Beralih ke Jaehyun dan Taeyong sekarang.

Jaehyun meletakkan makanan milik si mungil Lee di buffet kamar sang pemilik. Disambut wewangian lilin lavender, Jaehyun kemudian menatap Taeyong yang berjalan ke arah balkon, menumpu kedua tangan di pagar seraya mendongak menatap sang rembulan.

"Ada apa denganmu hari ini?"

Si mungil diam, tak menjawab pertanyaan dari sang dominan, membuat Jaehyun kemudian berdehem pelan merasa pertanyaannya dianggurkan.

"Sebaiknya kau makan. Perutmu tak terisi apa-apa seharian ini-"

"Ayah Nana ternyata adalah pembunuh orang tuaku."

Taeyong memotong ucapan Jaehyun, membuat sang dominan meresapi apa yang baru saja dikatakan si mungil sebelum beberapa detik kemudian alisnya mengernyit bingung.

"Apa maksud ucapanmu?"

Taeyong terlihat menjatuhkan bahu lesu. Ia menghela nafas berat, bersamaan dengan tubuhnya yang membalik, menatap Jaehyun sepenuhnya yang sempat ia belakangi tadi.

"Orang tuaku... ayah Nana pembunuhnya, dia yang menyebabkan mereka mati. Aku membencinya, aku membenci ayah Nana."

"Lee, tenangkan dirimu," Jaehyun berjalan ke balkon, memegang kedua bahu sempit si lelaki mungil lantas menaikkan dagu Taeyong yang sempat menunduk lesu. Ditatapnya manik yang sudah mulai berkaca-kaca itu, "kau tau dari siapa berita seperti itu hm?"

Nafas Taeyong mulai tertahan, bibirnya melengkung ke bawah bersamaan hidungnya yang mulai kembang kepis menahan tangis.

"Nana sendiri yang mengatakan padaku," Taeyong menyeka air mata yang tak sengaja menetes di pipinya, "dia adalah anak dari salah satu perampok yang menjarah kastil ini dulu."

Jaehyun menggerakkan bola mata gelisah, menatapi si mungilnya yang menangis tersedu menceritakan apa yang dia alami.

"..ayah Nana berdosa, dia sudah membunuh orang tuaku, d-d-dia.. dia pantas menerima hukuman mati itu, karena dia jahat! Dia sudah membunuh orang tuaku. Jaehyun kau tau kan kalau aku sampai takut kegelapan karena ulah ayah Nana? Dia yang membuatku trauma-"

"Hei tenangkan dirimu Taeyong."

"Ayah Nana jahat Jaehyun... hiks."

Jaehyun yang tak bisa membalas perkataan Taeyong memilih memasukkan si mungil ke dalam dekapannya, memeluk si mungil erat, di bawah sinar rembulan purnama yang begitu terang.

"Jadi karena ini kau sampai tak menyentuh makananmu sama sekali?"

"Bukan. Kalau itu aku sedang diet, kata Ten, Jaehyunt tidak suka uke berpantat semok."

Jaehyun tersedak liur, hampir saja ia tertawa di atas penderitaan orang.

"Jaehyun, Nana kenapa merahasiakan hal ini padaku? Dia bersikap seolah-olah tak ada yang terjadi... hiks.."

"Aku tidak tahu karena aku bukan Nana."

Puk!

Taeyong memukul dada bidang Jaehyun, "Jaehyun jangan menyebalkan kumohon."

"Baiklah baiklah." Jaehyun menenggelamkan lagi kepala putih si mungil ke dalam pelukannya.

"Aku tidak marah kok ke Nana, suer. Aku hanya.. syok saja. Dia baik, tapi ayahnya seperti dajjal."

"Iya aku tau."

"Jaehyun! Kenapa kau sok tau!'

"Karena aku paham dengan sifatmu."

Taeyong menjauhkan kepalanya kemudian, dengan kedua tangan yang masih melingkar di pinggul Jaehyun. Ia mendongak menatap sang dominan, tak memedulikan ingusnya yang keluar dari hidungnya.

"Kenapa Jaehyun bisa paham?"

"Karena kau mudah dipahami."

"Kenapa Jaehyun bilang begitu?!"

"Lee..."

"Hm?" Oh astaga, lihatlah mata bulat itu ketika diterpa sinar bulan. Sangat kontras, dan entah kenapa Taeyong semakin cantik sekarang.

"Aku tau seperti apa dirimu. Aku sudah mengenalmu, bagaimana sifatmu, bagaimana lugunya dirimu, dan bagaimana hatimu."

"Jaehyun jadi master ya sekarang?"

Master? T-tidak maksudku bukan seperti itu sialan!

"J-jaehyun b-bukan maksudku seperti itu, m-maksudku J-jaehyun s-seperti m-master yang suka meramal-"

"Kau mau?"

Blush!

Pipi Taeyong merona merah. Ingatkan dirinya kalau ia masih dalam mood yang buruk karena mengetahui kalau Jaemin adalah anak dari pembunuh kedua orang tuanya dan bocah tengik itu..

.. berani-beraninya dia membuat pipi Taeyong memerah.

"Jaehyun! Kenapa kau sangat mesum!"

Jaehyun terkekeh, ia kemudian menarik paha Taeyong yang hanya tertutup setengah kain dari celana piyama pendek yang dipakai si mungil, membawa kedua kaki Taeyong melingkar di pinggulnya, membuat Taeyong ada di dalam gendongan koala sang dominan.

Ah sial, aku salah bicara.

"Pakaianmu sangat mendukung kebetulan." Jaehyun kemudian melirik dada Taeyong yang sedikit terekspos dtambah tulang selangka si mungil yang terlihat karena piyama Taeyong melorot, menampilkan bahu mulusnya begitu saja.

"Tidak! Aku tidak suka yang seperti itu Jaehyun, aku tidak suka bermain yang-"

"Tapi sebelum ini kau sering memancingku."

Taeyong meremat bahu Jaehyun yang tertutup kemeja. Oh astaga, ia termakan omongannya sendiri sekarang.

"I-itu karena a-aku hanya i-ingin mencari perhatianmu saja."

"Dan kau sudah mendapatkannya."

Chup!

Jaehyun mengecup dagu bawah Taeyong membuat si mungil terkejut.

"Sekarang aku akan mengabulkan permintaanmu yang selalu kau katakana padaku hamper setiap hari."

"A-apa?"

Jaehyun menyeringai penuh arti kemudian. "Master?"

"Jaehyun aku ah!"

Dan selanjutnya hanya suara alunan indah khas orang memadu cinta yang terdengar di kamar Lee Taeyong.

Hm, memang jalan terbaik bagi Jaehyun untuk membuat Taeyong lupa akan mood buruknya hanya dengan, ekhem-berbagi cinta.

Mari kita tutup tirai dan biarkan kedua adam itu menyelesaikan upacara malamnya. Selamat malam.

***

👁️👄👁️

Apart to come | Jaeyong [✓]Where stories live. Discover now