PROLOG: MEMBELAH GELOMBANG

2.4K 301 125
                                    

Tip dan saran:

Silakan setel multimedia untuk pengalaman membaca yang lebih menyenangkan.

.

Kamu membuka mata dan kamu telah berada di tepi pantai utara.

Laut tengah mengamuk. Gelombangnya naik-turun seumpama punggung-punggung monster laut dalam dongeng yang menjelma nyata. Mereka tampak resah, ingin segera menerjang pantai, atau menelan apa pun yang ada di permukaan.

Mereka mengamuk karena tahu kamu telah datang.

Tak hanya laut, langit pun agaknya marah atas kehadiranmu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Tak hanya laut, langit pun agaknya marah atas kehadiranmu. Kamu melihat langit telah mengaduk-aduk awan sehingga kelabu warnanya. Awan berputar-putar di atas kepalamu, sesekali mengeluarkan suara gemuruh teredam penuh ancam.

Para angin malah sudah tak sabaran. Mereka mengeluarkan suara deru yang terdengar seperti lolongan dari alam kematian. Mereka menyerangmu dengan terpaan kuat, sehingga kamu perlu menjejakkan kakimu kuat-kuat di pasir pantai. Rambut serta pakaianmu berkibar-kibar liar. Embusan mereka tidak main-main. Pepohonan kelapa di belakangmu sampai meliuk-liuk liar dibuatnya.

Kamu berusaha tegar. Kamu paham sekali risiko yang akan kamu ambil. Tidak hanya alam, makhluk-makhluk tak kasatmata juga geram akan keberadaanmu. Soalnya, kamu membawa sesuatu yang tidak seharusnya ada di dunia ini. Sesuatu yang bahkan dibenci oleh makhluk halus lainnya.

Kamu menoleh ke belakang. Kamu bisa melihat siluet-siluet makhluk halus yang tengah mengawasimu, meski mereka bersembunyi di balik pepohonan dan kegelapan malam, Ada yang mungil, bersembunyi memeluk batang pohon, ada pula yang menjulang tinggi bagai raksasa sehingga kamu bisa melihat bahu dan kepalanya menyembul dari puncak pohon kelapa. Kamu juga bisa melihat mata mereka yang merah atau kuning menyala.

Kamu juga masih bisa mendengar suara-suara makhluk itu kendati sayup-sayup saja di tengah deru angin, debur ombak, dan gelegar Guntur. Mereka menggeram, menggerutu, memekik, menjerit, dan meraung kesal ke arahmu. Galak sekali sikap mereka kepadamu. Meski begitu, tak ada satu pun yang berani maju menghadapimu. Dan, kamu juga tidak punya niat untuk memprovokasi mereka, walau kedatanganmu ke sana sebenarnya sudah merupakan tindakan provokatif yang tidak mereka senangi.

Namun, apa boleh buat. Kamu harus melakukan apa yang perlu kamu lakukan untuk menyelamatkan nyawa sahabatmu ... dan nyawamu sendiri.

Yang berani menyerangmu justru ombak dari lautan. Sepertinya, Sang Ombak sudah muak menunggumu yang sedari tadi berdiam diri saja di pinggir pantai. Jadi, ia mundur sejenak, meninggalkan garis pantai sejauh beberapa meter, sebelum menyerbu bibir pantai dengan segenap kekuatan yang ia miliki.

Kamu terperangah tak percaya demi melihat gelombang tsunami setinggi sepuluh meter datang menghampirimu, membawa berita buruk, malapetaka, serta kematian. Sang Ombak meraung ganas. Tiada belas kasih yang ia tunjukkan untukmu.

Gawat! Kamu terpaksa harus membuka gerbang alam lain sekarang juga. Kamu memasang kuda-kuda, mencengkeram pergelangan tanganmu, dan memanjatkan doa kepada Tuhan Maha Pelindung, Mahaperkasa. Kamu merasakan panas menjalari tangan kananmu. Ada reaksi yang terjadi. Kamu bisa mengeluarkan kekuatanmu, tetapi kamu tidak tahu apakah kamu sempat membuka portal dunia lain atau tidak.

Masalahnya, Sang Ombak sudah semakin dekat! Kamu mesti bergegas cepat! Kamu berkonsentrasi, memohon pertolongan dari Tuhan, tetapi kamu tahu bahwa Sang Ombak telah sampai di pantai. Kamu terbelalak. Sang Ombak menjatuhkan tubuh raksasanya ke atasmu.

Kamu tak punya kesempatan untuk selamat ....

Namun tidak! Kamu menolak untuk berakhir sebelum memulai! Maka, apa boleh buat! Kamu belah gelombang itu menjadi dua.

.

.

***

Author's note: Segitu dulu, ya. Buat ngegodain kalian aja dulu, biar penasaran. Hahahaha. 

Gimana prolognya? Epik gak? Semoga suka, ya!

Bab baru rilis setiap Rabu dan Sabtu di Wattpad. 

(SUDAH DIBUKUKAN) GERBANG DUA SEMESTAWhere stories live. Discover now