Ditempatnya, Meta terdiam tak berkutik. Pantas saja Gayatri seperti mayat hidup setelah berbulan-bulan menanggung beban yang begitu berat. Bayangan kejahatan skala Internasional yang terus menghantui ditambah lagi keterlibatan orang terdekatnya membuat Meta tahu bahwa Gayatri juga sama hancurnya sekarang. Gayatri berada di posisi serba salah.

Meta lalu memilih mematikan televisinya dan memilih beranjak ke kamarnya lagi.

"Loh udah bangun Ya?"

Gayatri tersenyum tipis, "gue harus ke kantor lagi Met. Masih ada beberapa urusan disana." Ujarnya sambil terduduk di atas kasur Meta.

Meta mengerutkan dahinya. "Gila ya lo! belum ada 2 jam lo tidur udah main cabut aja. Noh muka lo hancur. Mandi dulu sana, udah mirip gembel."
Dalam hati sebenarnya Meta sangat tak tega. Untuk itu, ia balik mengatai Gayatri daripada terlarut dalam sedih menatap nasib sang sahabat.

"Hmm, gue pinjem baju lo ya Ta. Makasih tumpangannya."

"Anjay lo! kayak siapa sih gue sampai lo harus sungkan sama gue." Gayatri terkekeh kecil. Metanya yang galak dan judes kembali. Gadis itu pasti sudah tahu masalahnya sehingga untuk menghalau jiwa melankolisnya, Meta mengarahkan ke mode galaknya.

Lalu Gayatri langsung mandi dan bersiap untuk pergi Polda. "Kalau urusannya udah kelar, cepet balik ke kontrakan loh. Langsung istirahat. Gue lihat lo udah pengen tak hihh bawaannya."

"Iya bawel!" sahut Gayatri cepat.

Kemudian Gayatri di antar sampai depan oleh Meta. "Jangan lupa makan. Awas kalau lo sampai kena maag!" ancam Meta kembali. Lama-lama Meta sudah seperti mama galak yang selalu mengingatkan sang anak untuk ini itu. Namun, Gayatri justru senang, setidaknya ada orang yang sangat baik dan perhatian dengan dirinya, walaupun mereka tak terikat darah.

Gayatri hanya bergumam, lalu menyalakan sepeda motornya untuk pergi ke Polda. Sebenarnya ia perlu istirahat karena merasakan badannya sudah mulai oleng. Namun karena tuntutan pekerjaan, Gayatri harus bekerja keras dan mengesampingkan tubuhnya yang juga butuh istirahat dan itu tidak mudah.

*****

"Apa benar tersangka L adalah kakak kamu?"

"Siap,"

"Apa benar kamu sudah mengetahui kalau kakak kamu terlibat dengan kasus ini?"

Gayatri terdiam lalu menjawab dengan tegas, "siap,"

"Apa benar kamu menerima sejumlah uang dari tersangka L?"

"Siap, izin saya memberi penjelasan, ndan." Polisi dengan dua melati di pundaknya itu mengangguk, mempersilahkan Gayatri untuk memberikan keterangan.

Lalu Gayatri menarik nafasnya dalam. "Saya memang menerima transfer sejumlah 5 juta, tetapi tidak tahu jika uang tersebut adalah uang hasil perdagangan manusia yang melibatkan kakak saya. Saya masih menyimpannya baik, ndan. Saya tidak menggunakan uangnya sepeserpun." Ucap Gayatri tegas, tanpa pikir panjang. Ia takut jika berpikir lama, justru rasa menyesal-lah yang ada di benaknya.

Sebelumnya ia kira di panggil ke Polda karena hendak melakukan evaluasi operasi yang sudah dijalani namun justru ia dipanggil secara khusus oleh komandannya karena keterangan Latika  yang mencatut namanya. Namun Gayatri sudah menduga hal itu pasti jan terjadi, tetapi tidak secepat yang ia bayangin.

AKBP Syahrul nampak menghembus nafasnya panjang. "Saya awalnya tidak percaya dengan keterangan tersangka, tetapi setelah mendengarkan kamu, saya lebih paham lagi. Untuk itu, hukum akan tetap berlaku. Uang kemarin tolong jadikan barang bukti."

DersikWhere stories live. Discover now