"Kau, ingin bermain-main dengan Ayah?!" desis Feligan di depan wajah Xander.

Xander tertawa lalu melepaskan tangan Feligan dari kerahnya. "Itu bukan urusanmu, Feligan," ucap Xander tajam.

Feligan berjalan mundur selangkah sembari bersidekap. "Kau tidak harus mencampuri urusanku, bukan?"

"Mengapa kau egois sekali, Xander?" tanya Feligan.

Xander menatap Feligan tidak suka. "Egois? Apa maksudmu egois? Bukankah seharusnya kau bertanya pada dirimu sendiri mengapa kau yang begitu egois?" balas Xander dengan nada Sarkas.

"Aku tidak pernah memikirkan keinginanku sendiri dalam menjalankan perintah Ayah untuk menjaga keluarga kita," balas Feligan.

"Maksudmu?"

"Kau sendiri tahu mengapa kau batal menjadi kepala keluarga, kau seharusnya berubah bukan malah menjadi hal yang lebih buruk dari yang lalu, Xander!"

Xander menutup matanya. "Aku benci ketika seseorang mengingatkan kembali diriku tentang hal itu. Kau tahu itu, bukan?" desis Xander dan kini tatapannya menajam.

Feligan mengangguk.

"Lalu mengapa kau masih mengatakan hal itu, keparat!"

Feligan menyeringai dan berkata, "Karena aku ingin."

Rahang Xander mengetat, pria yang lebih muda di depannya ini membuatnya sangat kesal hingga membuatnya ingin mengenyahkan pria itu dari muka bumi.

"Baiklah, apa yang kau inginkan dariku?" tanya Xander.

Feligan berjalan mengitari Xander. "Bagaimana jika kau hanya harus diam saja? Kau tahu, jika kau tidak lagi muda, bukan? Jadi biarkan pria muda yang berada di dekatmu ini menggantikan pekerjaanmu," ucap Feligan dan berhenti di depan Xander.

Xander mengedikkan bahunya. Lalu menatap Feligan meremehkan.

"Aku tidak tahu apa kau bisa melakukan tugasku atau tidak, bukanhkah kau sudah sibuk dengan embel kepala keluarga sementara?"

"Apa maksudmu dengan sementara?"

Xander tertawa. "Kau hanya boneka Feligan. Pria tua yang kau panggil Ayah itu hanya ingin menggunakanmu karena kau yah ... Sedikit berkompeten dalam mengurus hal ini di saat ia pergi," jelas Xander yang membuat Feligan mengepal tangannya kuat.

"Jangan bermain-main denganku, Xander?" desis Feligan.

Xander terkekeh. "Aku tidak suka bermain-main Feligan."

"Kupastikan kau menyesal telah mengatakan hal itu padaku."

"Aku akan menantinya, Feligan."

Feligan berbalik sembari mengibaskan jaket hitamnya yang seperti jubah. Ia berjalan keluar dari pintu mansion itu sembari menggebrak pintu tersebut.

Saat tiba di luar, Andrea tampak menatap Feligan dengan pandangan bertanya.

"Siapkan mobil, aku benar-benar emosi kali ini," sahut Feligan dan Andrea langsung saja menuruti perkataam Feligan.

Mobil telah berada di depan mereka tanpa tunggu lama, Feligan langsung saja memasuki mobil itu diikuti Andrea di belakangnya.

Mobil mulai berjalan meninggalkan mansion Xander tapi emosi Feligan masih saja belum hilang. Ia bahkan tambah semakin emosi.

"Ada apa, Feligan? Apa yang terjadi di dalam sana?" tanya Andrea terlihat cemas.

"Dia membuatku emosi dan akan kupastikan ia menyesal," ucap Feligan dan tatapannya nyalang ke arah jalanan.

Andrea yang tampaknya mengerti hanya mengangguk dan diam saja, ia tahu jika Feligan tidak bisa diajak bicara jika sedang emosi seperti ini makanya ia hanya akan diam saja sampai pria itu sendiri yang memberitahunya.

Belum sampai lima menit, Feligan menatap Andrea yang membuat pria itu terkejut dengan tatapan Feligan.

"Berikan aku laptop," pinta Feligan dan Andrea memberikannya.

Feligan langsung saja memakai laptop itu dan terlihat tersenyum disela ia mengetik sesuatu. Setelah selesai Feligan memberikan kembali laptop itu pada Andrea.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Andrea penasaran.

Feligan tersenyum lebar. "Membuat pria tua itu menyesal," jawab Feligan.

Andrea terlihat cemas dan langsung membuka laptop tadi dan terkejut setelahnya. Ia langsung saja menatap Feligan dengan tatapan tidak percaya.

"Kau sudah gila, Feligan!" seru Andrea yang terdengar dari luar mobil tersebut.

"Aku memang sudah gila sejak lama, Andrea," balas Feligan ringan.

Namun, Feligan tahu apa resiko yang ia dapatkan dengan melakukan hal gila itu, mungkin saja nyawanya akan terancam.

inhibitions of mafiaWhere stories live. Discover now