Hanya sepersekian detik, Ryujin sudah berhasil memegang tangan Jaemin. "Renjun, bantu pegangi."

Aku yang sejak tadi memperhatikan lekas berjalan ke arah Ryujin, kupegang tangan Jaemin yang satu lagi agar tidak mengamuk.

Roh jahat di dalam tubuh Jaemin memberontak kuat, dia mencoba melepaskan diri dariku dan Ryujin. Tapi yah, aku dan Ryujin tidak selemah itu kalau hanya menghadapi roh jahat sepertinya.

Aku pun bisa membuat roh itu keluar dari tubuh Jaemin, hanya saja, aku butuh Ryujin juga untuk bisa memaksimalkan usahaku. Dan ketika aku berusaha untuk mengeluarkan roh jahat dari tubuh Jaemin, Ryujin sudah lebih dulu melakukan sesuatu yang tak terduga.

Yeah, Ryujin memusnahkan roh jahat itu.

Ini gila!

Aku bahkan tak bisa melakukan itu, sebab butuh banyak kekuatan untuk melakukannya. Dan Ryujin semudah itu melenyapkan roh jahat, bahkan setelah dia melawan iblis bertanduk.

Sebelum aku sempat menyadarkan pikiranku lagi. Ryujin sudah lebih dulu menyuruh arwah Jaemin masuk ke dalam tubuhnya.

Hanya butuh sekitar tiga menit sampai Jaemin tersadar dan berada di dalam tubuhnya kembali. Sesudah sadar, Jaemin lantas tersenyum bahagia, dia menepuk bahuku dan Ryujin. "Makasih, kalian baik."

Ryujin tersenyum. "Tentu saja. Kita harus saling menolong, apalagi kita memiliki keistimewaan yang sama."

Jaemin tampak mengangguk setuju. "Kalau begitu, bisakah kita berteman?" tanya Jaemin.

Ryujin melirik ke arahku, memintaku menjawab.

Aku menghela napas pelan. "Kamu yakin mau berteman dengan kita? Kamu tahu kan gosip yang menyebar di sekolah. Aku adalah siswa gila. Mereka semua merendahkanku. Apa jadinya kalau mereka tahu kamu yang notabenenya siswa terkenal di sekolah malah berteman dengan siswa gila sepertiku."

Jaemin menaikkan alis. Dia lalu menggeleng pelan. "Itu tidak benar. Kamu tidak gila, Renjun. Menjadi berbeda bukan berarti kita gila. Terkadang, ada beberapa hal yang hanya bisa dipahami oleh mereka yang mengalami hal sama."

Perkataan Jaemin membuatku mengangguk setuju. Sebab selama ini, aku selalu menganggap orang-orang tidak mengertiku karena mereka memang tidak mengalami apa yang aku rasakan. Dan aku membiarkan saja mereka bilang aku gila. Aku tidak peduli, karena mereka tak tahu rasanya jadi aku.

"Kalau kamu setuju, kenapa tidak mau menerimaku menjadi temanmu? Kita sudah mengalami hal gila bersama, jadi biarkan aku dianggap gila juga oleh mereka. Karena sepertinya, aku ingin membuka identitas asliku."

Tunggu.

Aku sedikit berpikir maksud dari perkataan Jaemin. Yang Jaemin bilang membuka identitas asli itu, apa dia mau jujur ke semua orang kalau dia juga, indigo. Sama sepertiku?

Astaga! Bukankah itu akan membuatnya dikatai lebih parah daripada hanya menjadi temanku?

"Tidak Jaemin, kusarankan kamu tidak usah membuka identitasmu. Aku tidak mau kamu seperti Ryujin."

Jaemin mengangkat alis. "Kenapa?"

Ryujin melirikku, lalu menjawab pertanyaan Jaemin. "Aku ikut dibenci semua murid di sini karena aku sama seperti Renjun."

Jaemin tertawa mendengar jawaban Ryujin.

Aku dan Ryujin saling tatap.

Ini Jaemin kenapa? Apa dia gila?

Astaga, jangan-jangan yang masuk ke dalam tubuh Jaemin bukan Jaemin yang asli.

"Hahahhaa."

"Yak! Kenapa kamu tertawa?" Pertanyaan itu datang bukan dariku maupun Ryujin, tapi dari Felix yang ternyata sudah berada di dekat kami sejak tadi bersama Jisung.

"Tidak." Jaemin menggeleng, berusaha menghentikan tawanya. "Aku hanya merasa lucu saja."

"Apanya yang lucu hah?" kesal Felix.

Jaemin mengangkat bahu. "Mungkin karena pemikiran orang-orang yang jadi ikut membenci Ryujin hanya karena dia sama seperti Renjun. Karena hei, dimana korelasinya? Kalau mereka membenci Renjun, ya kenapa harus ikut benci Ryujin juga?"

Aku berdecak. "Kamu sepertinya belum paham Jaemin. Ryujin dibenci karena dia juga indigo, sepertiku. Dan orang-orang di sekolah ini benci indigo. Mereka tak percaya hantu itu ada."

"Oke oke. Aku paham. Kalau begitu aku juga ingin ikut dibenci."

Kali ini, aku, Ryujin, Felix, dan Jisung jadi tidak mengerti dengan pikiran Jaemin.

"Kenapa kamu mau dibenci?" tanya Jisung.

Jaemin mengangkat bahu, lalu tertawa. "Yeah, sebenarnya aku bosan terus disukai oleh banyak orang, padahal mereka tidak benar-benar menyukaiku. Jadi kupikir ini jalan singkat membuat mereka membenciku."

Aku menggelengkan kepala. Tak habis pikir dengan isi kepala Jaemin. "Kamu benar-benar gila."

Jaemin tertawa. "Makasih, Huang. Tapi kamu juga sama sepertiku, jadi kamu gila juga."

Ah aku benci lagi mengakui hal yang benar. Tapi yeah, tidak ada salahnya mengiyakan Jaemin.

"Kalau begitu, kita berteman kan?"

Ryujin dan aku saling tatap sampai akhirnya kami mengangguk bersamaan.

___The 7th Sense___

.
.
.

To Be Continue

Jangan lupa dukungannya.. vote dan komen:v

The 7th Sense | HRJ x You ✔Where stories live. Discover now