Abigail menggerakkan kakinya yang sekarang sudah terasa lebih baik. Waktu dua hari ini cukup jelas menunjukkan bahwa kondisi tubuh Abigail semakin memburuk. Jika beberapa bulan lalu Abigail hanya bermasalah dengan kemampuan kakinya berkoordinasi, sekarang tangannya juga mulai ikut merasakan gangguan itu.

Sebentar lagi. Abigail hanya perlu menunggu waktu sebentar lagi saat dimana seluruh anggota geraknya benar-benar akan kehilangan fungsi.

Abigail berjalan pelan keluar dari ruang keluarga. Ia masih ingin melanjutkan tidur karena matanya masih terasa sangat berat. Suasana mansion tampak sepi dan hening saat Abigail keluar dari ruangan itu. Hanya terdengar bunyi detakan jam besar yang menggantung di dinding.

Sebelum Abigail menuju kamarnya, ia menghentikan langkahnya tepat di depan kamar Andrew. Pertemuan singkat tadi, tidak bisa mengobati kerinduan Abigail pada Andrew setelah tidak bertemu selama sehari lebih.

Tidak peduli seberapa marahnya Andrew padanya. Tidak peduli seberapa tidak sukanya Andrew dengan kehadirannya, Abigail tetap tidak bisa mengurangi sedikitpun rasa cintanya untuk pria itu.

Abigail membuka pintu kamar Andrew dengan sangat pelan. Ia tidak ingin membunyikan suara apapun yang nantinya akan membangunkan pria itu.

Senyum Abigail perlahan mengembang mendapati tubuh Andrew yang terbalut dalam selimut tebal di atas ranjang. Abigail berjalan mendekati ranjang untuk bisa memandangi wajah tampan Andrew walau hanya dari penerangan lampu tidur.

Tapi semakin Abigail mendekat, semakin jelas pula pemandangan tubuh Andrew yang bergetar serta suara ringisan kecil yang sayup-sayup memasuki pendengarannya. Benar saja, ketika Abigail berada di samping ranjang, ia melihat tubuh Andrew menggigil hebat.

Abigail bergerak cepat menyalakan lampu untuk memberikannya penerangan yang lebih jelas. Seketika kecemasan besar menyelimutinya.

"Apa yang terjadi padamu, Hon?"

Mata sayu Andrew menatap Abigail dengan pandangan kaget. Ia tidak menyangka tengah malam seperti ini wanita itu akan memasuki kamarnya.

Andrew tidak menjawab, bibir pucatnya hanya mengeluarkan erangan kesakitan. Sejak tadi Andrew tidak bisa tertidur padahal sudah jelas sekali tubuhnya sangat lelah.

Puncaknya adalah satu jam yang lalu. Andrew merasa tubuhnya begitu lemas, tenggorokannya sakit, kepalanya berdenyut hebat, persendiannya terasa linu sementara rasa dingin begitu menusuk sampai ke tulangnya hingga membuatnya menggigil.

"Ya Tuhan, tubuhmu panas sekali."

Andrew memejamkan mata saat Abigail menyentuh keningnya sebelum mengusap keringat yang mengalir di pelipisnya. Andrew bisa merasakan betapa cemasnya wanita itu sekarang.

"Tunggu sebentar! Aku akan menghubungi dokter."

"Jangan!" tolak Andrew dengan suara lemah sembari menahan lengan Abigail yang tadinya ingin beranjak mengambil ponsel.

"Tapi kau sedang sakit, Hon." ucap Abigail semakin cemas. Ia bahkan sampai meringis ketika merasakan suhu panas tangan Andrew yang menyentuh lengannya.

"Aku hanya perlu istirahat."

Abigail tampak mengernyit tidak suka mendengar pernyataan Andrew. Jika sudah sampai demam tinggi seperti ini, tidak cukup hanya dengan istirahat saja.

Walaupun begitu, Abigail memilih tidak membantah Andrew. Ia tahu seberapa kerasnya pria itu. Ia tidak ingin Andrew semakin lemah hanya karena berdebat dengannya.

"Sudah minum obat?"

Andrew diam. Jangankan obat, bahkan mengambil minum untuk membasahi kerongkongannya yang gatal pun ia kesulitan.

Hello, Miss.A!Donde viven las historias. Descúbrelo ahora