Part 2

417 22 1
                                    

Senin pagi, aku kembali beraktifitas seperti biasanya. Bangun tidur, mandi, sarapan, berangkat sekolah, belajar di sekolah, ke kantin, belajar lagi, pulang kerumah, mandi sore, makan malam, belajar, main handphone, dan tidur.

Gitu aja setiap hari. Maklum lah ya, jomblo akut. Kalian jangan tanya gimana rasanya pacaran, karena aku belum pernah pacaran. Dari lahir sampai udah menuju dewasa. Bisa ngerasain cuma di novel atau wattpad. Itu juga udah bersyukur banget. Huh.

Tapi, kita enggak boleh ngeluh. Kita harus tetap semangat, oke? Oke deh.

"Riri! Udah bangun belum? Kalau belum Mbak ajakin tik tok an nih. Kalau udah, ayo mandi habis itu sarapan. Mbak udah buat salad buah lengkap dengan goyang Mama muda. Skuy skuy!"

Mbak Wardah ngak berhenti nyerocos di depan pintu kamar. Aku dan Mbak Wardah itu udah kayak Kakak beradik. Akrab banget kita.

"Iya Mbak... aku udah bangun," sahutku dari dalam kamar. Aku langsung saja turun kebawah untuk bergabung di meja makan. Eh tapi kok ada yang beda ya.. hm..

"Lho?! Kok ada Om Bis?" Tanyaku setengah berteriak.

Serempak yang ada di meja makan menoleh kearah ku. Papa tersenyum. Aish! Papa ku ini biarpun sudah umur 45 tahun tetep ganteng lho. Kayak, eum.. Pak Sultan Georgi.

"Sini Sayang, kita sarapan bersama." Ujarnya.

Aduh si Papa enggak tahu apa kalau jantungku lagi marathon ngeliat senyum simpul Om Bisma. Nampaknya Papa tahu nih aku lagi kasmaran. *prekitiw aselole.

"Oh iya saya lupa mengenalkan anak terakhir saya. Namanya Clarissa Zanuari. Biasa di panggil Riri. Manja dan suka kentut sembarangan." Papa membongkar semua aib ku. Habis sudah harga diri ini...

"Iya Pa, saya sudah berkenalan kemarin." jawab Om Bisma.

Tunggu-tunggu! Kok Om Bisma manggil Papa juga pakai 'Pa'? Hm, ada udang di balik peyek nih. Peyek Mbak Wardah dan aku yang waktu itu eksperimen, eh nyatanya gagal gara-gara keasinan. Gimana ngak asin? Aku kasih garam 3 sendok makan. Darah tinggi lah tu..

"Nah, Riri.. kamu berangkat sama Om Bisma ya. Nanti pulang juga di jemput sama Om Bisma. Papa, Kak Cia, sama Kak Nia ada urusan di luar negri. Kebetulan Mang Uwi juga pulang kampung. Jadi, untuk 3 bulan kedepan, semua di bawah bimbingan Om Bisma."

Duh, makin bergetar nih hati. Udah kayak handphone yang banjir notif dari doi. Jadi, ini sebuah keberuntungan atau kesialan?

"Riri.." aku tersadar dari lamunan ku. Masih berdiri di tangga kelima. Pelan, aku berjalan menuju kearah mereka semua. Dan, duduk tepat di samping Om Bisma.

"Aku sudah selesai sarapan Om, ayok berangkat."

Om Bisma mengelap mulutnya dengan tissue makan, berdiri sekaligus pamit pada semuanya. Duh! Mimpi apa aku semalem. Hm, aku mimpi di gigit anaconda.

****

Aku membuka pintu mobil Om Bisma karena sudah sampai di depan gerbang sekolah. Terlihat beberapa guru yang berjaga piket untuk menyambut murid-muridnya. Namun, tanganku di tahan oleh Om Bisma. Seketika aku mendadak panas dingin kayak milkuat.

"Kamu pulang jam berapa Ri?"

Duh, suaranya itu loh.. serak-serak basah. Bikin tambah jatuh cinta aja. Aduh, Papa.. bunuh Riri di rawa-rawa Pa.

Aku berdeham canggung, "jam setengah 3 Om."

Om Bisma lantas mengangguk, dan tersenyum. "Nanti saya jemput, tunggu di gerbang saja."

Sejurus kemudian, Om Bisma memajukan tubuhnya, lalu mengecup kening ku. Hangat, lembut dan.. ah, gak bisa di definisi kan pokoknya.

"Semangat belajar ya Riri."

OM TENTARA SUAMIKU [On Going] Where stories live. Discover now