Jealous

537 55 26
                                    

Tetsuya melirik jam di pergelangan tangannya. Masih ada tiga menit lagi sebelum Akashi sampai di kampusnya. Beberapa menit yang lalu, tepat setelah kelas berakhir, ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk dari Akashi yang mengatakan bahwa laki-laki tersebut akan menjemputnya.

Di gigitnya bibir bawah, sebisa mungkin menahan senyuman bahagia. Ia tidak ingin dilihat sebagai orang bodoh karena tersenyum tanpa sebab. Jelas lah orang lain tidak akan mengerti bagaimana bahagianya Tetsuya saat ini. Tidak hanya senang karena Akashi menjemputnya, tapi teman masa kecilnya itu juga meminta Tetsuya—bukan Furihata—untuk menemaninya.

Sudah seperti kencan saja.

Blush.

Semburat merah muda samar menyapu permukaan pipi Tetsuya. Astaga, barusan apa yang otaknya pikirkan? Bukan kah sudah hal biasa ia menemani Akashi hanya berdua saja? Dan apa pula tiba-tiba dirinya merasa gugup seperti ini?

Sadar lah Kuroko Tetsuya. Sei-kun hanya meminta mu untuk menemani ke suatu tempat, bukan meminta mu untuk melakukan sesuatu seperti peluk atau cium.

Ah benar. Perihal cium, Tetsuya jadi mengingat kejadian beberapa malam lalu saat Akashi menciumnya. Bagaimana bibir Akashi menyapu bibir tipis Tetsuya dengan lembut. Ciuman yang memabukkan.

Seandainya Sei-kun melakukannya lagi... Eh?! Apaan sih yang kau pikirkan?! Sadar lah!

Tetsuya memukul-mukul kepalanya yang terus memikirkan hal yang tidak-tidak. Menutup wajahnya—yang sangat ia yakini sudah semerah tomat—dengan kedua telapak tangannya. "Tetsuya bodoh. Bodoh. Bodoh."

"Siapa yang bodoh?" Sebuah suara baritone mengintrupsi kegiatan-tidak-jelas-yang tengah dilakukan Tetsuya. Di dongakkan kepalanya dan menemukan laki-laki bersurau hijau tengah tersenyum. Tangannya sudah bertengger manis di kepala Tetsuya, kemudian mengelus surau baby blue Tetsuya lembut.

"Midorima-kun? Sedang apa disini?"

"Huh? Bukan kah harusnya pertanyaan itu untuk mu? Dan lagi, kau belum menjawab pertanyaanku, Kuroko. Siapa yang bodoh?"

"A-ah i-itu... ap-apa kau melihatnya?"

"Melihat apa? Jika yang kau maksud adalah melihatmu tersenyum-senyum seorang diri dengan wajah semerah tomat, ya, aku melihatnya."

Sumpah demi dewa bumi dan langit. Kalau Tetsuya bisa, ia ingin berubah menjadi butiran debu detik ini juga. Menghilang dari hadapan Midorima dan tidak akan kembali lagi. Tidak ada yang lebih memalukan dari Midorima menyaksikan hal bodoh yang dilakukan dirinya.

Tawa renyah Midorima terdengar. Emerald-nya menatap lembut laki-laki yang perawakannya lebih pendek dan lebih kecil dari dirinya. Pemilik aquamarine yang secerah langit biru di musim semi tersebut tengah tersipu malu. Kulit wajah dan telinga nya sudah berubah warna menjadi merah (lagi).

"Kuroko, tidak perlu malu seperti itu."

"Datte... itu karena Midorima-kun melihatku seperti orang bodoh."

Midorima terkekeh kemudian mengelus surau baby blue Tetsuya. Kebiasaan yang selalu dilakukan Midorima setiap kali Tetsuya bersamanya. "Kuroko terlihat menggemaskan jika seperti itu."

"Midorima-kun!" Aquamarine Tetsuya menatap datar emerald Midorima. Tetsuya selalu tidak mengerti kenapa orang-orang selalu beranggapan kalau dia itu menggemaskan. Sebagai laki-laki martabatnya seperti terinjak-injak. Ia juga ingin seperti Midorima yang selalu terkenal dengan ketenangannya sehingga terlihat seberapa gentle dan karismatik laki-laki yang berdiri di hadapannya.

Midorima mengangkat ke dua tangannya, membentuk gestur 'surrender'. Kelopak matanya hampir menutupi dua manik emerald akibat senyumnya yang semakin melebar. Ia tau betul bahwa Tetsuya tidak pernah suka di puji seperti itu, tapi fakta tetap lah berdasarkan kenyataan. Sebagaimana pun Tetsuya berusaha untuk terlihat 'keren', yang terjadi justru malah terlihat 'menggemaskan'.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 20, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

EpiphanyWhere stories live. Discover now