1.Winnie the Pooh

Začít od začátku
                                    

"Sehat, kayaknya sekarang lagi browsing internet atau stalking medsos anaknya"gurauku.

Ibuku memang begitu. Suka memantau aktivitasku lewat media sosial yang kugunakan. Thankfully, ibu tidak sampai mengekangku ini dan itu.

Prang.

Suara pecahan benda berbahan kaca menggema dari lantai atas rumah Gina. Aku, Runa, Soni dan Riel membulatkan mata kami.

"Ah, lagi"keluh Gina sambil tersenyum segan karena membuat kami kembali menyaksikan pertengkaran orangtuanya.

Gina, temanku yang satu ini punya kepribadian yang ceria tetapi dia punya banyak penderitaan yang ia pendam. Salah satunya orangtuanya yang selalu bertengkar dan terancam bercerai.

Sebenarnya aku sudah waspada hal ini akan terjadi, bukan niat mendoakan orangtua Gina bertengkar lagi, tapi aku ikut sedih saat Gina menjadi murung saat kami menyaksikan hal ini, padahal kami sebelumnya sudah menyepakati tidak akan bercerita pada siapapun dan Gina tidak perlu merasa malu.Namun, rumah Gina benar-benar cocok kami jadikan tempat berkumpul karena letaknya berada dipertengahan rumah kami semua dan Gina selalu terbuka.

"Kita pindah kehalaman belakang yok" ajak Gina.

Kami serempak membereskan barang-barang kami untuk pindah tempat.

***
"Jalang sialan, aku sudah memenuhi janjiku untuk mengatakan padamu jika aku mencintai wanita lain"

Yona, ibu Gina, ia meminta jika seseorang yang menjadi suaminya lewat perjodohan tersebut mencintai orang lain, suaminya harus memberitahu dirinya. Tetapi, suaminya malah menjalin hubungan terlarang secara diam-diam dengan wanita itu.

Yona akui ia juga melakukan kesalahan. Ucapannya seakan memberi akses pada suaminya untuk berselingkuh, tetapi niat awalnya adalah supaya mereka bisa sama-sama mencari solusi agar tidak membuahkan masalah.

Sekarang Yona hanya bisa menangis tersedu-sedu, tak tahu kalimat apalagi yang mampu ia ucapkan agar rumah tangganya selamat.

"Mom, dad" panggil Gina pada kedua orang dewasa yang sedang berada dalam pertengkaran itu tapi ia tak mendapat balasan akan panggilannya.

"Mom, dad, can you both listen to me for a while?" tanya Gina sekali lagi dengan meninggikan volume suaranya tetapi hasilnya tetap sama.

Pada akhirnya ia pergi meninggalkan dapur tempat orangtuanya berselisih dengan hati yang sangat sedih.

This place doesn't feel like a home at all.

***
"Ibu, lihat siapa yang datang" teriakku.

Loh, dimana ibu? Apa ia ketiduran lagi setelah browsing dan stalking media sosial putrinya ini?

Aku menyalakan lampu kamar tidur ibu. Seketika kamar itu menjadi terang dan tampaklah ibu yang duduk terlelap dikursi malasnya dengan mulut menganga dan ponsel terletak dihidungnya.

"Lagi?" tanya Gina sambil berjalan mendekatiku yang berdiri dipintu kamar ibu dengan ekspresi geli.

Aku mengangguk menanggapi pertanyaan Gina. Ia terkekeh. Aku bersyukur ia kembali tersenyum.

"Mau ikut?"tanyaku pada Gina dengan nada iseng mengajaknya mengagetkan ibu yang sedang tidur.

Gina setuju. Kami melangkah pelan-pelan supaya lantai kayu rumahku tidak menimbulkan suara berisik.

Aku mengirim isyarat pada Gina bahwa aku akan menghitung sebelum mengejutkan ibu.

"Satu...dua...tiga!"

Darrrr

Aku dan Gina malah jatuh terjungkal kelantai. Rupanya ibu sedari tadi sudah terjaga dan pura-pura terlelap.

"Kalian mau membuat ibu kena serangan jantung?" tanya ibu, suaranya dibuat segarang mungkin, tetapi malah terdengar lucu.

Sudah kuduga, seorang wanita hebat seperti ibuku tidak mudah dikelabui. Dia sudah melahirkan dua anak, jadi wajar saja ia mudah terjaga. Ngomong-ngomong soal dua anak, ibu melahirkanku juga satu seorang anak laki-laki. Adikku itu tinggal diasrama sekolahnya. Enak ya, mentang-mentang laki-laki, sekolah ditempat bagus yang ada asramanya. Namun, aku tidak menyalahkan ibu untuk hal itu karena aku yang memintanya. Haha, apa kalian sempat tertipu tadi? Jangan serius begitu, aku memang gemar bercanda.

"Ah, bunda, ini pantatnya sakit banget"gerutu Gina manja.

"Kasihan anak bunda, tenang-tenang ibu akan membuatkan makan malam yang enak"balas ibu menirukan suara manja Gina.

Hei, kalian berdua? Apa anak yang satu ini tak kasatmata? Dasar. Dua orang ini kalau bertemu, bisa-bisanya melupakan eksistensiku.

***
"Kak, air mati lagi, besok gimana caranya ya kita bisa nyuci?" keluh Sinta, adik Runa.

Hidup seadanya menjadi rutinitas mereka sehari-hari. Orangtua mereka bekerja di kota Jakarta sehingga Runa berperan sebagai orangtua bagi adik-adiknya dikota ini. Keadaan membuatnya bersikap dewasa dan sigap menghemat dari sana-sini untuk mencukupi kebutuhannya juga adik-adiknya.

Terkadang hal-hal menjadi begitu melelahkan. Akan tetapi, mengingat orangtuanya yang bersusah payah meraup rezeki di ibukota kembali membuat Runa pantang menyerah.

"Tidur aja dek, kayaknya bakalan nyala tengah malam, biar kakak aja yang tampung nanti"perintah Runa lalu disanggupi adiknya tersebut.

***
"El, nyalain sanyo sana!" pinta Arlia, kakak kembar Riel.

"Bisanya cuman nyuruh"omel Riel.

"Bisanya cuman ngomel"balas Arlia.

Riel memanyunkan bibirnya lalu berjalan kebelakang untuk menyalakan sanyo. Air di kelurahan mereka sering mati. Untung saja orangtua mereka sanggup dalam hal ekonomi untuk memasang pembangkit aliran air.

"Air dirumah Runa mati juga berarti ya?"terka Riel

Ya, Riel bertetangga dengan Runa, hanya berjarak satu rumah sebagai pemisah rumah Riel yang terbilang besar dengan rumah sederhana Runa. Pemuda itu sering membantu Runa untuk mencukupi kebutuhan air dirumah Runa. Pernah sekali, Riel kena marah orangtuanya karena tidak memberitahu terlebih dahulu saat membantu Runa. Namun, hari-hari selanjutnya orangtua Riel sudah maklum dan mau membantu teman dari anaknya itu.

***
"Soni, sini bantu bapak ngerapihin rapor"pinta Reymond, guru sekolah dasar yang merawat Soni sejak kecil. Keduanya tidak memiliki hubungan darah, tetapi menjadi keluarga yang saling menyayangi satu sama lain. Kalau kata Reymond biar mengalir begitu saja.

"Bentar pak, ini belum kering rambutnya habis keramas"jawab Soni sambil mengusap-usapkan handuk dikepalanya.

"Agak jauh Soni, ini rapor mereka bisa basah nantinya"

Soni terkekeh.

"Pak ini serius nama siswanya kursi?"Soni terperangah memperhatikan nama yang tercantum disampul rapor itu.

"Iya betul, masa boongan"

"Kok dikasih nama kursi sama orangtuanya?"

"Memang begitu, dia orang karo, nama-nama mereka memang unik, mereka sangat percaya kalau tiap benda itu punya roh. Orangtuanya memberi nama kursi karena mereka berpikir kursi nantinya menjadi pendamping dan penolong buat anaknya. Gitu-gitu maknanya dalam loh, kamu jangan bengong begitu" jelas Reymond

"Misalnya apa aja tuh nama unik lainnya?"tanya Soni semakin penasaran.

"Terbit, Aksi, Nada, Kapsul, ah kamu cari sendiri ajalah"jawab Reymond

"Lah" ucap Soni terngaga lalu sedetik kemudian keduanya sama-sama tertawa dimalam yang berudara hangat.

To be continued

Masih perkenalan, santai dulu....
Hehehe

20 July 2020

Parenting LovelandKde žijí příběhy. Začni objevovat