Dinding besar bernama Neza

28 0 0
                                    

"Arrghh!!! Kenapa sih anak congkak kaya gitu perlu ada jadi teman dalam tim! Mulutnya itu loh, nggak bisa di-rem sama sekali kah?!" Umpatku dengan sekesal-kesalnya di hadapan Rio yang juga satu tim denganku. Sambil geleng-geleng kepala, Rio dengan berjuta cara mencoba menenangkanku. Teman-teman di kelas pun sudah tak berkutik lagi dengan teriakan kesalku. Sekarang aku pengen ngelampiaskan semua kekesalanku di dalam kelas daripada di lapangan basket. Bagiku basket adalah hasratku, dan aku nggak mau mengotorinya dengan amarah gara-gara Arif. Tak lama kemudian mulai dapat berpikir tenang. Semua tenaga dan konsentrasi pengen aku kerahkan pada latihan sore nanti.

Jadwal latihan kami dimulai jam 3 sore. Tapi pada latihan kali ini agak berbeda, karena terlihat hanya tim lapis kedua yang terlihat serius berlatih dikarenakan pelatih langsung mengambil alih sesi latihan mereka. Dan tim inti yang berjumlah 10 orang, semuanya lagi asyik melakukan latihan dengan cara mereka masing-masing. Ketika aku sedang melakukan pemanasan, ada seseorang menghampiriku dan tak lama kemudian membuka pembicaraan denganku. "Diwan, kamu latihan denganku!" Ucap Neza tiba-tiba. "Ya, kak! Latihan apa ya, kak?" Tanyaku sambil mengikuti Neza ke arah ring. Setelah ia berbalik, lalu ia menjawab pertanyaanku. "Kamu tanding 1 lawan 1 denganku, 20 menit, 2 babak" Jawab Neza singkat. Sesudah aku mendengarnya, aku agak kaget. Di dalam hati aku berpikir ini mungkin adalah latihan khusus. Dengan perasaan dag-dig-dug aku menjawab tantangan Neza, karena aku tahu, aku sekarang sudah dianggap sebagai pemain basket. Kemudian pertandingan 1 lawan 1 antara aku dan Neza dimulai! Lalu 42 menit kemudian...
"Hei, lihat tuh! Si crusher gojlok habis-habisan si Diwan. Ihh... parah banget deh!" Ucap salah satu senior di pinggir lapangan. Mereka semua hanya bisa mengomentari dan tak berbuat apapun. Sedangkan aku, tersimpuh di hadapan Neza dengan nafas yang sudah tidak kuat lagi. Dan hasil pertandingannya adalah, aku kalah telak dan dibuat tak berkutik. Neza dengan perlahan mendekatiku, lalu dengan dingin bercakap denganku "Aku menang, 132 - 41. Kamu itu... apa hanya bisa tembakan 3 angka? Dari semua nilaimu, hanya masuk 1 kali dari tembakan 2 angka. Menurutku, kamu nggak pantas ikut pertandingan besok! Masih terlalu cepat untukmu..." Kemudian Neza berbalik dan melangkah pergi, di dalam hati aku merasa malu! Aku tahu aku belum layak, tapi ku paksakan. Perasaan sombong sudah menggerogoti diriku. Dan dengan mengerahkan seluruh tenaga, aku mencoba berdiri dan membalas ucapan Neza. "Aku tahu aku belum pantas" Ucapku sambil menguatkan kakiku karena kelelahan saat itu juga, Neza membalikkan badannya dan memandangku tajam. "Tapi aku akan berusaha, walaupun harus mati-matian melakukannya. Kalau gagal, akan ku coba lagi, dan terus begitu. Aku nggak mau kalah dari yang lain, dan selama aku masih sanggup berdiri, aku akan terus berjuang" Neza diam sejenak, lalu dengan pandangan tajam melihat ke arahku dan membalas ucapanku. "Okay, kalau nanti kamu bisa buktikan besok seperti yang kamu bilang itu, aku bakalan ngaku kalau kamu benar-benar seorang pemain basket. Kalau kamu nggak bisa..." Neza diam sejenak dan menghela nafas panjang "Kamu harus keluar dari tim..." Sambungnya kembali. Aku tertegun, lalu ku lihat Neza beranjak pergi tanpa menoleh sedikit pun. Aku kemudian berjalan ke arah tasku diletakkan untuk mengambil minum. Tapi aku terhenti karena mendengar teriakan kasar dari Arif yang kemudian bergegas masuk ke lapangan dan segera mengambil tasnya. Ridwan pun masuk melalui pintu yang sama yang dilalui oleh Arif. Dengan muka marah Arif meminta izin untuk pulang cepat dan tak sampai 10 detik kemudian ia sudah pergi meninggalkan latihan. Aku dari kursi di pinggir lapangan memperhatikan Ridwan datang menghampiri Neza. Entah apa yang mereka berdua bicarakan, tapi ekspresi wajah mereka berdua tampak senang. Setelah beberapa kali meneguk minumanku, aku kembali melanjutkan latihan. Tapi kali ini aku tidak berkonsentrasi, karena sekilas ucapan Neza terbesit di memoriku. Dengan berat hati aku mencoba melupakannya, tapi tak dapat. Tanpa sadar ternyata dari tadi aku diperhatikan oleh seseorang di pinggir lapangan, tapi tak dapat ku tangkap siapa, karena konsentrasiku terpecah. Dengan mengerahkan seluruh sisa tenagaku, aku kembali berlari untuk "cooling down"...

Long DistanceWhere stories live. Discover now