Pertemuan

20 0 0
                                    

Apakah kalian percaya pada cinta pandangan pertama?

Ritme detak jantung yang tiba-tiba berdebar lebih kencang dari biasanya, pandangan yang tak bisa beralih saat tak sengaja bertatapan dengan mata indahnya, hati yang spontan meyakini pertemuan ini adalah jalan yang diberikan tuhan untuk bertemu dengan takdir dari-Nya.

Waktu seakan berhenti, akal tak bisa berfikir dengan jernih, rasanya campur aduk. Saat ini aku meyakini cinta pada pandangan pertama rasanya seperti ini.

Bingung, aku sama sekali tidak mengenalnya bahkan sebelumnya aku tidak pernah bertemu dengan sosoknya. Tapi kenapa reaksiku bisa separah ini?

Aku tidak sadar, sedari tadi kedua kaki ku terus melangkah mendekat kearahnya.

"GILAAA KAU, PAMELA SADARLAH!!! " akal sehatku akhirnya bisa berfungsi kembali, namun terlambat.

Saat ini aku hanya berjarak kurang dari satu meter dari tempat dia berdiri. Baiklah, aku harus berusaha bersikap biasa saja.  Akal sehatku memberikan perintah untuk berbalik arah dan bersikap seperti tidak terjadi apa-apa. Namun bodohnya, kedua kaki ini malah menuruti kata hati yang sangat tidak rasional.

Aku semakin mendekati sosok pria yang sedari tadi sibuk memainkan HP-nya dengan earphone yang terpasang di kedua telinganya. Pria itu mengenakan kaos hitam dengan logo salah satu Himpunan Teknik di Kampusku. Dia tinggi, kulitnya sangat bersih, dia sangat menarik di mataku.

Aku sudah terlanjur gila, aku tidak sadar aku sedang mengulurkan tangan ke arahnya. Pria itu melepaskan earphonenya dan mengalihkan tatapannya ke arah uluran tanganku. Pamela, kenapa kau jadi sepemberani ini hah?

"Hai, angkatan 2016 juga?" Aku sangat kikuk, namun berusaha tetap percaya diri.

Pria itu menunjukan raut wajah bingung dan menatapku dengan ekspresi datar.
"Iya" pria itu menjawab dengan singkat tanpa membalas uluran tanganku.

"Pamelaa, sadarlah!!! Kau sudah mendapatkan penolakan. Pria itu tidak tertarik untuk berkenalan denganmu, berbaliklah sekarang juga!" Akal sehatku terus meracau, memberikan komando agar aku tak melanjutkan tindakan konyol ini.

Tetap saja dengan bodohnya aku terus mengikuti kata hatiku.
"Namaku Pamela dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis, boleh aku tahu namamu?" Aku menatapnya dengan canggung. Ibu Kartini pasti bangga karena tindakan ini menunjukkan aku sangat mendukung emansipasi wanita.

Diam, belum terdengar jawaban darinya. Pria itu kembali memasangkan earphonenya. Aku menunduk, dia sepertinya memang tidak mau berkenalan denganku.

"Namaku Raffa." suaranya pelan, nyaris tak terdengar.

Dia meninggalkanku yang saat ini masih mematung. Aku melihat punggungnya yang semakin menjauh. Dia kini berjalan dengan 2 orang temannya yang sama-sama memakai kaos hitam, sepertinya mereka dari Fakultas yang sama.

"Raffa... nama yang indah. Semoga aku bisa bertemu lagi dengannya." aku tersenyum simpul dan melanjutkan niat awalku untuk pergi ke kantin.

Gawat, aku melupakan janji makan siang dengan teman-temanku. Saat aku mengecek HP, sudah ada puluhan notifikasi di grup Line. Aku mengetikan permintaan maaf dan langsung berlari menuju kantin.

Aku harus segera menceritakan kejadian konyol yang baru saja aku alami. Aku sangat yakin pasti nanti aku akan habis ditertawakan oleh teman-temanku, tapi siapa tau mereka bisa membantuku untuk mendapatkan informasi tentang Raffa.

Raffa..Raffa... di pertemuan pertama kita, kamu sudah berhasil membuatku merasa kacau dan segila ini.

Dear RTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang