Chapter 5 (Indonesian)

5 0 0
                                    

Wanita tersebut terengah-engah dan mengistirahatkan kedua tangannya di lututnya, tampak jelas kecapaian dari berlari.

"Ah, sial! Apakah aku telat?" Wanita tersebut mengerang sembari matanya meneliti ruangan yang dipenuhi dengan mahasiswa yang sedang berkeluaran dari ruangan tersebut, sedangkan beberapa tetap tinggal di ruangan untuk berbicara dan bersosialisasi antara satu sama lain.

"Minase-san!" Hikaru berteriak ke wanita tersebut, yang menarik perhatiannya dari ruangan tersebut ke suaranya.

"Yuuzaki-kun?" Risa membalas, berjalan turun dari tangga ke mejanya. Hak tingginya berketak dengan tiap langkah, yang membuat suara bergema ke ruangan setengah kosong tersebut.

"Minase-san, kenapa kamu telat? Kelasnya baru saja berakhir." Hikaru bertanya, suaranya bernada sedikit khawatir terhadap wanita berambut coklat tersebut.

"Aku menghabiskan terlalu banyak waktu memutuskan apa yang harus aku pakai untuk hari pertama ku, ahahah..." Risa tertawa dengan gugup, dan terdiam dengan muka merah ketika ia menyadari bahwa Hikaru telah mengambil selangkah mundur untuk memperhatikan pakaiannya. "Mohon...jangan terlalu diperhatikan."

"Ah, maaf!" Hikaru merespon kepada permintaanya, kemudian memalingkan pandangannya ke tempat lain selain pakaiannya. "Um, pakaianmu...sangat cocok denganmu."

Muka Risa yang sudah merah menjadi lebih merah lagi, bak sebuah teko yang sedang mendidih. Siapapun yang melihat wajahnya pasti akan mengira bahwa ia sedang memiliki demam tinggi. "Terima kasih."

Situasinya menjadi tegang ketika kedua orang ini memilih untuk mendiamkan diri untuk menyembunyikan perasaan mereka. Hikaru yang tidak ingin hal kemarin kembali terjadi memutuskan untuk membuka mulut.

"Eh, jadi apa yang sekarang akan kamu lakukan, Minase-san?" Hikaru bertanya.

"Aku? Aku tidak tahu juga. Kemungkinan aku akan pergi melihat klub-klub. Kemarin aku diundang untuk bergabung dengan klub seni oleh senpai ini, tetapi di selebaran yang dia berikan tidak ada penjelasan tentang lokasi klub mereka." Dia membalas sembari mengeluarkan sebuah selebaran dari tas tangannya yang berwarna pink.

"Ah, kebetulan sekali! Aku juga diundang ke klub itu." Hikaru berbicara dengan entusias sambil mengeluarkan selebarannya dari kantong belakang celananya, dan menunjukkan ke Risa. "Aku tadi pagi untuk menghabiskan waktu sempat pergi mencari ruangan—"

Hikaru terdiam. Mukanya berubah menjadi apa yang di dunia modern lebih dikenal dengan 'poker face', dan menyipitkan matanya terhadap sebuah tulisan di belakang selebarannya, yang rupanya adalah nomor ponsel milik Yui, lengkap dengan catatan tambahan 'Telpon aku!', dan sebuah gambar hati untuk melengkapinya. Kapan dia sempat menulis ini setelah pertemuan mereka yang kacau pagi tadi?

"Yuuzaki-kun?" Risa bertanya dengan khawatir dari sikapnya yang tiba-tiba terdiam dan ekspresinya yang berubah.

"Tidak, bukan apa-apa." Hikaru membalas setelah menggumpalkan selebarannya menjadi sebuah bola dan menempatkannya di kantong belakangnya. Mulutnya cemberut dan sebuah nadi tampak hampir pecah di dahinya. "Baiklah, apakah sudah siap untuk ke ruangan klub?"

"Iya, ayo!" Risa membalas dengan ria, mengikuti Hikaru dari belakang dan keluar dari ruangan.

Sesampainya di ruangan klub seni, Hikaru mengetuk pintu dua kali sebelum membukanya, sambil mengharapkan sebuah ruangan yang dipenuhi dengan anggota-anggota klub yang sedang melatih talenta dan bakat mereka dengan alat-alat musik yang tersedia di ruangan tersebut. Malahan, ruangan tersebut kosong seperti pagi tadi. Instrumen musik diletakkan di tempat mereka, jendela-jendela tertutup dan beberapa kursi diletakkan berjajar untuk membentuk sebuah tempat tidur sementara.

"Dimana semua orang?" Risa bertanya sambil menyusuri ruangan kosong tersebut untuk mencari tanda-tanda kehidupan.

"Aneh. Seingatku, senpai menyuruhku untuk langsung kesini setelah kelas sudah selesai." Hikaru berbicara sembari mengeluarkan gumpalan selebaran tadi dan membukanya, kemudian mengimput nomor yang terletak di belakang selebaran tersebut di ponselnya.

Menelpon nomor tersebut dengan ponselnya, Hikaru mengira bahwa Yui akan mengangkat setelah beberapa nada dering, tetapi telponnya tidak pernah diangkat. Malahan, mereka berdua dapat mendengar nada dering pelan di ruangan tersebut, yang berarti bahwa Yui berada di ruangan tersebut, atau setidaknya, ponselnya.

Mencari sumber nada dering tersebut, Risa menemukan sebuah selimut yang menutupi sesuatu atau seseorang dibaliknya. Hikaru membuka selimut tersebut, dan menemukan Yui yang sedang berpelukan dengan sebuah bantal yang seharusnya terletak di kepalanya. Ponselnya yang bergetar dan berbunyi tidak membangunkannya, meskipun terletak sangat dekat dengan telinganya.

Mematikan telponnya, Hikaru menggoncangkan badan Yui dengan tangannya, yang membuat badannya maju mundur.

"Senpai, tolong bangun." Hikaru memohon, yang tidak menghasilkan apa-apa.

"Tidak ada gunanya. Dia tidak bangun." Hikaru menyerah dan mengambil langkah mundur.

"Yuuzaki-kun, biarkan aku coba." Risa membalas, tidak ingin usaha mereka kesini menjadi tidak berguna.

Risa berdiri disamping putri tidur klub seni tersebut, dan berjongkok. Dengan cepat, jari-jarinya bergerak secepat suara dan menggelitik bagian samping badan Yui, dan Yui terbangun dengan terbahak-bahak. Risa menyerang targetnya tanpa henti, dan tidak bertujuan untuk berhenti sampai wanita tersebut menyerah.

'Minase-san tampaknya menikmati ini.' Hikaru berpikir saat melihat pemandangan di depannya, sambil tersenyum kalah.

"Hahahahahahahahaha-ah-ah, aku menyerah! Aku menyerah!" Yui berteriak setelah tertawa untuk 30 detik, tidak lagi bisa menerima siksaan ini.

"Ah, aku tertawa terlalu banyak sampai aku menangis." Yui berdiri sambil mengusap matanya dengan lengan baju berwarna pinknya. "Terima kasih atas wakeup call-nya, Yuuzaki-kun."

'Ya, meskipun senpai tidak betulan bangun.' Hikaru berpikir dalam benaknya.

"Dan terima kasih juga untukmu, Minase-san." Yui memindahkan pandangannya ke Risa.

"Tidak apa-apa, senpai." Risa meyakinkan wanita yang lebih tua tersebut sambil sedikit membungkuk.

"Sebentar, kalian saling kenal?" Hikaru bertanya, alis kanannya lebih tinggi dari biasanya.

"Ya, tetapi tidak lebih lama dari kamu kenal aku, Yuuzaki-kun." Yui menjawab, menyapu baju dan celananya dengan tangannya. "Setelah kita berpisah, aku bertemu Risa, dan kita berbicara untuk beberapa jam, dan kami menjadi semacam teman dekat."

"Ah, begitu rupanya."

"Baiklah, sudah siap untuk mulai?" Yui bertanya dengan ceria, dan menghidupkan lampu meskipun cahaya matahari sudah cukup menerangi ruangan.

"Ok—tunggu. Hah? Hanya kita bertiga?" Risa bertanya, sedikit khawatir dengan situasi ini.

"Yep. Tidak ada guna menunggu orang-orang lain yang tidak akan datang, kan? Karena aku lupa menaruh lokasi di selebarannya. Teehee!" Yui menjawab sambil mengetuk pelan kepalanya dengan tangan kanannya dan menjulurkan lidahnya. "Sekarang, duduk disitu. Ini tidak akan lama."

Seperti yang ia katakan, memang tidak lama. Setelah perkenalan formal, misi klub tersebut, apa yang mereka lakukan sehari-hari, tampaknya tidak ada yang aneh. Meskipun begitu, tampaknya ada sesuatu yang Yui sembunyikan dari mereka. Setelah semuanya selesai, senpai membubarkan pertemuan mereka dan kembali pulang untuk melanjutkan tidurnya. Hikaru dan Risa yang sekarang tinggal berdua di ruangan klub, penasaran akan apa yang dapat dilakukan selain pulang ke rumah dan tidak melakukan apa-apa.

"Minase-san, bagaimana kalau kita pergi makan siang?" Hikaru bertanya, perutnya mulai kosong dari sarapan ringan yang ia makan.

"Baiklah. Aku juga belum sarapan." Risa membalas sambil menaruh tangannya di perutnya dan menggosoknya kiri-kanan.

"Kalau begitu ikuti aku. Aku tau tempat makan murah dekat sini."

Tidak lama kemudian, sampailah mereka ke sebuah restoran yang masih kosong karena jam makan siang belum sampai.

ForbiddenHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin