Dia mampu mengidentifikasi dengan baik semua apa yang dia lihat. Aku benar-benar tidak bisa menganggap remeh humanoid ini.

Tidak heran jika mereka begitu cerdas, secara otak mereka yang membentuk syaraf tiruan dan dibuat dengan nanoteknologi.

"Kamu juga sudah melewatkan jam makan siangmu. Bukankah manusia seharusnya makan tiga kali sehari? ㅡpagi, siang dan malam. Tapi sekarang ini sudah tidak bisa dikatakan siang lagi" Mark kembali bersuara.

"Ah ituㅡ"

"Sekarang kamu tidak punya alasan untuk menolak, kamu harus naik ke punggungku"

Mark merendahkan tubuhnya. Lebih tepatnya ia berjongkok di depanku ㅡsalah satu lututnya menjadi tumpuan. Aku masih diam saja tapi tangan itu menarikku begitu saja dan membuatku jatuh di atas punggungnya. Aku masih diam saja.

"Kedua tanganmu harus melingkar seperti ini agar tidak jatuh" kata Mark, melingkarkan kedua tanganku di lehernya.

Humanoid itu pun berdiri dan benar-benar berjalan sembari menggendongku. Sepanjang perjalanan kami tidak membicarakan apa-apa. Aku hanya terdiam, terkadang aku menyandarkan daguku di bahunya dan sesekali aku melirik wajahnya kemudian tersenyum. Tidak ada alasan lain, aku hanya merasa senang saja, dia sudah beberapa kali menolongku  dia ada di saat aku butuh.

"Di depan, itu rumahku" Aku menunjuk rumah besar berwarna putih di sebelah sana.

Mark mengangguk kecil dan membawaku ke rumah yang kutunjuk tadi. Otomatis penjaga pagar membukakan pintu setelah ia melihatku di depan.

"Nona kenapa?" tanyanya.

"Oh gak kenapa-kenapa kok ㅡMark, aku turun di sini aja" jawabku.

Mungkin penjaga pagar itu bingung kenapa aku ada di punggung Mark. Karena seumur hidup, aku tidak pernah diperlakukan seperti itu oleh orang lain. Tentu saja dia sedikit kaget, sesuatu sudah terjadi padaku ㅡmungkin begitu yang ada di dalam pikirannya.

"Ayo masuk, Mark" ajakku, menarik tangan Mark untuk masuk ke dalam rumah.

Sebelum itu, aku sempat melirik ke tempat biasa mobil papa terparkir dan di sana aku tidak melihat mobil papa. Itu artinya papa belum pulang ke rumah ㅡbaguslah.

"Rumahmu begitu luas, apakah kamu tinggal bersama keluarga besarmu di sini?" tanya Mark sembari melihat sekelilingnya.

"Keluarga besar? Aku Cuma tinggal bertiga sama mama dan papa di sini. Ada juga satu asisten rumah tangga, satu supir pribadi dan satu penjaga pagar" jawabku.

"Lalu kenapa kamu memiliki rumah seluas ini? Barang-barang di sini juga semua memiliki nilai jual yang tinggi ㅡtermasuk semua hiasan dinding itu. Semua yang ada di sini begitu berlebihan menurutku"

"Semuanya begini sejak aku lahir"

"Kamu harus hidup secukupnya, sesuai kebutuhanmu saja. Dengan begitu orang lain juga bisa hidup"

Selain cerdas, ternyata dia juga bijak dalam berkata-kata. Dia berbicara dengan penuh kharisma ㅡitu yang kulihat di dalam diri Mark. Aku sudah bilang kalau dia ini tidak bisa disebut robot, dia juga manusia. Dia sudah sama persis seperti manusia. Atau bahkan dia lebih dari manusia.

Bagaimana bisa seorang humanoid saja berpikir bijak seperti itu sementara manusia-manusia di luar sana berusaha sekeras mungkin untuk merebut semuanya. Mereka ingin menjadi yang lebih berkuasa dari yang lain ㅡbegitu egois.

"Di zaman sekarang ini susah untuk dapat orang yang seperti itu. Ingin berbagi dengan yang lainnya. Mungkin hanya 10-15% dari manusia bumi. Sisanya begitu egois, termasuk papaku sendiri. Kamu bisa lihat sendiri kan di sini? Papa mendedikasikan setiap detik dalam hidupnya cuma untuk uang dan kekuasaan" kataku.

CODE NAME MARKWhere stories live. Discover now