1. Samudera Belantara Maier.

4.5K 556 155
                                    

Samudera.

Seandainya jabang bayi bisa protes, detik itu juga gue mau mengajak Biru untuk berdemonstrasi supaya nama kita berdua gak seperti ini.

Semua gara-gara Papa.

Si bule asal Jerman yang tiba-tiba cinta mati sama Mama yang seorang sastrawan, terus dengan asalnya ngasih nama untuk gue dan Biru layaknya kita sajak padu.

Nama gue Samudera Belantara...Maier.

Maier nama belakang keluarga gue—dari Papa. Tapi karena Papa yang entah mengapa cinta banget sama Indonesia dan ingin semua anaknya diterima baik tanpa ada orang-orang membedakan kita lahir dari orangtua beda negara makanya Papa gak pernah menuliskan nama belakang kita di manapun. Kecuali akta kelahiran.

Jadinya karena kita semua terlalu malas untuk menjelaskan, sampai sekarang pun gak ada dari gue, Biru, ataupun Milly yang menuliskan nama belakang Maier.

Tapi masalahnya bukan di situ.

Gue gak tahu kenapa nama Milly terdengar sangat normal sedangkan nama gue harus Samudera Belantara dan Biru harus Awan Biru.

Coba lo pikir.

Yang belantara itu hutan, bukan samudra.

Yang biru itu langit, bukan awan.

Waktu gue SD, entah berapa kali guru-guru mempertanyakan nama gue.

Sampai akhirnya suatu hari salah satu diantara gue dan Biru nangis karena dibully teman-teman. Disebut namanya aneh.

Makanya keluarga gue memutuskan untuk pindah ke Slovenia.

Gue dan Biru tinggal di negara ini sampai SMA sedangkan Milly yang kehidupannya normal justru SMA dan kuliah di Jakarta, baru setelah lulus dia pulang ke Slovenia.

Setelahnya, gue memilih kuliah di London sedangkan Biru di Bandung.

Ya, Biru balik lagi ke Indonesia untuk alasan yang... lo bisa tanya sendiri sama orangnya.

Ini cerita gue jadi mari kita bahas gue.

Gue terlahir di keluarga yang bebas—untungnya.

Ya, untung. Gue tahu banyak orang di luar sana yang hidup penuh dengan aturan dari A sampai Z. Makanya gue mau mengakui diri gue ini beruntung.

Orangtua gue terlampau percaya sama kita sehingga gak ada satupun yang protes waktu kita memilih jalan masing-masing untuk mengambil pendidikan.

Gue pun lulus kuliah dengan nilai pas-pasan dan orangtua gue sama sekali gak protes. 

Ya, kuliah gue agak berantakan karena semenjak lulus SMA gue ditawari salah satu perusahaan di Indonesia untuk jadi pembalap profesional di sana.

Gue setuju.

Makanya sekarang pun pekerjaan gue ya balapan mobil.

Ikut pertandingan ke berbagai negara rasanya bukan hal aneh.

Cabut kuliah karena persiapan pertandingan pun gue lakukan.

Tapi semuanya terbayarkan. Gue selalu digandeng untuk mengikuti balapan bergengsi dan jadi salah satu ace di tim.

"Lo kok balik lagi? Bukannya berangkat ke Piran?" tanya gue kepada Biru yang tiba-tiba masuk lagi ke dalam rumah.

Dia cuma mendengus sambil melempar kunci mobil. Kemudian ikut bersandar di sebelah gue—kepanasan.

"Haiii aku pulaaang!"

"Maaaa, Paaaa, Milly's home!" lanjut suara feminin itu mengisi keheningan tadi.

And Suddenly...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang