Senandung meneruskan langkah. Dua jengkal, gadis itu melambai pada bus yang lewat. Lalu tanpa senyum basa-basi pada Ale, Senandung masuk ke bus.

Membuat Ale mendengkus kesal. Dengan sedikit gemas cowok itu memukul setang motor karena merasa diabaikan. Beberapa menit kemudian, Ale teringat kembali tujuan awal. Yaitu ingin menyelidiki siapa sebenarnya sosok Senandung. Maka tanpa membuang waktu lagi, dia segera memacu motor dengan kecepatan yang lumayan tinggi. Dengan harapan bisa menyusul dan membuntuti bus yang dinaiki Senandung.

Berbekal keahlian mengendarai motor Aleandra berhasil mengikuti Senandung. Dirinya mampu menyalip aneka kendaraan lain agar tidak kehilangan jejak Senandung. Berjarak satu meter di belakang bus, Ale melihat Senandung turun dari bus di depan sebuah toko roti yang lumayan besar. Gadis itu mendorong pintu kaca untuk masuk. Hanya sebentar saja. Tidak sampai sepuluh menit, Senandung menampakkan diri kembali dari penglihatan Ale yang memantaunya dari atas motor di parkiran toko. Sayangnya wajah sendu Senandung berubah menjadi muram.

Ale menautkan kedua alisnya. Dirinya berpikir keras. Apa yang membuat wajah sang gadis berubah sedih seperti itu.

Kemudian Senandung tampak berjalan gontai. Kedua tangannya kiri dan kanan menenteng dua box besar transparan berisi kue. Ale yang telah memarkir motor hendak menyusul masuk, segera mengurungkan niat. Pemuda itu berlari menyejajarkan langkah Senandung.

"Hai, Dung! Kenapa kelihatan murung begitu? Ada masalah?" tanya Ale perhatian.

Senandung hanya menggeleng sekilas menanggapi pertanyaan Ale. Masih dengan langkah lambat, gadis itu berjalan menuju taman yang terletak tak jauh dari toko roti. Kemudian menghempaskan tubuhnya di bangku taman. Matanya tampak memperhatikan air mancur di depannya, tetapi pikiran gadis itu melayang jauh entah ke mana. Bahkan dia tidak menyadari Ale sudah duduk di sisinya.

Setelah beberapa waktu saling terdiam tanpa suara, maka Ale memutuskan untuk memecahkan keheningan itu dengan bertanya pelan," Dung, ini sudah sore. Kau tidak ingin pulang?"

Seakan baru tersadar dari lamunan, Senandung menghela napas perlahan. Dengan lirih gadis itu menggeleng.

"Kenapa?" tanya Ale lagi.

"Aku takut," sahut Senandung pendek.

"Takut?"

"Bibi akan marah besar kalo roti ini masih banyak."

Senandung menjawab seraya menunduk. Menyembunyikan matanya yang mulai berembun.

"Karena itu? Ahh, serahkan semua padaku! Kau tenang saja!"

Senandung yang menunduk segera mendongak melihat muka Ale. Pemuda itu menggerakan-gerakan alisnya dengan lucu saat Senandung menatapnya heran.

"Maksudmu?" tanya Senandung bingung.

Ale segera mengambil dompet di saku belakang. Dia mengambil semua uangnya, lalu menyerahkan pada Senandung.

"Maksudnya apa?" Senandung semakin bingung.

"Anggap saja aku borong semua roti bibimu itu," jawab Ale dengan semringah.

Senandung melihat ada enam lembar pecahan uang seratus ribuan itu pada tangan, lalu dia mengembalikan tiga lembar ke pada pemiliknya sambil berujar," Ini kebanyakan, Le."

"Gak papa. Buat borong dagangan esoknya."

Ale menolak kembalian uang itu. Tampak senyum tipis terbentuk pada bibir tipis Senandung, tapi itu cukup untuk membunuh wajah muramnya. Sangat cantik. Ale yang baru pertama kali melihat sungguh terpikat. Baginya itu adalah senyuman termanis yang dia lihat dalam hidupnya.

Cinta Lama Bersemi Kembali (Senandung)Where stories live. Discover now