"Andwe!" Aku berseru secara tidak sengaja. Suaraku meninggi sedikit. Jujur, aku tak suka akan keputusan      y/n, karena itu sama saja ia menahan Mark untuk bahagia di alam sana.

"Kenapa memangnya?"

"Kamu tidak boleh menahan seseorang di dunia yang bukan lagi tempatnya tinggal. Itu tak baik y/n."

Y/n terdiam setelah mendengar kalimatku. "Aku tahu kok." Kepalanya tertunduk lesu, rambut panjangnya terurai ke depan, menutupi separuh wajahnya. Terdengar isakan kecil dari y/n. Kedua tangannya ia taruh di depan wajah, menutupi air mata yang mulai mengalir keluar dari mata indahnya.

Oh Tuhan, aku sungguh tak sanggup melihat seorang wanita menangis seperti ini. Aku ingin sekali menenangkannya, memeluknya, tapi aku sadar diri. Aku baru mengenalnya beberapa jam lalu, dan dia juga orang yang sangat disayangi oleh Mark, teman hantu baruku.

"Hiks.. aku.." suara y/n terdengar putus-putus, tapi aku masih terus mendengarkannya. "Aku.. nggak bisa.. hiks.."

Tanganku perlahan terulur ke arah bahu y/n, ingin mencoba menenangkannya.

"Lupain Mark oppa.. hiks.. secepat itu.."

Satu tanganku mendarat tepat di atas bahunya, memberikan tepukan kecil agar y/n bisa tenang. Namun apa yang terjadi berikutnya malah membuat seluruh saraf ditubuhku membeku, darah di dalam nadiku semakin cepat mengalir, degupan jantungku terasa seperti detik waktu pada bom yang akan meledak.

Y/n, tunangan Mark, ia menjatuhkan tubuhnya ke dalam pelukanku. Menarik kerah baju seragam milikku, dan mulai menangis di dadaku.

Oh astaga! Apalagi ini ya Tuhan. Kenapa jantungku semakin berdetak tidak karuan?

Sadar Renjun! Sadar! Perempuan yang sedang memelukmu ini adalah tunangan temanmu yang butuh pertolongan. Kamu tidak boleh memiliki perasaan itu padanya. Bahkan jika Mark mengizinkanmu pun, dirimu dan dia berbeda jauh. Y/n anak orang kaya, sedangkan kamu tidak. Sadarlah wahai Huang Renjun!

"Y/n, aku ..." Aku ingin sekali mendorong tubuh y/n untuk lepas dari pelukanku, tapi perempuan itu tetap memelukku erat.

"Sebentar saja, Ren. Aku lelah."

Demi mewujudkan keinginan y/n, akhirnya aku mengalah, membiarkan tunangan Mark itu memelukku untuk beberapa saat. Bahkan aku dengan berani mengulurkan tangan, balas memeluk y/n sambil sesekali menepuk punggungnya.

.
.
.

Hari sudah malam begitu aku sampai di rumah. Keadaan rumah yang gelap membuatku berpikir kalau Ayah pasti belum pulang, ah atau mungkin saja Ayah tak pulang. Masa bodo deh dengan Ayah, yang terpenting sekarang aku masuk ke dalam rumah dan segera tidur. Tubuhku sangat lelah setelah seharian mengikuti Mark dan berakhir terjebak di apartemen milik Mark bersama tunangannya.

"Aku pulang."

Mungkin buat orang lain yang mengira tak ada siapapun di rumahnya pasti tak akan mengucapkan kalimat atau pun salam begitu masuk ke dalam rumah, toh buat apa juga, kan tidak akan ada yang menjawab. Tapi tidak untukku, aku selalu mengucapkan salam ataupun beberapa kalimat begitu memasuki rumah dalam keadaan sepi sekali pun. Karena aku tahu, bukan hanya manusia yang harus diberi salam atau sapaan, tapi hantu juga.

"Renjun hyung, kamu pulang juga akhirnya." Terdengar suara nyaring dari arah kamarku.

Aku sudah menduga itu suara siapa, apalagi ketika sang pemilik suara menembus pintu kamarku, berjalan menghampiriku dengan wajah cerianya.

"Hehe." Sosok di depanku tertawa melihat kepulanganku.

"Kenapa tertawa?"

"Tidak apa. Aku hanya bosan di rumah ini. Aku sejak tadi menunggumu pulang, ingin mengajak main monopoli lagi."

Aku menarik nafas dalam, lalu menghembuskannya perlahan lewat mulut. "Aku lagi nggak mau main."

"Ahh ayolah hyungg~" suara sosok yang terus mengikutiku terdengar merajuk. Ia bahkan menangkup kedua tangannya di depan dada. "Pliss, temani aku bermain. Aku malas bermain sendirian."

Aku bertolak pinggang, menatap sosok di depanku dengan tatapan tajam. "Aku lelah Park Jisung. Kamu kan bisa memanggil teman hantumu yang lain."

"Yak! Aku bukan hantu!" Jisung, sosok yang sudah enam bulan tinggal di rumahku itu berteriak kesal. Ia paling tidak suka dipanggil dengan sebutan hantu, walau kenyataannya memang begitu.

"Ya kan mem..." perkataanku terpotong saat sosok Jisung menghilang begitu saja dari hadapanku. Aku yakin, saat ini Jisung pasti sedang kesal padaku karena dipanggil hantu.

Mau bagaimana lagi? Dia kan memang hantu.

"Ah sudahlah. Lebih baik aku tidur saja." Kulangkahkan kaki menuju kamar. Omong-omong, rumahku termasuk sederhana, cukup kecil malah. Rumah ini juga merupakan peninggalan Ibu, karena rumah sebelumnya yang Ayah beli untuk ditinggali aku dan Ibu telah dijual akibat hutang Ayah bertumpuk.

Ayah sekarang tak kerja lagi, ia lebih suka pergi ke bar, meminum alkohol di sana, tak peduli lagi akan aku dan kehidupan sehari-hari. Maka dari itu, demi memenuhi kebutuhan hidup, aku melakukan pekerjaan paruh waktu di sebuah cafe yang buka 24 jam penuh. Aku bekerja pukul 10 malam sampai pukul 3 pagi, setelah itu pulang ke rumah dan bersiap berangkat ke sekolah.

Sebenarnya alasanku berangkat sekolah sangat pagi adalah aku yang tak mau tidur lagi sepulang dari bekerja, takut nanti malah kelepasan waktu tidur dan berujung tak masuk sekolah.

Aku juga kadang membantu menjaga toko bunga atau mengantarkan beberapa buket bunga pesanan orang-orang. Toko bunga tempatku bekerja memperbolehkan aku untuk membantu di setiap hari libur, katanya pesanan lebih banyak saat orang-orang menikmati waktu santai mereka.

Aku bekerja di toko bunga setiap hari libur atau weekend mulai dari pukul 7 pagi hingga 12 siang, setelah itu aku pergi ke toko buku, menjadi penjaga di sana mulai dari pukul 1 siang hingga 8 malam. Baru setelah itu pulang ke rumah dan pergi lagi ke cafe pukul 10 malam.

Jujur, hari-hariku terlalu berat untuk dilewati, bahkan bagiku sendiri. Kalau saja aku tak bisa mengendalikan hati dan emosiku, mungkin aku lebih baik mati saja bunuh diri, daripada harus hidup bersama Ayah yang sering mabuk dan bekerja keras mencari uang untuk kehidupan sehari-hari.

Namun aku tak pernah senekat itu menghilangkan nyawaku sendiri. Aku tahu pasti, dari setiap tindakan pasti ada balasannya. Seperti mereka yang bunuh diri, memilih mengakhiri hidup dengan cara mudah, menentang takdir, melawan waktu, munafik akan keadaan. Mereka bahkan tidak tahu kalau hidup sangat lah berharga untuk disia-siakan seperti itu.

Bunuh diri bukan solusi yang baik untuk memutus semua masalah yang ada di dunia dan berakhir bahagia. Justru setelah bunuh diri, orang-orang pasti akan dimasukan ke dalam sebuah alam dimana mereka tidak akan bisa pergi ke dunia selanjutnya. Mereka tertahan di alam yang berdampingan dengan manusia. Itu lah hukuman Tuhan untuk mereka yang menyia-nyiakan hidup.

Makanya banyak sekali orang yang bilang kalau ada seseorang mati bunuh diri, maka arwah orang itu akan gentayangan. Toh benar begitu adanya, arwah mereka memang gentayangan karena masih tertahan di alam yang berdampingan dengan manusia.

Aku melanjutkan jalan menuju kamar setelah merasa Jisung tidak akan muncul lagi dan memintaku bermain. Aku ingin istirahat saja sekarang sebelum jam 10 nanti pergi ke cafe untuk bekerja.

Tbc.

The 7th Sense | HRJ x You ✔Where stories live. Discover now