Chapter 1 | A visit

Start from the beginning
                                    

"Memangnya siapa lagi?"

Jake melepas pelukan, memandang Ny. Claude penuh senyuman. Rasanya dia sangat bahagia bisa bertemu wanita yang sudah dianggapnya seperti ibunya sendiri ini.

"Shon tidak ikut?" Kedua alis Ny. Claude tertaut, menatap Jake penuh tuntutan.

"Dia sangat sibuk akhir-akhir ini." Jawab Jake penuh sesal. Seharusnya tadi dia mengajak Shon tapi pasti akan ditolak. Mau bagaimana lagi, Shon memang benar-benar sibuk.

Mendengar itu Ny. Claude hanya bisa tersenyum. "Tidak apa-apa." Dia menyentuh punggung Jake, sedikit menggiringnya ke dalam. "Ayo masuk. Kebetulan aku membuat sup ayam tadi."

Dengan senang hati Jake menuruti perintah Ny. Claude. Sepasang tungkai jenjang Jake terayun begitu ringannya, setelah sebelumnya melepas sneakers dan menaruhnya di sudut teras dekat pintu masuk.

Hawa hangat dan nyaman segera menyambut begitu ia menjejakkan kaki ke dalam ruang tamu. Pandangannya yang semula hanya tertuju pada kakinya yang tak beralas kini mendongak, melihat beberapa bingkai foto berukuran sedang yang tergantung rapi pada dinding bercat putih. Ada juga yang diletakkan di atas counter, berdampingan dengan sederet piala yang sebagian besar memenangkan perlombaan di bidang vokal dan musik. Dia berhenti sejenak demi memandangi foto-foto penuh kenangan itu.

Sama sekali tidak ada yang berubah.

Keyakinannya pada rumah ini dan seisinya masih sama. Senyum tipis tersemat di wajah tampannya. Ada perasaan senang ketika mengetahui dirinya bisa kemari lagi setelah hampir setahun tidak berkunjung, namun perasaan sedih rupanya ikut menyelinap kala ia memandang salah satu foto yang terpajang di barisan paling depan. Foto yang berisi lima orang laki-laki tersenyum lebar.

"Jake! Kemarilah..."

Suara Ny. Claude berhasil menghancurkan lamunannya, membuatnya terkesiap. "Iya! Aku segera ke sana!" sahutnya.

"Johnny kemana?" tanya Jake sembari mengeluarkan satu kotak panjang tiramissu dari dalam ranselnya, menaruhnya di atas meja makan. Iris coklatnya mengawasi Ny. Claude yang sibuk menyiapkan sup dan juga minuman teh herbal hangat untuk mereka.

"Dia bekerja di L.A sejak dua setengah bulan lalu."

"Benarkah? Seharusnya dia mengabariku," dengus Jake. Selanjutnya dia membantu Ny. Claude membawakan semangkuk sup yang masih panas untuk diletakkan di meja makan.

Ny. Claude tertawa, "Dia bilang ingin melihat reaksi terkejutmu saat menemukan namanya di satu film."

"Maksudmu dia jadi aktor?" kedua mata kecil Jake membulat, merasa kagum atas tebakannya sendiri.

"Animator. Itulah profesinya sekarang," jawab Ny. Claude sambil menaruh segelas teh herbal ke hadapan Jake.

Sontak Jake merasa dua kali lebih kagum. "Sungguh?!" balas Jake yang dijawab dengan anggukan.

"Haruskah kusebut dia luar biasa?" Jake menggumam, bola matanya bergerak ke sudut bawah beserta kening yang berkerut samar, "Tapi dia memang jago menggambar. Tidak heran dia bisa bekerja di sana," Jake pun mulai mendudukkan dirinya pada salah satu kursi meja makan. Hal yang sama juga dilakukan oleh Ny. Claude.

"Jadi, sekarang kalian hanya berdua?"

"Begitulah." Ny. Claude mengangguk-angguk kecil, "Tapi hari ini aku senang karena kau tiba-tiba datang. Aku jadi ada teman mengobrol," imbuh Ny. Claude kemudian tertawa ringan. Walau begitu bisa Jake lihat kesedihan yang masih terpancar jelas di balik tawa ramahnya.

"Aku tidak mungkin melupakan rumah ini," iris mata Jake bergerak mengamati sudut ruangan kemudian beralih menatap wajah teduh Ny. Claude, tersenyum sendu, "William sudah kuanggap seperti saudaraku sendiri..." Jake menjeda ucapannya, menarik napas dalam, "...dan jujur, aku sendiri masih belum percaya meski setahun sudah terlewat."

"Ah, maaf. Tidak seharusnya aku membahasnya," ungkap Jake terburu-buru begitu ia menyadari ucapannya barusan. Netranya terus memandang jari-jemarinya yang bertautan, tak berani bertemu pandang dengan iris Ny. Claude untuk detik ini.

Namun Ny. Claude bukanlah orang yang over sensitif, dia paham betul bagaimana rasanya ditinggal oleh orang berharga dari dunia fana ini. Meski perasaan itu tidak akan mampu menandingi bagaimana sedihnya perasaan seorang ibu yang ditinggal oleh putra kandungnya untuk selamanya. Namun tetap saja, mereka sama-sama terpukul. Ny. Claude pun mencondongkan tubuh ke depan, menepuk pelan bahu Jake.

"Tidak perlu meminta maaf, Jake. Aku sendiri pun terkadang masih belum percaya..." hibur Ny. Claude, "...tidak. Johnny dan ayahnya juga merasakan hal yang sama."

Perlahan Jake mulai berani mendongakkan kepala, menemukan kembali wajah sendu Ny. Claude yang disembunyikan di balik senyum penuh keibuan. Namun tetap, senyuman itu masih seperti hipnotis yang membuatnya ikut mengukir senyum tipis.

Rasanya dia jadi merindukan ibunya di Anaheim.

ФдФд


You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 10, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

The Chapter | Day6Where stories live. Discover now