sembunyi tangan

10 2 6
                                    

Rumah bergaya America disudut jalan, tengah dikerumuni banyak orang bahkan sebuah mobil ambulance dan polisi turut hadir disana. Aku yang berada 100 meter dari rumah itu langsung berlari tidak memerdulikan kakiku tanpa alas tergores puluhan batu krikil. Dadaku sesak, jantung berdetak tidak teratur, dan netra mulai memerah bergenang air mata. Kini ku sampai di depan rumah itu, terlihat dua orang membopong laki-laki paruh baya kedalam mobil ambulan. Kakiku melemas, aku jatuh tersungkur tidak percaya yang telah terjadi, menangislah aku sejadi-jadinya.

Dengan tenaga yag masih tersisa, ku coba berdiri dan masuk ke rumah itu.

“Maaf, anda tidak diperbolehkan masuk,” cegah seorang pria berseragam aparat negara.

“Apa maksutmu tidak memperbolehkan saya masuk?” kataku bernada tinggi.

“Polisi sedang melakukan penyelidikan dan tidak memerbolehkan siapapun masuk kedalam,” jelasnya.

“AKU ANAKNYA! KENAPA TIDAK BOLEH,” teriakku dengan emosi tak terkontrol dan langsung masuk.

Sekitar tujuh polisi tersebar disetiap sudut rumah. Bercak merah dikursi begitu jelas, juga sebuah tali tambang yang menggantung di kusen pintu ruang tengah. Kulihat mamah lalu mendekatinya, memeluk, dan sedikit memukulnya.

“Mamahh.. apa yang terjadi? Kenapa seperti ini?” tanyaku berpadu tangisan yang sedari tadi tiada henti. Namun mamah tidak menjawab pertanyaanku dan pandangannya kosong, tampak ia tidak banyak menangis.

Seorang polisi menghampiri kami lalu berkata, “Beliau sudah kami bawa ke rumah sakit untuk diautopsi. Sementara kami sudah membawa beberapa barang bukti dari TKP. Harap kalian ikut kami ke kantor untuk memberikan sesaksian.”

Aku dan Mamah kemudian digiring ke dalam mobil polisi menuju kantor polisi. Di sekeliling rumah masih banyak warga berkumpul, entah karena iba atau cuma ingin tahu. Dua belas menit berlalu, kami sampai di kantor polisi dan mulai diintrogasi.

“Dimana kalian berada saat kejadian terjadi?” tanya polisi.

“Kemarin saya tidur cepat, lalu saat pagi tadi saya dibangunkan anggota kepolisian yang datang ke rumah. Dan ternyata suami saya sudah meninggal dengan cara yang tidak wajar. Saya sangat syok,” jelas Mamah dengan air matanya menetes.

“Bagaimana dengan anda?” tanya polisi lagi padaku.

“Saya pergi lusa kemarin ke rumah teman untuk mengerjakan skripsi. Dan baru pulang pagi tadi untuk mengambil beberapa buku. Sekitar seratus meter dari rumah terlihat kerumunan orang, rasanya cemas, takut, dan pikiranku kemana-mana. Saya langsung berlari hingga sandal saya putus. Benar ternyata, ada yang tidak beres di rumah, ayah sudah meninggal.,” kataku berderai air mata.

“Menurut ada, apakah korban memiliki masalah dengan seseorang atau masalah pribadi?” tanya
polisi

“Kemarin sekitar jam 7 ada pertengkran kecil antara suami saya dan Raka, anak sulung. Masalah Raka mengambil uang Mas Tian sebesar 200 ribu secara diam-diam. Kemudian suami saya memergoginya sehingga terjadi adu mulut. Awalnya saya berusaha melerai tapi tidak bisa, saya lelah lalu pergi ke kamar dan tidur,” kata Mamah.

“Saya tidak tau kejadian kemarin, mungkin itu benar adanya. Tapi kalau hanya masalah mengambil uang, tidak mungkin sampai ayah bunuh diri atau.. mas Raka membunuh ayah. Mereka laki-laki yang sangat kusayang, dan aku tidak yakin mereka bisa berbuat seperti itu. Memang, Mas Raka orangnya sedikit temperamental, namun saya rasa kejadian kemarin hanya cekcok antara ayah dan anak,” ujarku.

Banyak lagi pertanyaan yang diajukan polisi kepadaku dan mamah, beberapa jam berlalu hingga akhirnya hasil autopsi keluar dan kami diberi tahu.

“Hasil autopsi menunjukkan ciri-ciri orang gantung diri, yaitu wajah membiru, lidah menjulur keluar, luka bekas tali disamping dan depan leher, serta ditemukan kotoran air seni atau tinja pada korban. Dan kemungkinan bercak darah dikursi berasal dari tangan yang terkena sayatan pisau. Lalu dalam barang bukti tali tambang, kami menemukan banyak sidik jari namun semua telah rusak dan hanya satu yang masih utuh yang mana cocok dengan DNA putra anda,” jelas Polisi.

Sembunyi Tangan ✓Where stories live. Discover now