Prolog

37 2 0
                                        

اللهُ اكبَرْ, اللهُ اكبَرْ اللهُ اكبَرْ لاالٰهَ اِلاالله وَاللهُ اَكبر, اللهُ اكبَرُوَِللهِ الحَمْد

Allaahu akbar allaahu akbar allaahu akbar. laa ilaaha illallaahu wallaahu akbar. Allaahu akbar wa lillaahil-hamd.

Lantunan takbir terdengar sangat merdu.
Malam ini terlalu merdu jika harus menitik sendu.
Vanila nampak murung tidak seperti malam biasanya.
Malam takbiran yang harusnya bersama dia lelaki yang dicintai dan menunggu hari bahagia tiba, dalam beberapa hari lagi.
Namun, harus kandas karena pria yang sudah tunangan dengan Vanila, justru memilih wanita lain yang baru saja datang, ketika pria tunangan Vanila sudah berhasil.

Sementara Vanila yang selalu mensupportnya saat dari masih nol dengan entengnya membuang Vanila begitu saja demi spesies baru eh orang baru.

"Ah sudahlah Vanila, ini malam takbiran. Besok kan lebaran. Aku harus semangat. Lupakan pria tak tahu diri itu. Huft," tegas Vanila dengan menarik nafas berat dan berusaha menyemangati dirinya.

Saat sedang termenung. Tiba-tiba terdengar notifikasi dari ponselnya.

*direct message*
Yudis : Nia minta nomer hp kamu.

"Hah? Yudis? Benarkah itu Yudis? Gak salah minta nomer aku?" Gumam Vanila seraya menatap layar ponsel yang ternyata Yudis pria yang selama ini menghilang tanpa kabar. Tanpa fikir panjang, Vanila hanya menuliskan keduabelas angka nomer ponselnya dan membalas pesan tersebut via instagram.

Sejak saat itu, dunia yang tadinya ramai namun sepi kini kembali bergemuruh dan penuh cahaya kembang api yang bersahutan dengan kumandang takbir.

Namun...

Apa yg pertama kali kamu fikirkan ketika mendengar kata LDR  atau Long Distance Relationship atau hubungan jarak jauh....

Satu kata!
JAUH ...

iya benar sangat jauh...
namun, tahu kah kamu?
LDR itu bukan sekedar jarak, kota bahkan pulau...

LDR yang sangat jauh adalah ketika aku, Vanila memegang tasbih di tangannya.
Sementara Yudis mengalungkan salib di lehernya...

Aku bisa apa?
Lalu kita bagaimana?
Apa yg harus kita lakukan Yudis?
Tolong jawab!!!

Aku sudah terbiasa bersamamu.
Kamu sendiri yang bilang kalau kita sampai kapan pun akan terus bersama. Meskipun kelak kita sudah memiliki waktu masing-masing.

Benar kan?
Kalau ternyata itu salah.
Kenapa kamu hadir dalam hidupku?

Kalau aku salah selama ini, lalu kenapa aku tak ingin berpaling darimu?

Seandainya kita tak pernah bersama.
Apakah aku akan baik-baik saja sampai saat ini?

Atau bahkan aku sudah memiliki dia tanpa tahu kamu.

Apalah semua itu kalau saat ini hanya tersisa hati tanpa kunci.
Aku bahkan sulit membuka hati untuk dia yang sungguh berada di hadapanku kini...

Aku tahu, yang aku lakukan ini hanyalah untuk membunuh waktu yang aku punya secara perlahan.

Perlahan dalam sunyi untuk menepis riuhnya mereka yang meminta aku untuk membuka pintu.

Pintu hatiku yang tak pernah bertemu sang fajar bahkan hanya bersemayam di balik selimut awan hitam nan kelam.

Tapi, aku tak bisa terus diam di belenggu ini.
Aku harus mengarungi jutaan molekul udara yang bersahutan dengan elektron di dalam otak untuk memberikan oksigen sesaat.

Agar setidaknya aku masih bisa mencium bau suasana bekas hujan yang khas
dan jika beruntung bisa bertemu biasan cahaya langit yang menari dengan semilir kegembiraan.

Iyaaa...
Aku harap kelak,
Aku akan terbiasa,
untuk bersenandung dengan deburan ombak, meski tanpa senja lagi.
Atau bahkan
Aku masih bisa tersenyum walau hujan selalu membasahi hatiku.

Dimana kita,
Kelak, hanyalah sebatas siang dan malam.
Hanya akan bertegur sapa dikala senja tiba, menatap langit jingga, yang kita saksikan, sebelum semuanya kembali, dalam waktu masing-masing.
.
.
.
~♥@jingga0911

LDR~Where stories live. Discover now