20. Meja Nomor Sembilan

Mulai dari awal
                                    

"Kamu kenapa Huang? Ada masalah? Wajahmu terlihat muram." Mark menyenderkan tubuh ke mesin kopi, tangannya memainkan bubuk kopi di dalam toples.

"Jangan memainkan bubuk kopi itu hyung." Aku melarang Mark melakukan itu karena dia bisa saja menarik perhatian pengunjung cafe. Bisa jadi masalah besar kalau pengunjung melihat benda di dalam cafe bergerak sendiri.

"Why? Ini menyenangkan." Mark dengan sengaja memegang sendok kecil, mengambil bubuk kopi dari dalam toples.

"Yak!" Aku berseru. Buru-buru memegang sendok kecil yang melayang di udara.

Pengunjung cafe yang hanya beberapa orang melihat ke arahku. Mencari tahu apa yang tengah terjadi pada si pelayan cafe sampai berseru kencang.

"Hahaha. Kamu lucu sekali Huang. Wajah panikmu terlihat menggemaskan."

Aku menampakan wajah datar. Mana ada seorang Huang Renjun imut. Huang Renjun itu tampan.

"Bisa tidak diam sehari hyung. Jangan mengacaukan pekerjaanku."

Mark mengangkat bahu. "Aku suka mengacau."

Bibirku mencebik. "Dasar hantu. Menyebalkan."

Mark terkekeh. "Jadi, ada masalah apa Huang? Suasana hatimu sepertinya kurang bagus."

Pertanyaan dari Mark mengingatkanku dengan pembicaraan tadi siang di sekolah bersama y/n.

Kalimat gadis itu yang memberitahu kalau aku dan dia adalah teman masih sangat mengganggu sampai kini.

Aku tidak tahu kenapa kalimat sesederhana itu saja bisa menyakiti perasaanku. Apakah jatuh cinta sendirian itu memang sesakit ini?

"Hei, Huang. Aku bisa menjadi teman curhat kalau kamu mau." Mark memperbaiki posisi berdirinya. Kini ia menyandarkan tubuh ke dinding dengan kedua tangan bersedekap di depan dada.

Tawaran yang bagus dari Mark. Aku sebenarnya ingin langsung menyetujui dan mencurahkan semua yang aku rasakan padanya. Tapi hei, bukankah keterlaluan kalau aku mencurahkan tentang perasaanku pada tunangan Mark yang tidak tahu kenapa bisa menjadi seperti sekarang ini.

Mark pasti akan berpikir aku tidak tahu diuntung. Mark kan datang padaku untuk meminta bantuan agar bisa berbicara pada y/n, tapi aku malah mengambil kesempatan itu dengan jatuh cinta ke y/n. Teman macam apa aku ini.

"Huang. Kamu tidak sedang menimbang apakah mau cerita denganku atau tidak kan?" Suara Mark membuyarkan lamunan tentang pemikiranku yang tak tahu diri.

Aku menggeleng. "Tidak kok."

"Terus? Kenapa diam saja? Aku menunggu loh."

Aku mengangkat bahu. "Hyung kenapa di sini? Tidak bersama y/n?"

Kini gantian Mark yang mengangkat bahu. "Y/n sudah tidur. Jadi aku ke sini menemuimu."

"Aku hanya dijadikan pelarian?" tanyaku bercanda.

Mark tertawa. "Yeah, begitulah."

Aku ikut tertawa.

Beberapa pengunjung cafe melihatku tak mengerti. Sepertinya mereka sejak tadi memperhatikanku yang berbicara seorang diri.

Aku tidak ambil pusing. Membiarkan pengunjung cafe berpikiran apapun tentangku. Biarkan saja mereka mau menganggapku apa. Tak penting juga pendapat orang lain bagiku. Ini hidupku, aku yang menjalaninya, bukan mereka.

Pandanganku secara tak sengaja bersitatap dengan pengunjung cafe di meja nomor sembilan. Mata pengunjung itu berubah menjadi merah lagi. Menatapku tajam.

Aku mengalihkan pandangan. 

"Huang, kamu lihat tidak pengunjung di meja nomor sembilan?" tanya Mark.

Aku menoleh, menatap Mark serius. "Hyung juga melihatnya?"

Mark mengangguk. "Menyeramkan. Wajahnya putih, matanya biru. Tubuhnya tinggi, berbulu lebat dan giginya tajam. Kalau aku benar, ada tanduk di kepalanya. Iya kan Huang?"

Dahiku mengernyit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dahiku mengernyit. Penjelasan dari Mark barusan sangat berbeda dengan penglihatanku. Yang aku lihat hanyalah sosok pengunjung bermata merah, bukan makhluk meyeramkan seperti gambaran Mark. Aku tidak mengerti apa yang salah, tapi aku tahu ada sesuatu yang tak beres.

"Aku tidak melihatnya hyung," ucapku pelan.

Kini gantian Mark yang mengernyit bingung. "Kamu serius? Lihatlah Huang, makhluk mengerikan itu berdiri tepat di belakang si pengunjung."

"Aku tidak melihatnya." Kepalaku menggeleng kencang. Sungguh. Aku benar-benar tidak melihat makhluk yang Mark maksud.

"Lihat Huang, makhluk itu menatapmu tajam. Mulutnya terbuka lebar." Suara Mark semakin panik, membuatku bingung sendiri.

Oh ayolah. Aku tidak bisa melihat makhluk itu.

Kalau sudah begini, hanya ada dua kemungkinan mengapa aku tidak bisa melihat makhluk yang dimaksud Mark.

Kemungkinan pertama, makhluk itu tidak menunjukan dirinya untuk kulihat. Dan kemungkinan kedua, makhluk itu terlalu kuat sampai energiku tidak bisa melihatnya.

Kondisi fisik bisa mempengaruhiku untuk melihat segala sesuatu tak kasat mata. Jika kondisiku lemah, aku kemungkinan bisa melihat banyak hantu yang energinya juga lemah, tapi jika kondisiku baik, maka aku bisa melihat hantu yang memiliki kekuatan tak terkira. Setidaknya itu yang kutahu.

Mungkin itulah kenapa aku tak bisa melihat sosok yang Mark maksud. Sebab Mark adalah hantu dan bisa melihat sesama hantu, sedangkan aku manusia yang tidak bisa melihat segala jenis hantu kecuali hantu itu menunjukan dirinya sendiri atau kondisi fisikku terlampau baik sehingga bisa melihatnya.


Tbc.

Jangan lupa dukungannya semua ^^

The 7th Sense | HRJ x You ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang