Tetangga Baru

17 3 1
                                    

Tembang lagu Sheila On 7 bertajuk "Dan" menjadi teman bergadang seorang wanita yang tengah asyik menggoreskan pena stylus-nya ke atas layar gawai berukuran 5,5 inchi. Lewat earphone di telinga, ia mendengar lagu sambil mengangguk-anggukkan kepala mengikuti irama. Sesaat kemudian ia ikut bernyanyi. Melepaskan pena stylus dari tangan. Lalu beranjak bangkit. Rehat sejenak dari aktifitas menggambar.

"Nduk?" Seorang pria paruh baya muncul dari pintu yang dibukanya tanpa permisi. Mulutnya seketika menganga saat melihat keponakannya beraksi seperti artis kehilangan panggung. Bernyanyi dengan suara sumbang. Meletakkan satu kaki di atas kursi, memejamkan mata, dan berlagak seperti mahir memainkan gitar. Padahal, wujud gitarnya saja tidak ada.

Geleng-geleng kepala, pria itu tersenyum juga melihat kelakuan gadis itu. Ia pun berjalan masuk. Meletakkan segelas susu di atas meja belajar si pemilik kamar. Sekilas dia melihat rancangan gaun pengantin wanita di gadget milik kemenakannya itu. Bibirnya refleks mencebik. Pria yang rambutnya nyaris putih semua kini mendekati gadis itu. Mencabut earphone dari telinganya.

Si gadis berambut lurus sepinggang spontan membuka mata. Berhenti menyanyi maupun bermain gitar ilusi. Lantas memasang wajah masam tatkala mendapati pamannya tengah tersenyum mematikan. Dia tahu jenis senyum macam itu.

"Dira ...." Suara yang terdengar lembut. "Perasaan klien gak minta gaun pengantin yang seksi, deh, tapi kenapa kamu repot-repot begadang cuma buat menyelesaikan rancangan baju di luar ketentuan, hah?" Yah, beginilah akhirnya. Sebuah omelan yang membuat telinga Dira berdenging. Selalu ini yang dilakukan pria itu setelah memasang senyum 'sok' baiknya.

Wanita yang dipanggil Dira meringis. Menurunkan kakinya dari kursi, lalu melipat tangan di depan dada. Menyerupai gaya pamannya saat sedang mengomel.

"Emang kenapa?" tanya Dira dengan nada menantang.

Rudi, pamannya Dira, menghela napas. "Nduk, kita butuh cepat." Ia kembali dengan gaya bicaranya yang lemah lembut.

"Udah siap, kok. Lihat aja." Dira kemudian memperlihatkan hasil disain gaun pengantin yang telah selesai ia rancang. Pamannya lantas manggut-manggut setelah selesai memastikan. Lalu kembali mengomel, menyuruh Dira tidur karena sebentar lagi jam nol nol akan tiba. Tanpa meminta izin, pria paruh baya itu mengantongi ponsel Dira. Gadis itu kontan merengut.

"Loh, loh, aku belum siap, Paman," protes Dira sembari berusaha merebut ponselnya dari dalam saku piyama yang dikenakan sang paman. Namun, Rudi dengan tangkas menepis tangannya.

"Mbok yo nurut ngopo toh?!"

"Sepuluh menit deh, bentar lagi siap," mohon Dira seraya menangkupkan tangan di depan dada.

Rudi kembali bersedekap. Menatap lekat gadis setinggi 163 sentimeter di depannya. "Paman mau nanya dulu," ujarnya dengan nada yang teramat serius hingga membuat Dira mengernyit bingung.

"Memangnya kamu mau nikah pakai baju seksi itu?"

Dira mendengus. Tak lantas menjawab. Mimik wajahnya berubah suram. Kesal.

"Memangnya kamu udah siap buat menikah?" Pertanyaan itu tercetus mengingat Dira kesulitan membuka diri pada orang lain.

Dira menatap pamannya culas. Kini benar-benar tidak selera memberi jawaban.

"Memangnya ada yang mau sama kamu?"

Sontak Dira melotot.

"Eh, salah. Memangnya ada orang yang kamu mau?"

Bertambah lebar mata Dira. Namun dalam hitungan tiga detak jantung, kelopak matanya seketika sayu. Tatapannya terlihat begitu dingin. Membuat rasa bersalah hinggap di hati Rudi.

"Hm, ya udah sana, tidur!" perintah Rudi mengalihkan topik pembicaraan. Dira hanya mengangguk tanpa membuka suara. Gadis itu pun duduk di kursi yang terletak di depan meja belajar. Lalu menyeruput susu buatan pamannya.

"Besok kita kedatangan tetangga baru. Penyewa kontrakanmu. Kunci paman letak di tempat biasa, ya," pungkas Rudi yang langsung meninggalkan kamar Dira. Beberapa saat sebelum menutup pintu, pria itu menengok sebentar ke arah keponakannya.

Tiba-tiba Dira mengempas kuat gelas bekas susu ke meja hingga menimbulkan suara. Membuat Rudi tersentak dan menghela napas berat. Akibat salah ngomong. Batin Rudi. Ia pun segera menutup pintu. Meninggalkan Dira berteman dengan kedongkolan yang bersarang dalam benaknya.

***


Azan Subuh berkumandang. Seperti biasa, pria berusia setengah abad berjalan ke kamar keponakan tercintanya. Indira Larasati. Gadis yang sudah menjadi yatim piatu sejak usianya masih 16 tahun dan masih single meski sudah menginjak 27 tahun.

Pria bernama lengkap Rudi Gumawan itu membuka pintu kamar keponakannya menggunakan kunci cadangan. Tahu betul bagaimana susahnya Dira bangun sendiri. Makanya dia sengaja menyimpan duplikat kunci kamar gadis itu meski sudah diprotes berkali-kali. Tentu saja, sebelas tahun tinggal seatap membuatnya kebal akan omelan Dira yang kerap mengalahkan repetannya.

Seperti biasa, Rudi mengguncang tubuh Dira yang berkemul dari ujung kaki hingga ujung kepala sambil berteriak, "DIRAAAA BANGUUUN!" Suara Rudi yang biasanya lembut dan pelan kontan naik beroktaf-oktaf jika sedang membangunkan keponakannya itu.

Calon JenazahWhere stories live. Discover now