Kelasnya sebenarnya cukup menarik, Mark memiliki banyak perspektif segar dan unik tentang linguistik.

Kalau saja Jeno tidak terganggu akan betapa malunya dia. Untuk pertama kalinya dalam sekian lama ia menghadiri kuliah, Jeno bisa mendapatkan sesuatu dari kuliah yang dihadirinya. Ajaibnya beberapa materi berhasil masuk ke dalam otaknya tanpa sedikit pun masalah.

Ketika waktu pelajaran sudah selesai, Jeno bergegas keluar dari kelas karena dia tidak tahan lagi untuk menahan rasa malunya.

Dia menghela nafas pada dirinya sendiri ketika dia membiarkan make-up artist merias wajahnya. Bayangan mata cokelat gelap untuk memperdalam lekukan matanya, warna merah muda pada tulang pipinya, serta lip gloss yang menambah keindahan bibirnya.

Dia sudah siap untuk pemotretan.

Dia memutuskan akan meminta maaf kepada profesornya begitu dia memiliki waktu untuk menghadiri kelas lagi. Tapi untuk saat ini, supermodel Lee Jeno perlu fokus pada pemotretannya.

Ini bukan pertama kalinya Jaemin melihat Jeno dalam pemotretan, pastinya sudah ratusan kali atau bahkan lebih. Tapi Jeno tidak pernah gagal membuatnya takjub. Begitu dia masuk ke mode supermodelnya, Jeno yang kacau, lucu, dan cekikikan, tidak ada di sana. Hanya ada supermodel Jeno di sana.

Mata Jeno intens, menatap langsung ke kamera seolah-olah dia bisa menghancurkannya hanya dengan tatapannya jika dia mau. Dia begitu menakjubkan, tidak peduli konsep apa yang dia lakukan, apa pun itu hasilnya pasti spektakuler.

Pakaian apa pun yang ia kenakan terlihat mahal. Jas hitam polos yang dia kenakan sekarang tidak terkecuali.

Jeno berpose tiap kali kamera berbunyi 'klik'. Keyakinan dan percaya diri mengalir dalam tubuhnya. Dia merasa seperti seluruh dunia dan seisinya adalah miliknya. Dia merasa seperti dia adalah bintang paling terang di galaksi pada saat ini.

Mungkin dia memang benar. Dia ingin percaya itu.

"Ayo, kurang beberapa set foto lagi dan ini akan selesai. Sungguh ini adalah pemotretan yang menyenangkan!"

Fotografer mengarahkan Jeno. Jeno bermain-main denggan jasnya, menutupi dirinya dengan lengan jas yang panjang, matanya berbinar. Lalu, dia mengerutkan bibirnya sambil mengedipkan mata ke kamera. Terakhir, dia hanya berdiri di sana, lengan di belakang punggungnya dan tersenyum lebar ke kamera.

Blitz kamera mati dan set menjadi gelap sebelum menyala lagi dengan lambat.

"Selesai!"

Semua staff di set bersorak dan bertepuk tangan. Jeno membungkuk kepada semua staff dan mulai berganti pakaian seperti biasanya.

Sekarang, Lee Jeno yang kacau, lucu, dan cekikikan sudah kembali.

Setelah selesai, Jeno dan manajernya, Jaemin, berjalan menuju van, bersiap untuk bergerak.

"Jen, kamu akan melakukan pemotretan lagi sekitar jam 7 malam jadi, 2 jam dari sekarang." Jaemin memberi tahu Jeno ketika dia membuka pintu untuknya.

"Kita akan makan malam dulu sebelum pergi."

Jeno bersenandung sebagai tanggapan.

"Berapa banyak lagi jadwal yang harus aku selesaikan hari ini?" Dia bertanya ketika Jaemin memasuki mobil dan duduk di belakang kemudi.

"Jam 7 malam adalah yang terakhir untuk hari ini." Jaemin berkata sambil memasang sabuk pengamannya.

"Bagaimana dengan besok?" Jeno bertanya setelah dia menyamankan dirinya di kursinya.

"Bertemu dengan agensi jam 9 pagi. Akan membahas tentang merek apa yang akan kamu kenakan pada pekan mode bulan ini. Iklan minumam pada sore hari. Pemotretan untuk perhiasan. Lalu kita harus menyesuaikan jadwal dengan pihak manajemen Dior." Jaemin mengucapkan jadwal Jeno dengan lancar. Seperti dia sudah menghafalnya di luar kepala.

Biasanya, Jeno akan merasa senang tentang dirinya yang sibuk menjadi model. Dia mencintai setiap pekerjaannya ini. Suara kamera memotret, blitz yang menyorotnya, make-up yang menghiasi wajahnya, pakaian cantik yang bisa dikenakannya. Tapi kali ini, kekecewaan timbul di dalam dirinya.

Dia sebenarnya agak berharap agar bisa bertemu profesor muda itu lagi. Untuk meminta maaf. Tapi ternyata rencananya itu harus tertunda karena jadwalnya yang padat.

Hidup sebagai supermodel membuatnya terbiasa untuk selalu bergerak cepat. Model selalu datang dan pergi. Beberapa bersinar, beberapa hanya menjadi bayangan. Jika dia kehilangan momentumnya, semua tangga yang telah dia naiki akan sia-sia dalam sekejap mata. Maka dari itu, tidak mungkin baginya untuk melewati satu pun jadwal yang sudah tercatat di buku Jaemin. Melewati satu jadwal berarti menghancurkan karir yang sudah dibangun dengan susah payah. Model lain akan dengan mudah datang dan mengambil spot yang dilewatinya itu.

Dia memang dikelilingi oleh merek-merek mahal, orang-orang mode yang ternama dan saat ini menjalani gaya hidup mewah yang dia tidak pernah bayangkan bahwa dia akan menerima hidup semacam ini, tetapi satu hal yang dia sadari, dia tidak memiliki waktu.

Mimpi membutuhkan pengorbanan dan waktu merupakan salah satu dari berbagai hal yang harus dia korbankan.










see you on next chapter!

Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.

see you on next chapter!

Assistant Professor - MARKNOTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon