Track 3 - Love Song

Start from the beginning
                                    

Sure, perempuan berambut hitam itu bersikap baik dan ramah pada Jovan, tapi semua itu saja tidak cukup. Ia butuh Lili paham bahwa ia tengah berusaha memenangkan hatinya. Hanya saja, ia belum tahu apa yang harus dilakukan.

"Lo kayanya harus ngubah strategi deh, Jo," saran Jeremy saat mereka bertemu di Day Dream di sela jam makan siang Jovan.

Awalnya, Jovan mau modus dengan mengajak Lili makan siang bareng berdalih bahwa mereka akan menghadiri meeting bersama setelahnya. Cuma, dia sendiri tidak akan percaya dengan dalih tersebut karena meeting mereka dijadwalkan pukul setengah tiga, yang mana berjangka agak lama dari jam makan siang.

Selain itu, setengah jam sebelum jam makan siang, Jeremy menghubunginya dan mengabarkan bahwa ia sedang berada di sekitar area kantor Jovan. Jadi, di sinilah mereka sekarang, duduk berhadapan di salah satu meja Day Dream.

Jovan membuang napas keras setelah mendengar saran Jeremy. "Duh, gue juga tahu gue harus ngubah strategi. Yang gue nggak tahu tuh gue harus gimana? Gue harus berbuat apa?"

"Ya itu sih PR buat lo. Lo yang naksir orang, masa gue yang harus pusing?" sahut Jeremy enteng sebelum menyesap kopinya.

Jika mereka tidak sedang berada di area kantor, mungkin Jovan sekarang sudah melontarkan beragam sumpah serapah yang ia tahu pada sahabat karibnya itu. Sayangnya, dia sekarang sadar bahwa ada beberapa orang yang ia kenal duduk tak jauh dari meja mereka.

"Thanks, sangat membantu."

Jeremy mengedikkan bahunya cuek. "Ayolah, Don Juan masa nggak ngerti gimana caranya dapetin cewek."

"Bacot," desis Jovan akhirnya dengan suara rendah namun penuh dengan penekanan.

Jeremy tertawa keras. Tak lama kemudian, dia bangkit dari duduknya sembari mengantongi ponsel. Dengan santai, ia menepuk pundak Jovan yang berbalut blazer hitam.

"Gue cabut dulu, mau meeting sama manajemen. Bye Don Juan. Oh iya, good luck meeting bareng gebetannya. Semoga lo bisa fokus sama rapatnya dan nggak ke-distract sama keberadaan doi di sekitar lo," pamit Jeremy dengan senyuman jahil yang hanya dibalas Jovan dengan fuck you tanpa suara.

Selepas kepergian Jeremy, Jovan memilih untuk menjelajahi linimasa instagramnya. Ia masih punya waktu dua puluh menit sebelum ia harus kembali. Menghabiskan waktu lebih lama di Day Dream bukan ide yang buruk. Ia bisa saja kembali ke kantor, tapi percuma juga jika Lili hari ini menghabiskan jam makan siangnya di luar. Buat apa dia berada di kantor di jam makan siang saat ia tidak punya pekerjaan mendesak jika tidak ada eye candy favoritnya?

Gerakan jarinya terhenti saat sebuah postingan dari akun dengan username anamcara muncul. Hanya foto sebuah cangkir keramik putih yang berisi cairan hitam pekat di atas meja marmer. Bagi orang lain, mungkin tidak ada yang aneh dari foto tersebut, tapi beda lagi dengan Jovan. Cangkir di foto tersebut terlihat sama persis dengan yang ada di hadapannya. Begitu pula dengan meja marmer tersebut. Jovan yakin 100% foto itu diambil di Day Dream.

"Anamcara pernah kesini dan gue nggak tahu?"

🌸🌸🌸

Menghabiskan dua jam rapat ditemani Lili merupakan tantangan yang berat bagi Jovan. Itu jelas bukan pengalaman pertamanya berada di rapat yang sama dengan Aliana, tapi biasanya mereka dipisahkan oleh jarak yang cukup jauh. Ia terbiasa memimpin rapat dan duduk di ujung meja, sedangkan Lili akan berada di sisi lain bersama anggota timnya. Kali ini, Serafina membuatnya duduk tepat di sebelah Lili.

Berulang kali, fokusnya diuji saat hidungnya menangkap aroma manis yang menguar dari tubuh Lili. Perempuan itu memiliki aroma strawberry dan blueberry yang kental. Hal itu benar-benar mengganggu konsentrasinya. Ia bahkan bisa mendengar Serafina berusaha keras menahan tawa di sebelahnya.

Perjuangannya ternyata tidak hanya sampai di situ. Rapat yang selesai bertepatan dengan jam pulang kantor membuat Serafina bertingkah. Perempuan yang sudah menjabat sebagai sekretarisnya sejak setahun lalu itu tahu benar bagaimana caranya membuat Jovan mati gaya.

"Lili tadi ke kantor naik apa?" tanya Serafina pada Lili yang masih merapikan barangnya.

"Hm, tadi naik ojek sih, Kak."

Serafina sempat melirik pada Jovan yang sejak rapat selesai tadi masih diam. Senyuman di bibir perempuan itu entah kenapa berhasil membuat Jovan keringat dingin.

"Oh kalo gitu pulang bareng bos aja. Rumah kamu di Jalan Merdeka, kan? Pas banget Bos lewat situ juga, ya nggak, Sir?"

Jovan kontan melempar tatapan memperingatkan pada sekretarisnya. Sudah bukan hal aneh lagi kalau Serafina bisa bersikap seenaknya pada Creative Directornya di luar jam kerja. Hanya saja, Jovan tidak pernah menyangka jika perempuan itu akan bertingkah sejauh ini bahkan setelah mengetahui soal perasaannya pada Lili.

"Eh nggak usah repot-repot, saya naik ojek aja, udah biasa, kok," tolak Lili cepat.

Sebenarnya, Jovan juga tidak boleh berharap banyak, namun mendengar penolakan dari pujaan hatinya jelas tidak menyenangkan. Hatinya terasa seperti digigit semut terbang yang sekali gigit mampu membuatnya seperti disengat tawon.

Belum selesai dengan rasa sedihnya ditolak pujaan hati, Serafina kembali berulah. Sekretarisnya itu menendang kakinya dan menatapnya tajam penuh peringatan. Kalau tatapan itu diterjemahkan, mungkin artinya adalah, 'udah gue bantu bukannya lo usaha malah diem aja!'

Jovan menarik napas, mengumpulkan tekad kemudian akhirnya berujar, "sama saya aja. Lagian ini masih ujan, nggak akan ada ojek yang beroperasi."

Sebelum Lili dapat menolak lagi, Serafina segera menyela, "udah nggak usah sungkan. Bos nggak suka penolakan. Lagian kalo mau naik taksi mahal banget dari sini. Nebeng Bos udah jelas gratis dan nggak kehujanan. Mumpung Bos lagi baik nih, jangan ditolak."

Mendengar omongan Serafina yang makin kurang ajar membuat Jovan mulai kesal. Ia hendak membela diri namun tertahan karena Lili akhirnya berujar, "beneran nggak papa, Sir?"

Aduh jangankan nganter kamu pulang, nganter kamu sampe ke pelaminan duduk sebelahan sama aku aja aku siap!

"It's okay, mumpung searah," sahut Jovan berusaha terlihat tenang.

Serafina tersenyum puas. Perempuan itu kemudian menatap Jovan dan berujar, "you owe me," tanpa suara.

"Nah karena udah beres, Lili aman pulang sama Bos dan berhubung ini pacar saya sudah jemput di depan, saya duluan nggak masalah, kan?" tanya Serafina dengan senyuman yang kelewat manis.

Terserah Serafina, terserah....

Suasana hati Jovan sedang berbunga-bunga sejak tadi. Berkat Serafina, sekarang dia berkesempatan untuk berjalan di tengah hujan dengan sebuah payung kecil melindunginya dan Lili. Sekretarisnya itu sempat memberikan sebuah payung lipat padanya sebelum benar-benar pulang.

Hujan sudah tidak sederas tadi, tapi masih mampu membasahi bahu kanan Jovan yang tidak terlindung payung. Di sebelahnya, Lili berjalan nyaris tanpa jarak darinya. Lagi-lagi aroma manis berry menguar dari tubuhnya membuat Jovan makin mabuk kepayang.

Mobil Jovan terparkir agak jauh dari tempat mereka meeting sore ini karena area tersebut memang tidak memiliki lahan parkir yang memadai. Mereka harus berjalan kurang lebih lima puluh meter untuk kembali ke mobil. Biasanya, Jovan akan menggerutu dan mengumpat pada siapa pun yang membuatnya harus berjalan jauh di tengah hujan. Kali ini, ia justru berterima kasih pada Tuhan yang memutuskan untuk menurunkan hujan saat ia bersama Lili.

"Sir, mending agak kesini aja, bahunya basah," ujar Lili perhatian.

"It's okay, nanti di mobil saya bisa lepas blazer ini, yang penting kamu nggak kehujanan."

Aciat ciat sa ae lu bang.

🌸🌸🌸

Not really happy with this part karena nggak berhasil menggambarkan scene terakhir dengan baik tapi attention span udah abis dan nggak mau nunda update lagi. So yeah.

Terima kasih karena sudah meninggalkan komentar manis meskipun aku jarang bales komen.

Saluti,

K🌸

bring me straight to youWhere stories live. Discover now