ada kedua orang tua jaemin dan beberapa sahabatnya juga datang.

Malam ini semua bahagia, malam ini banyak kado yang jisung terima, kue ulang tahun yang menjulang tinggi dan beberapa sahabat yang berkumpul membuatnya lupa akan sebuah kesedihan dan pertanyaan yang selalu ada di benaknya.

Na jisung, 17 tahun hidup hanya dengan seorang Ayah tunggal, mencintainya dan meluapkan seluruh afeksi hanya untuk dirinya, terkadang jisung merasa begitu sedih kala melihat banyak sekali teman temannya yang mampu bercenda gurau dengan kedua orang tuanya, tak di pungkiri jisung juga sebenarnya ingin, namun keadaan membuatnya untuk urung.

Pukul 23.17 semua tamu undangan sudah pulang, menyisakan jisung, jaemin dan kedua orang tua jaemin, dengan di bantu beberapa pembantu nya mereka semua bekerja sama membereskan sisa pesta ulang tahun jisung yang meriah.

"Ayah rasa 17 tahun sudah waktu yang cukup dewasa untuk kamu mulai pacaran ji" ujarnya, yang di balas senyuman malu putranya

"Aku belum berfikir kesana ayah, tapi baiklah akan aku pikirkan lagi" jawabnya dengan selingan tawa renyah di akhir

Jisung menatap ayahnya yang sedang membereskan kado kadonya, memasukkan ke dalam troli satu persatu untuk ia bawa masuk ke kamarnya.

"Bukannya ayah seharusnya juga memiliki kekasih? Aku juga ingin melihat ayah berpacaran" tangan jaemin berhenti bergerak, kaget karena merasa begitu tiba tiba

"Aku juga ingin punya papa" lirihnya lalu mengambil alih trolli yang sudah penuh dengan kotak kadonya menuju kamar.

Memiliki beberapa toko kue yang sudah tersebar di beberapa cabang kota membuat jaemin tidak pernah kesusahan materi, mencukupi kehidupan jisung dengan gaya hidup begitu mewah pun mampu ia berikan.

Lantas siapa sebenarnya papa dari seorang Na Jisung? Lalu kenapa mereka tidak bisa hidup bersama?

Semua berawal tujuh belas tahun lalu.

Dua garis merah terpampang di empat testpack yang Jaemin beli pagi hari sebelum ke sekolah. Usianya masih 17 tahun kala itu, baru saja selesai ujian nasional dan sedang mempersiapkan untuk wisuda. Namun hal lain membuatnya terganggu, ada hal lain yang mendominasi pusat pikirannya sekarang.

"lee Jeno" geramnya, lantas dirinya keluar rumah lengkap dengan seragamnya, pagi ini Jeno tidak menjemputnya ke sekolah, jadilah dia berangkat sendiri. Menyalakan mobilnya lantas menginjak pedal gas kuat kuat, tidak peduli dengan tatapan tidak suka para tetangga karena cara jaemin mengendarai mobil, yang ia pikirkan hanya segera sampai ke sekolah dan bertemu dengan Jeno.

Namun sialnya hingga siang Jeno terus saja menghindarinya, enggan bertemu dengan Jaemin bahkan saat jaemin datang ke kelasnya, Jeno terus saja beralasan untuk menghindarinya.

Jam menunjukkan pukul 15.00 bel pulang sekolah berbunyi, saat kelas Jaemin keluar kelas hendak menuju parkiran ia samar samar dengar jeno berbincang dengan beberapa temannya soal seseorang yang tidak jaemin tahu.

"Tapi nana belum tau, gua gatau juga gimana ngobrol sama dia" jaemin masih diam di belakang Jeno sambil menaruh telunjuknya di depan bibirnya mengisyaratkan kepada teman2 nya yang melihat ke arahnya untuk diam

"Sebenernya udah hampir semingguan gua coba buat ngehindarin nana, tapi tuh bocah mepet gua terus" lanjutnya, "ya jelas lah sat, dia kan pacar lu" jawab salah satu temannya.

"Gua bosen banget sumpah sama nana, apa apa lapor mulu, bosen gua dia kemana mana ngikut, gak bebas gua" jaemin tersenyum di belakang Jeno, perih di hatinya begitu terasa saat matanya mulai memanas, ia tepuk bahu jeno, membuat simpunya membalikkan badan dan terkejut karena Jaemin tiba tiba ada di belakangnya.

"Jadi bosen jen sama aku?" Tanyanya, untung saja ia masih mampu menahan air matanya

"Kali ini perempuan atau lakilaki mana lagi?" Lanjutnya. "Na, enggak gitu" elaknya

"Kalian bisa tinggalin kita? Gua mau ngobrol sama jeno bentar" keempatnya lalu pergi menyisakan jaemin dan Jeno di lorong sekolah di lantai dua sekolah.

"Jen, aku hamil" ujar jaemin tanpa pikir panjang, bukannya kaget jeno malah tertawa di buatnya, dipegangnya bahu jaemin masih dengan sisa tawa yang ada "na, lu gabisa boongin gua. Lu bilang gitu biar gua ga mutusin lu kan? Sorry na itu gaakan rubah keputusan gua" Jeno benar benar menyakiti hati jaemin begitu dalam.

Jeno berlalu meninggalkan jaemin sendiri yang masih tertegun dengan kalimat jeno, tidak percaya. Air mata memenuhi seluruh wajah ayunya, dirinya meremat ujung seragamnya kuat kuat, sebelum Renjun memeluknya dari belakang.

"Ayo bangun, sudah jangan nangis" ujarnya kemudian membawa jaemin yang lebih tinggi darinya untuk ia dekap dalam peluk hangat

"Ayah?" Jisung lihat Jaemin melamun di balik bar kasir

"Sudah pulang ji?" Disahutnya tangan ayahnya untuk ia tempelkan di dahinya, "sudah, ayah aku mau pergi lagi setelah ini. Mau kerumah Chenle untuk tugas" jaemin mengangguk menyetujui

"Minta pak iwan buat anterin ya" jisung mengangguk sambil membawa papperbag berisi kue yang jaemin masukan beberapa saat lalu untuk putranya bawa pergi

Putranya sudah remaja, sudah 17 tahun, sudah mengenal dunia luar, teman temannya juga orang orang yang baik, jaemin kemudian teringat satu hal yang begitu menyakitkan

"Bagaimana kalau nanti jisung tahu papanya tidak pernah mengetahui keberadaannya?" Hatinya kembali memanas, lantas sebuah usapan lembut di pipinya mengalihkan perhatiannya

"Mas Jo?" Yang di sapa tersenyum kemudian mengusak surai coklat jaemin lembut
"Jangan terlalu dipikirin na, semua udah ada jalannya sendiri kan" anggukan dari jaemin cukup untuk menjawab pertanyaan pria tinggi yang seperdetik lalu menyadarkan jaemin dari lamunannya.

SeoJohnny, seseorang yang dengan ikhlas selama 17 tahun membantu Jaemin merawat Jisung seorang diri.

TBC/END?

hii~~
Ini cerita pertamaku yang bawa nomin sebagai pairingnya, how's? Apa kalian suka?

Saran dan kesannya dong, biar aku semangat terus update ..

—Stella🌻

PLEASE - NOMINWhere stories live. Discover now