P R O L O G

676 42 7
                                    

Plan tidak pernah peduli akan cinta. Dia hanya remaja polos yang beranjak dewasa, masih belum paham dengan hal-hal yang menjurus ke sana. Atau, belum mau paham, sepertinya. Dia hanya ingin fokus dengan tahun awal kuliahnya, begitu katanya.

Sampai tidak sengaja, dia berjumpa dengan Mean. Mahasiswa tahun akhir dari jurusan bisnis manejemen.

Plan selalu merasakan jantungnya berdegup kencang saat matanya menangkap sosok seniornya itu. Terlihat tampan dan berkharisma dengan rambut tertata begitu rapihnya.

Melihat senyum yang bahkan bukan ditujukan padanya saja, Plan hampir pingsan dibuatnya.

Plan menganggap dirinya masih polos. Tidak tau arti dari debaran jantungnya yang menggila saat senior itu ada dalam jangkauan pandangannya. Dia coba bertanya pada sahabatnya, Earth, dan yang lebih berpengalaman itu mengatakan bahwa apa yang Plan rasakan adalah cinta.

Ah, jadi seperti inikah rasanya jatuh cinta?

Plan tertawa. Merasa bahagia. Padahal cintanya belum terbalas. Atau mungkin, tidak akan terbalas. Mean mengenalnya pun tidak.

Tapi Plan tetap bahagia. Dia tidak peduli seperti apa akhir cinta pertamanya ini. Tragis pun, tidak masalah. Dia tetap bersyukur karena berkat mencintai Mean, hidupnya menjadi lebih berwarna. Warna gelap, tapinya, haha.

Plan benar-benar harus berterimakasih pada Tuhan, yang memberikannya paras kelewat cantik untuk ukuran seorang pria. Juga berterimakasih kepada Title, sahabat Mean yang tiba-tiba mendekatinya untuk segelintir info tentang Earth yang ingin digebetnya.

Saat itu Title mendekatinya bersama Mean. Untung Plan punya kontrol diri yang bagus, dia tidak pingsan saat akhirnya, dia bisa menghirup aroma tubuh Mean. Yang sialnya, langsung membuatnya ketagihan.

Plan tidak dapat mendengar apa yang Title katakan. Seluruh panca inderanya tidak dia gunakan karena dia ingin fokus pada satu indera saja; penciumannya.

Memang kapan lagi dia bisa menghirup aroma tubuh yang memabukkan itu? Selagi ada kesempatan, Plan tidak akan menyia-nyiakannya, dan akan memanfaatkannya sebaik mungkin juga. Dia memaksa hidungnya untuk mengingat baik-baik bagaimana aroma tubuh Mean.

"... Hei!"

Plan tersentak. Bau kantin mengantikan aroma tubuh Mean di hidungnya.

Plan gelagapan. Dia takut Mean tau kalau dia baru saja "mengendusnya". Plan menunduk, tidak berani mendongak karena pastinya, dia akan melihat wajah Mean.

Tapi keheningan yang terjadi antara dua seniornya itu memaksanya melawan rasa takutnya. Perlahan, dia mendongak.

Dan untuk pertama kalinya, mata yang selalu dipujanya itu, menatap balik matanya.

Plan baru berniat menunduk lagi andai saja Mean tidak tersenyum. Kurang ajarnya dia tersenyum dengan sangat menawan.

Plan bisa merasakan hatinya menghangat.

Dia sadar, dia telah jatuh lebih dalam.

To be continue-

Hallo. Ummm... Apa ya.

Intinya ini cerita kedua yang aku maksud. Gak tau kalian nemu yang mana duluan, aku post cerita ini bersamaan sama cerita yang satunya.

Aku ambil tema ini, karena suka kalau Mean terobsesi sama Plan. Tapi di beberapa cerita obsesi yang aku baca, Plan menderita :" Makanya aku coba bikin cerita dimana Mean terobsesi, tapi Plan nya juga bahagia.

Maaf pendek karena ini baru prolognya. Semoga next chapter bisa lebih panjang, hehe.

Sedikit info.

Aku hari ini langsung post dua cerita. Langsung mampir ke profil aku ya, kalo minat baca juga. Yang aku lanjutkan duluan yang lebih bagus responnya. Jadi kalian bisa pilih mana yang mau aku utamakan.

Udah sih itu aja.
Jangan lupa voments karena satu notif dari kalian sangat berharga bagi saya, muah.

400kata- iamcilism_

Fall With His Obsession ㅐ meanplan'Where stories live. Discover now